Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Muara Simpati untuk Petugas KPPS akan Sampai Mana?

9 Mei 2019   12:54 Diperbarui: 13 Mei 2019   08:56 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Shutterstock

Dikabulkannya pemilu serentak tidak berjalan seiring dengan ajuan penghapusan Presidential Threshold, maka yang mencuat adalah alasan efektifitas dan efisiensi anggaran bagi penyelenggaraan pemilu yang tampak mengemuka. 

"Apakah dengan demikian isu ini dapat menjadi upaya menjadi sarana delegitimasi KPU dan hasil Pemilu 2019? Tentu tidak bisa dilihat secara linier sedemikian, karena hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab serta perhatian dan evaluasi para pihak terkait, termasuk KPU, Pemerintah dan DPR."

Padahal, tujuan persidangan pemilu serentak adalah mencegah potensi terjadinya kandidat tunggal, termasuk menghindari kompromi serta negosiasi politik jangka pendek. Melalui pemilu serentak sudah seharusnya tidak terdapat kendala untuk menghadirkan figur-figur alternatif kandidat calon presiden, tersebab adanya ajuan penghapusan Presidential Threshold.

Publik akan semakin kaya pilihan, sedangkan partai didorong untuk dapat mengajukan kader terbaiknya, atau bahkan membangun koalisi yang lebih bersifat permanen, karena belum ada hasil Pileg. Namun sayangnya, paket ajuan terkait Presidential Threshold justru dimentahkan. Hasilnya, sebagaimana terjadi saat ini.

Lalu tarikan besar pertanggung jawaban ada di mana? Tentu posisi KPU sebagai badan penyelenggara pemilu memiliki kewenangan strategis secara langsung, termasuk kemampuan dalam mencermati dan mengantisipasi teknis atas risiko-risiko yang terjadi. 

Apakah dengan demikian isu ini dapat menjadi upaya menjadi sarana delegitimasi KPU dan hasil Pemilu 2019? Tentu tidak bisa dilihat secara linier sedemikian, karena hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab serta perhatian dan evaluasi para pihak terkait, termasuk KPU, Pemerintah dan DPR.

Korban atau Pahlawan?

Sesuai dengan judul tulisan ini, antara nyawa dan suara, maka kematian anggota KPPS menjadi korban dari lemahnya mekanisme antisipasi risiko. Rentang persoalan dimulai dari mekanisme rekrutmen, penentuan batas umur, prasyarat kesehatan, hingga pengaturan waktu dalam pelaksanaan teknis.

Secara bersamaan, anggota KPPS yang gugur dalam tugasnya adalah pahlawan, karena memfasilitasi penyampaian suara publik. Karena itu pula harus terdapat upaya dalam menghargai jasa yang telah dilaksanakan sebagai kompensasi sepadan.

Prinsipnya secara reflektif perlu ada upaya perbaikan serta pembenahan proses pemilu, hal itu menjadi penting dalam catatan demokrasi kita yang penuh dengan kepiluan kali ini. 

Dengan segala kejadian dalam pemilu kali ini, teringat Michael Polanyi seorang pemikir Hungaria tentang pola kerja dokter dalam menyingkap penyakit, diperlukan kemampuan melakukan anamnesa metode tanya jawab, untuk menegakkan diagnosa serta memberikan terapi penyembuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun