Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Glamor, Pamor, dan Katastrofi Perhelatan Olahraga

17 Februari 2020   13:29 Diperbarui: 17 Februari 2020   17:07 1739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Olahraga menjadi sarana dan celah, untuk menggangsir uang negara. Jika diurutkan ke belakang, berbagai kasus terlihat nyata, mulai dari pengaturan skor, mafia pertandingan, dll. 

Sebagai sebuah kegiatan sehat, olahraga justru mengandung berbagai hal yang "tidak sehat". Paling disorot, khususnya bidang olahraga sejuta umat, yakni sepak bola. Bak benang kusut, prestasi minim diperoleh, konflik mudah sekali dituai.

Pusaran nominal yang terlibat dalam sebuah kegiatan olahraga, tentu menarik para peminat lain. Tidak hanya terkait saat kegiatan, bahkan dimulai sejak persiapan pengadaan infrastruktur olahraga, hingga bagian penghujung penentuan juara. 

Semuanya, bisa dijadikan lubang mengail harta secara culas.

Politik Olahraga
Sepanjang sejarahnya, olahraga juga tidak bisa dipisahkan dari aspek politik. Kalau menengok di berbagai negara yang kental dengan olahraga, sepak bola misalnya, sebagaimana Italia, maka para pemilik klub elit sepak bola di negeri pizza itu, bisa memperoleh popularitas politik. 

Jika menengok ke belakang. Bahkan ajang Asian Games 1962, sebagai gelaran olahraga di tingkat Asia yang keempat, dilangsungkan di Indonesia, disaat Republik ini masih terbilang remaja. Bung Karno, mengkonsepsikan sebagai mercusuar dunia.


Pembangunan kawasan olahraga dan stadion Senayan. Infrastruktur jalan Semanggi. Hingga deretan wisma atlet serta hotel sebagai penginapan rombongan dari berbagai negara partisipan dipersiapkan. 

Tidak hanya itu, peristiwa tersebut melahirkan stasiun televisi pertama nusantara, TVRI.

Nama bumi pertiwi menjadi harum, meski menanggung beban berat. Karena kondisi perekonomian saat itu tidak cukup baik. 

Bahkan, Bung Hatta sebagai mantan Wakil Presiden, sempat melayangkan surat keberatan atas ngototnya Bung Besar, untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah kegiatan Asian Games tersebut.

Aspek politik internasional, menjadi konsideran saat itu. Perlu panggung untuk memecah kebuntuan, dari pertikaian Blok Barat dan Blok Timur. Asia direpresentasikan melalui Indonesia, menjadi motor gerakan baru non blok. Menyampaikan pesan, sebagai kekuatan baru negara merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun