Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mengulik Kwitang dalam Simpang Perlintasan Sejarah

24 Desember 2017   11:08 Diperbarui: 24 Desember 2017   11:14 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyebut Kwitang, seolah merujuk satu lokasi dimasa lampau, diera pra kemerdekaan yang menjadi tempat percampuran budaya.

Seperti asal-usul sejarah nama Kwitang itu sendiri yang diabsorpsi dari nama keturunan Tionghoa Kwee Tang Kiam diabad ke 17.

Bentuk asimilasi budaya yang timbul dan diwariskan adalah gerak silat Mustika Kwitang, karena Kwee Tang Kiam merupakan pendekar.

Kwitang,  saat itu adalah pusat interaksi antar budaya. Sesuai dengan sejarah  kehadiran kolonial Belanda yang menghancurkan Jayakarta, dan membangun  kantor kedudukan VOC ditahun 1619.

Setidaknya,  sebagai pusat magnitude, warga lokal Betawi kemudian bersentuhan  langsung dengan budaya kelompok pendatang. Tidak hanya penjajah Belanda,  tetapi juga para pedagang Tionghoa dan Arab.

Salah satu episode yang menyebutkan keberadaan Kwitang adalah cerita tentang kisah tragis romantika cinta Nyai Dasima.

Mengambil  setting era Batavia era Hindia-Belanda sekitar tahun 1813-an. Cerita  pilu karangan G. Francis terbitan tahun 1896, dihimpun atas kisah nyata  seorang istri simpanan pejabat kolonial Edward William bernama Dasima.

Pada  akhir kisah cinta segitiga yang diwarnai bumbu keserakahan dan cinta  terlarang, Dasime lari bersama Samiun si tukang sado. Hingga kemudian berakhir tragis ketika Nyai Dasima meregang nyawa di kali Ciliwung.

Tapi  latar Kwitang dalam cerita itu terbilang kelam, karena peran Bang Puase  si pembunuh bayaran dari Kwitang. Lokasi Kwitang memang tersohor, sebagai tempat para pendekar dan jago silat pada masanya.

Era Markas Dakwah

Waktu berganti dan kisahpun berubah. Kwitang kemudian harum dimasa bergemuruhnya periode dakwah Islam.

Tersebutlah  Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi, kemudian dikenal sebagai Habib Ali  Kwitang, yang menghidupkan Majelis Taklim Kwitang sekaligus Masjid al  Riyadh sebagai basis syiar.

Pengembangan  dakwah dari Kwitang berlangsung secara terus menerus, dijaman Habib  Ali. Pembangunan Masjid sendiri telah dimulai sejak tahun 1938.

Jelas tidak mudah membangkitkan dakwah, terlebih pada periode penjajahan kala itu. Dan di Kwitang semua bermula.

Selepas  kemerdekaan, sekitar 1963 perbaharuan Masjid Kwitang diresmikan oleh  Presiden Sukarno dengan menyematkan nama sebelumnya, sebagai Khuwatul  Ummah yang bermakna kekuatan umat dalam menjaga kemerdekaan.

Lalu kemudian, nama tersebut kembali berubah menjadi al Riyadh, yang berarti taman surga hingga saat ini.

Gerakan dakwah lantas bertumbuh, dan menjadi semakin berkembang dengan dimensi keIslaman ditanah Betawi.

Termasuk  menjadi pembuka sekaligus memberi awalan, bagi KH Abdullah Syafi'i  dalam membangun Assyafi'iyah, serta KH Thahir Rohili pada kelahiran  taklim Atthohiriyah.

Dari Kwitang semua kebaikan telah bermula, dan jejak warisan sejarah itu memberi warna indah bagi kita saat ini. Pekik MERDEKA!. Allahu Akbar!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun