Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Garam, Beras dan Data dalam Interaksi Invisible Hand

29 Juli 2017   13:02 Diperbarui: 30 Juli 2017   06:20 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Proyeksi adalah langkah pengukuran yang didasarkan atas asumsi spesifik. Ketika ilmu berkembang dan teknologi semakin menjangkau seluruh perilaku hidup kita, maka proyeksi sebagai bentuk estimasi prediksi semakin presisi.

Reduksi atas tingkat margin of error terjadi secara drastis, sehingga peramalan atas suatu kondisi yang dapat dikalkulasi menjadi lebih terkelola. Diera digital, basis data serta konsolidasinya menjadi hal yang sangat vital, khususnya bagi para pengambil kebijakan.

Abad informasi dan teknologi memudahkan terjadinya pertukaran data. Penguasaan serta pengolahan akan data yang secara acak tersebar didunia maya tersebut, kini menjadi sebuah keunggulan. Penjuru nusantara terhubung dalam konektivitas komunikasi, dan data berserak layaknya banjir informasi dikenal sebagai big data.

Problem data adalah persoalan klasik dan fundamental. Bahkan untuk menentukan besaran populasi di negeri ini sekalipun, terbilang sulit untuk ditentukan dalam kriteria yang rigid, bahkan sinkronisasi data nampak terpisah dan semua lembaga mengemukakan hasil perhitungan versi masing-masing disetiap departemen.

Pekan ini, komoditas beras dan garam menjadi sorotan. Kisruh supply dan demand terjadi, problem utamanya tidak tersentralisasinya pangkalan data bahan pangan lokal. Ujung muaranya tentu mudah ditebak, dalam jangka pendek adalah pembukaan keran import. Tapi solusi temporal seperti ini sudah menjadi siklus berulang dan terpola.

Pemerintah tampak tidak berdaya melihat kondisi lapangan, padahal tugas dan tanggung jawabnya adalah mensupervisi kerja langsung ditingkat lapangan.

Berdayakan Peran Negara

Dalam teori ekonomi, kita mengenal istilah Invisble Hand yang dimaknai sebagai mekanisme pasar dalam pembentukan harga kesetimbangan, menjadi respon antara interaksi jumlah permintaan dan penawaran yang terbentuk secara alamiah.

Peran pemerintah ditiadakan dalam mekanisme pasar, meski sesungguhnya dititik tersebutlah pemerintah dapat memunculkan otoritasnya sebagai regulator bagi kepentingan hajat publik.

Dalam kapasitas pemerintah sebagai pelindung masyarakat, baik yang bertindak sebagai konsumen maupun produsen, maka pemerintah harus cerdik melangkah dan cermat mengambil keputusan.

Kenaikan harga garam menghasilkan kesulitan bagi konsumen, sementara itu rendahnya harga beli gabah ditingkat petani membuat masyarakat tidak tertarik mengembangkan sektor pertanian.

Intervensi negara dalam memastikan keseimbangan dilakukan dengan masuk kedalam mekanisme pasar melalui peraturan yang dibentuknya. Kita kenal Floor Price dan Ceiling Price sebagai instrumen penentuan harga terkontrol yang dikelola pemerintah.

Tentu saja penentuan batasan harga perlu memperhatikan aspek keadilan bagi semua pihak. Pada praktiknya, basis penetapan harga oleh pemerintah seringkali under atau bahkan overprice dari estimasi yang diprediksi sebagai harga pasar. Maka instrumen kebijakan lain harus disusun secara dinamis, dan data serta informasi yang bersebaran itu menjadi penting.

Data cuaca dan iklim dikombinasi dengan sebaran peta produksi, dikalkulasi dengan biaya pendukung dalam perdagangan, yang kemudian diselaraskan dengan basis pertanian yang dimiliki. Hal tersebut akan menghasilkan formulasi yang terbaik, termasuk dalam cara produksi pangan kita, hingga hasil yang optimal, termasuk memastikan distribusi menyeluruh bagi kebutuhan nasional.

Distribusi kesejahteraan terjadi ketika pemerintah mampua berlaku sebagai pengelola yang adaptif terhadap kondisi yang teru menerus berubah. Kebijakan nan kaku, yang diambil tanpa basis data yang cukup dan tidak menyeluruh akan menyebabkan terjadinya kekisruhan.

Penggerebekan dalam upaya meminimalisir peran middleman yang membahayakan ketahanan pangan nasional, terutama tanpa konsep langkah menengah dan panjang hanya menambah kegaduhan baru. Bahkan bukan tidak mungkin, solusi jangka pendek soal keran importase dijadikan sebagai solusi yang berulang.

Sekali lagi, kondisi sedemikian terjadi disebabkan tiadanya data valid tentang kapasitas dan kapabilitas ketahanan pangan nasional kita. Maka mulailah bekerja menggunakan data dalam sistematika yang terstruktur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun