Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Drakor "The Glory", Sebuah Perspektif dari Mantan Korban "Bullying"

16 Januari 2023   06:40 Diperbarui: 16 Januari 2023   06:42 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak rilis di Netflix pada 30 Desember 2022, Drama Korea "The Glory" menjadi satu tontonan populer. Meski hanya terdiri dari 8 episode dan baru menuntaskan bagian pertamanya, drama ini menyajikan satu perspektif menarik.

Saya menyebut demikian, karena drakor yang dibintangi Song Hye Kyo ini menampilkan satu potensi "kekuatan" yang bisa ditampilkan seorang korban "bully", setelah menghadapi masa-masa sulit, dan tidak bisa memaafkan itu walau sudah lama lewat.

Sebagai seorang mantan korban "bully" di masa remaja dulu, ada satu hal yang membuat saya menikmati dan mengapresiasi drakor ini.

Ada rasa sakit karena penderitaan, yang menghasilkan rencana dan aksi pembalasan epik. Kata orang, "coneback is real".

Jujur saja, beragam rencana dan aksi pembalasan yang ditampilkan cukup mewakili mimpi liar (setidaknya sebagian) korban "bully".

Dalam banyak kasus, korban "bully" memang biasa terjebak dalam situasi serba salah. Dilawan atau tidak, ujungnya tetap kena bully. Benar-benar tak berdaya.

Bagian lain dari drakor ini yang sangat relevan datang dari cara pandang dan situasi pem-bully pada umumnya. Apa yang dilakukan hanya untuk bersenang-senang, dan setelah masanya lewat, jargon "life must go on" jadi kata kunci.

Tidak banyak perundung yang menganggap tingkah mereka sebagai satu kesalahan, dan ini membuat mereka bisa menjalani hidup seolah tak terjadi apa-apa.

Sedihnya, di saat mereka merasa bahagia, ada korban bully yang harus berjuang dengan luka dan rasa trauma, untuk kesalahan yang justru dilakukan orang lain.

Kalau luka fisik yang didapat, itu masih bisa sembuh setelah diobati. Bagaimana dengan luka mental?

Inilah yang butuh waktu lama untuk pulih. Kadang, situasinya jadi sulit, karena masalah kesehatan mental seperti ini kadang masih dianggap remeh.

Jadi, bukan kejutan ketika para pem-bully itu balik dilawan dan berhasil, mereka justru akan merasa lebih tersakiti.

Pada titik tertentu, mereka juga akan berusaha merusak karakter korban bully, karena mereka menganggap ini urusan menang atau kalah.

Padahal, menang atau kalah di sini tak ada artinya. Kesalahan dan momen pahit yang sudah terjadi tidak bisa diubah apalagi dihapus.

Bagi korban bully yang tidak berdaya untuk membalas, pembalasan adalah sebuah mimpi yang hanya menjadi sebuah mimpi liar. Salah satu gambarannya kurang lebih mirip dengan apa yang ditampilkan drakor "The Glory".

Di luar ide ceritanya yang keren, pesan tersirat dari drakor ini seharusnya bisa menjadi satu medium edukasi kesehatan mental yang bisa bermanfaat.

Bukan hanya jargon "comeback is real" saja yang perlu digembar-gemborkan, tapi ada realitas berwujud "struggle is real" yang perlu disadari dan dihadapi.

Pem-bully memang hanya segelintir oknum dari keseluruhan, dan pada batas tertentu tingkah mereka bisa didiamkan. Tapi, ketika semua dilakukan secara sistematis, terus-menerus dan dihadapi sendiri, disitulah rasa pahit itu datang.

Pada titik tertentu, mereka memang bisa dimaafkan secara pribadi, tapi butuh waktu lebih lama untuk bisa memaafkan atau merelakan memori pahit yang sudah dicekoki para pem-bully.

Inilah bagian tersulitnya, dan masih akan seperti itu selama "bullying" masih membudaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun