Papan Kinerja Digital yang menampilkan aktivitas harian pejabat kunci secara transparan.
Absensi berbasis agenda kerja, bukan sekadar kehadiran fisik.
Dashboard Kinerja Terbuka, yang bisa diakses publik dan legislatif untuk memantau perkembangan kebijakan.
Langkah ini tak hanya menjembatani persepsi antara kerja nyata dan kehadiran fisik, tapi juga menegaskan bahwa birokrasi agile tidak bisa berdiri di atas ketertutupan. Ia harus bisa dilihat, dievaluasi, dan dipercaya.
Kepemimpinan Dedy Mulyadi yang spontan, progresif, dan menyentuh langsung akar rumput---tidak akan maksimal jika tidak ditopang oleh figur birokrat seperti Herman Suryatman yang disiplin, terstruktur, dan berpikir sistem. Keduanya adalah dua kutub yang saling mengisi: politik kebijakan dan teknokrasi administrasi, gerakan massa dan reformasi birokrasi.
Di sinilah titik keseimbangan dibangun. Gubernur adalah api semangat rakyat, Sekda adalah kompas arah kebijakan. Gubernur menyalakan keberanian, Sekda memastikan keberanian itu tepat sasaran.
Kisah Sekda Jabar, Herman Suryatman dan pendekatan "sabubukna" serta "sanajan"-nya adalah contoh konkret bahwa birokrasi yang agile itu mungkin---asal ada kemauan, keberanian, dan sistem pendukung.
Bagi birokrat di seluruh Indonesia, ini bukan hanya cerita tentang Sekda Jawa Barat. Ini cermin bahwa kita semua bisa---dan harus---bergerak. Karena pada akhirnya, rakyat tidak menuntut kehadiran kita di ruang rapat. Mereka menuntut hasil nyata di ruang hidup mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI