(Pentigraf)
Paimin sudah tak tahan. Sesuatu yang menyembul-nyembul di dalam perutnya memaksa keluar. Hok...hok...hok... Semua mata seperti tertuju padanya. Beberapa melempar pandangannya ke luar jendela.Â
Jemari tangan mereka seperti reflek merapat ke hidung. Seolah tak rela aroma khas itu terhirup. Paimin sudah tak peduli. Pusing masih menggelayut. Untung ada kresek bekas wadah jajanan.
Masih asam tenggorokannya. Seorang ibu paruh baya menawarkan minyak angin. Kurang hormat bila tak diterimanya. Lumayan, sedikit mengurangi pening. Sesekali Paimin membuka kresek hitam yang teronggok di sampingnya, membuang yang masih tersisa di mulutnya. Tak mungkin ia melempar kresek itu keluar jendela. Khawatir kena orang, pikirnya.
Tiba-tiba ia merasa sekelilingnya diam tak bergerak. Ia menoleh keluar. Ada semak dan tak nampak ada orang. Perlahan ia ambil kresek itu dan melemparnya keluar.Â
Alhamdulillah, lega hatinya. Namun, sekelebat ia melihat ada lelaki berpakaian kumal mendekati semak. Paimin terbelelak menyaksikan adegan yang luar biasa. Lelaki kumal itu memungut kresek yang dibuang Paimin dan dengan senyum kegirangan membukanya.Â
Tak hanya itu, ia kemudian melumat habis isi keresek itu dengan lahapnya. Adegan itu kembali memicu mual yang tak tertahankan. Seisi perut Paimin terlempar ke mana-mana. Dengan sisa kesadaran dan tenaga ia ambil tas dan turun dari bus. Sepertinya tak ada yang melihat karena semua penumpang sedang rehat di rest area. Paimin berlalu dengan tenggorokan masih menyisakan pahit. Sepahit pengalamannya hari itu.