Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Give a mom a break and she will conquer the world!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Musim Semi, antara Greta, Pippi Si Stoking Panjang, dan Net-Zero Emissions

16 Oktober 2021   17:30 Diperbarui: 16 Oktober 2021   17:32 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Musim Semi"  - Illustration by si Cantik

Tidak hanya bernyali, dia juga "mahal". Karena talk is cheap, tapi "walk the talk" itu mahal dan tidak semua orang punya nyali dan tekad untuk melakukan apa yang disuarakannya.  

Terlepas dari pro dan kontra diluar sana, gadis pemberani ini mengingatkan aku pada Pippi Longstocking alias Pippi Si Kaos Kaki Panjang.  Tokoh dalam cerita anak-anak yang terkenal, yang juga berasal dari Swedia dan secara kebetulan juga salah satu tokoh cerita favorit si Cantik. Pippi adalah juga gambaran keberanian untuk berpikir dan bertindak out of the box. Tidak ikut arus hanya untuk diterima lingkungannya, tapi punya pendirian sendiri yang kuat dan tahu apa yang dia perjuangkan.  Demi tujuan yang baik, tentunya. 

Greta adalah contoh remaja yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. 

Semoga begitu selalu ya, Greta. Jangan seperti aku, yang ketika seusiamu terlalu sibuk menyesuaikan diri dengan maunya teman-temanku, hanya supaya diterima. Tidak berani bersuara, apalagi menyuarakan yang sesuatu yang out of the box.  Kepikiran pun enggak. Kalaupun kepikiran, takut ditertawakan, dianggap aneh lalu ditinggalkan teman-teman. Aduh si cantik, jangan kamu tiru mama-mu ini  kelak kalau kamu remaja. Tiru saja si Greta :)

Sore itu, aku lega karena telah membuat keputusan yang tepat. Skip belajar matematika untuk mendengar tentang Greta yang luar biasa. 

Lebih lega lagi, karena Edmund telah menemukan inspirasi yang tepat diusia remajanya yang masih dini. Terutama karena ia sangat cerdas dan tipe remaja yang deep-thinker. Salah tokoh panutan, bahayanya bisa berkali lipat dibanding yang kapasitas berpikirnya biasa-biasa saja. 

Itulah sebabnya, ada ungkapan : semakin cerdas anak kita, semakin was-was kita.

Ketika diakhir perbincangan, Edmund berhenti untuk meneguk sisa coklat hangatnya yang sudah tidak hangat lagi, aku menoleh  ke arah si cantik  yang duduk disampingku dan sedari tadi ikut nimbrung dalam pembicaraan kami sambil mencorat coret buku gambarnya. 

Ah Cantik, masih ada harapan untukmu. Untuk generasimu. 

Ditengah deru kegilaan sosial media yang membuat para remaja terbiasa berpikir dan bersikap dangkal, sibuk dengan dirinya sendiri, melakukan apa saja bahkan di luar norma, hanya untuk merasa diterima, padahal belum tentu juga. Masih ada remaja seperti Greta. Juga Edmund. Dan mereka yang lainnya. 

Edmund pun berpamitan karena sudah satu jam lebih kami berbincang, memakai kembali jaket musim semi-nya lalu berjalan kaki pulang ke rumahnya, yang berjarak dua kilometer dari rumah kami. Net-Zero Emissions ala Edmund. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun