Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

2020 dan Tantangan Kebijakan Publik

27 Desember 2019   14:21 Diperbarui: 28 Desember 2019   04:43 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kebijakan (KOMPAS/HANDINING)

Bisa saja. Tergantung keselarasan kepentingan. Di periode terakhir ini, kekuasaan sudah seharusnya mendasarkan diri bagi sebesar-besarnya hajat publik.

Sebuah kebijakan publik, harus dapat menjawab masalah dan isu-isu yang krusial, terkait dengan kehidupan publik. Perlu cermat melihat sebuah kebijakan, karena terdapat banyak motif disana.

Cui bono? Demikian ungkapan filsuf Cicero, untuk selalu bertanya, siapa yang akan diuntungkan dengan suatu konstruksi tindakan. Kita perlu teliti sebelum mencerna kebijakan secara mendalam.

Sebuah kebijakan yang memiliki sisi keberpihakan kepada publik, dapat dilihat dari respons khalayak -audience. Feedback publik tampak dari tanggapan pembicaraan dan diskusi akan suatu kebijakan.

Konflik yang timbul dari sebuah kebijakan publik menjadi indikator derajat kepentingan suatu isu bagi publik. Sekali lagi, tendensinya bisa bernada sangat politis, karena kebijakan adalah hasil kompromi politik. 

Keberhasilan Komunikasi
Pada titik final konklusi, kebijakan harus merepresentasikan kehendak publik. Populi, kira-kira begitu harusnya jawaban bagi Cicero. Publik harus menjadi bagian yang diuntungkan dari pilihan pengambilan kebijakan.

Mengapa? Vox populi vox dei -suara rakyat suara Tuhan, itu hukumnya. Jangan bungkam suara berbeda dan kritik, karena dari situ kekuasaan akan mampu mengoreksi diri. 

Pemerintah harus mampu tidak hanya menyajikan komunikasi keberhasilan melalui indikator makro ekonomi, dalam kerangka besar dan nasional. Tetapi juga harus mampu membangun keberhasilan komunikasi, memastikan kebaikan dalam perasaan publik.

Bila begitu, kita tidak hanya berupaya memenuhi aspek kesejahteraan dalam bentuk welfare tetapi juga well being. Manusia sebagai bagian dari komunitas sosial sekaligus menjadi pribadi. Tidak hanya objek pembangunan, sekaligus subjek merdeka bagi kebebasan dirinya.

Jadi apakah kita harus pesimis atau optimis di 2020? Sebaiknya kita harus mengambil sikap di antara keduanya. Karena kekuasaan kerap dipergilirkan antar elite, dalam waktu sempit pemilihan. Karena itu pesimis dan optimis menjadi penyeimbang jalan.

Sikap pesimis menyebabkan kita ragu melangkah, dan berjalan perlahan. Sementara pilihan optimis membuat kita kerap melaju kencang, serta menutup mata. Kombinasi pesimis-optimis membuat kita terjaga dan tersadar dalam bertindak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun