Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Suspend, Langkah Blokir di Sosial Media

20 Juni 2018   11:22 Diperbarui: 20 Juni 2018   11:37 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salah satu yang menarik dalam studi komunikasi, dibeberapa kurun waktu terakhir adalah tentang sosial media. Betapa tidak, kita saat ini telah menjadi konsumen aktif dari berbagai aplikasi sosial media yang populer. Sebut saja facebook, twitter dan instagram menjadi sebuah alternatif media dalam berkomunikasi.

Keunikan lain yang ada di sosial media adalah sifatnya yang personal, namun berada diruang publik yang terbuka. Sosial media menghadirkan fenomena baru, status update realtime. Dan dalam karakteristiknya, sosial media memberikan ruang bagi upaya penguatan penyampaian pesan secara lebih signifikan melalui viralitas.

Karena itu pula, sosial media menjadi media anti mainstream yang menarik. Keterhubungan yang meluas dalam jejaring sosial media, termasuk bentuk interaksi many to many adalah kelebihan dibandingkan jenis media massa lainnya. Ruang media pada sosial media bersifat flat dan horizontal, menghadirkan kesetaraan, prinsipnya: "siapa saja bisa berbicara".

Dengan demikian, konsekuensinya adalah kebisingan alias kegaduhan (noise) kerap terjadi. Belum lagi, sosial media menghadirkan peluang untuk perlindungan privacy, bahkan dapat memunculkan akun anonymdan fake account. Dengan demikian, noise pada sosial media tidak serta merta dapat dianggap sebagai aspirasi (voice) yang mewakili kepentingan publik.   

Disamping berbagai kelebihan yang dimiliki sosial media, dampak negatifnya juga ada. Mulai dari berita bohong dan palsu (hoaks) hingga ujaran kebencian (hate speech). Baik dan buruk adalah konsekuensi logis dari sebuah situasi yang tidak dapat terhindarkan, hadir sebagai sebuah realitas. Lalu bagaimana mengatasinya? Akankah suspend dan blokir efektif?

Efektifitas CyberLaw?

Perlu dipahami, perkembangan teknologi dan sosial media yang menjadi bagian dari menu keseharian masyarakat kini menjadi tidak terpisahkan. Dalam cybercommunity memang diperlukan cyberlaw sebagai aturan yang disepakati untuk memberikan garis batas. Dan UU ITE telah diformulasikan sebagai sarana pengaturan tersebut. Akankah berdampak regulasi tersebut?.

Agak sulit menjawab pertanyaan tersebut, karena pada dasarnya dunia maya adalah sisi lain dari dunia nyata. Apa-apa yang tampak sebagai realitas virtual belumlah menjadi sebuah kenyataan dalam realitas sosial. Karena pada dunia digital pun, dapat dikonstruksi dalam bingkai kepentingan dari komunikator, pihak yang menginisiasi sebuah komunikasi.

Kalau UU ITE diperlakukan untuk semua kondisi dan tanpa terkecuali, maka tentu penjara akan menjadi penuh sesak. Hal itu lantaran, sosial media kini menjadi sarana penyampaian keluh kesah publik, termasuk menyampaikan opini pribadi yang bisa jadi berbeda dari pendapat arus utama. Dengan demikian, implementasi cyberlaw harus dipandang dalam aspek prioritas dan urgensi.

Bagaimana memposisikan prioritas dan urgensi? Pertama: pastikan keberadaan akun terverifikasi riil, karena berjibaku dengan fake account hanya akan menghabiskan waktu, Kedua: perhatikan substansi persoalan yang dibahas, apakah berdampak terhadap terbentuknya opini publik? Bila demikian, tentu tidak semua noise perlu dianggap sebagai voice dan memerlukan tanggapan secara serius.

Suspend akankah Ampuh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun