Di atas kertas, perusahaan Anda mungkin terlihat sempurna. ISO 27001? Cek. COBIT? Sudah disisipkan dalam SOP. Audit tahunan? Lulus mulus. Tapi mari kita bertanya jujur: apakah sistem TI Anda benar-benar aman, efisien, dan mendukung strategi bisnis? Atau Anda hanya sedang memoles cat pada dinding yang keropos?
Selamat datang di dunia di mana regulasi menjadi panglima, dan kepatuhan menjadi industri. Dunia di mana dokumen lebih penting dari tindakan. Dan di tengah semua itu, makna sejati dari IT Governance terkubur di bawah timbunan kertas dan paranoia audit.
Kepatuhan Telah Menjadi Tujuan, Bukan Alat
Ironi terbesar dalam praktik tata kelola TI saat ini adalah bagaimana "kepatuhan" telah menjadi tujuan utama. Bukan keamanan. Bukan efisiensi. Bukan nilai bisnis. Tapi semata mata: kepatuhan. Asal dokumen lengkap, checklist terisi, dan auditor tersenyum, maka manajemen merasa berhasil.
Framework seperti ISO, COBIT, dan NIST dibuat sebagai panduan. Tapi saat ini, mereka telah disulap menjadi daftar belanja. Organisasi mengejar sertifikasi bukan karena ingin memperbaiki diri, tetapi karena takut kalah bersaing atau kena sanksi. Yang penting punya "lencana", soal implementasi belakangan.
Auditor Jadi Raja, Risiko Jadi Formalitas
Dalam banyak organisasi, diskusi risiko TI lebih banyak dipicu oleh jadwal audit daripada realitas ancaman. Tim akan sibuk menyiapkan dokumen menjelang audit, mengatur ulang akses pengguna, menyusun kembali SOP, dan membuat notulen dadakan.
Setelah audit selesai? Semua kembali ke kebiasaan lama. Password tetap mudah ditebak. Backup tidak diuji. Log aktivitas tidak dianalisis. Karena semua itu tidak diperiksa auditor.
Inilah bukti nyata bahwa kepatuhan tidak selalu identik dengan kesiapan.
Regulasi Meningkat, Tapi Serangan Siber Juga Meningkat
Fakta menarik: dalam dua dekade terakhir, jumlah standar, peraturan, dan pedoman keamanan informasi meningkat drastis. Tapi di saat yang sama, jumlah insiden kebocoran data dan serangan siber juga meningkat tajam.
Apakah ini berarti regulasi gagal? Tidak. Tapi ini membuktikan satu hal: dokumen tidak akan pernah bisa menggantikan budaya.
Anda bisa membuat 300 halaman kebijakan keamanan, tapi jika karyawan Anda masih mengklik tautan mencurigakan, semuanya sia-sia.