Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Secuil Harapan untuk Kota Nusantara

19 Januari 2022   12:56 Diperbarui: 19 Januari 2022   14:58 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain Kota Nusantara (Kementerian PUPR via kompas.com)

Setelah UU Ibu Kota Negara diresmikan DPR, dan "Nusantara" ditetapkan sebagai nama ibu kota negara yang baru, kejelasan soal rencana pemindahan ibu kota negara ke pulau Kalimantan akhirnya menemui titik terang.

Dengan demikian, sebentar lagi Jakarta akan menyusul jejak Yogyakarta sebagai "mantan ibu kota negara". Seperti diketahui, pada masa revolusi fisik (1945-1949) Yogyakarta sempat menjadi ibu kota negara, menyusul situasi Jakarta yang kurang kondusif.

Tapi, saya tidak hendak membahas itu. Saya hanya ingin menyampaikan sedikit harapan buat kota Nusantara, dalam posisi saya sebagai seorang warga negara berkebutuhan khusus.

Harapan itu sebenarnya sederhana saja: Nusantara bisa menjadi kota yang fasilitas umumnya aksesibel buat semua orang, termasuk warga negara berkebutuhan khusus.

Di banyak tempat, aksesibilitas fasilitas umum sebenarnya masih menjadi satu PR besar, karena sifat kegunaannya belum universal.

Sebagai contoh, trotoar ada, tapi banyak yang berlubang, khususnya di daerah bukan pusat kota besar. Jika diperbaiki pun, trotoar itu tetap sulit diakses, karena desainnya cenderung hanya mempertimbangkan kondisi fisik "normal".

Nyaris tak ada bidang miring yang landai untuk diakses penyandang disabilitas secara aman. Apa boleh buat, sisi pinggir jalan aspal yang datar kadang jadi pilihan. Sebenarnya berisiko, tapi tak ada pilihan lain.

Di kota besar, terutama di area seputar pusat kota, area pedestarian memang ada. Jalannya cenderung lebar dan landai, lengkap dengan tegel bertanda khusus untuk untuk diakses tunanetra.

Masalahnya, fasilitas ini tidak sepenuhnya bisa diakses, karena kadang digunakan untuk fungsi lain, yang bisa membuat geleng kepala.

Sebagai contoh, semasa di Jakarta dulu, saya sering melihat, trotoar yang sebenarnya bisa diakses, justru lebih sering digunakan untuk tempat parkir motor, lapak warung tenda, atau lapak pedagang asongan.

Pemandangan ini tak banyak berubah, sekalipun Pemprov DKI memperlebar trotoar di sejumlah ruas jalan. Parahnya tingkat kemacetan Jakarta, khususnya di jam sibuk, kadang membuat trotoar jadi jalur alternatif dadakan buat pengendara sepeda motor. Jalur alternatif yang cukup menguji nyali.

Di Yogyakarta, masalah ini juga muncul, khususnya saat banyak wisatawan datang berkunjung. Soal kemacetan, Yogyakarta memang belum separah Jakarta, tapi soal "alih fungsi trotoar', masalahnya cukup mirip, dan masih jadi PR untuk dibereskan.

Kalau sudah begini, keamanan saja sudah terabaikan, apalagi aksesibilitas. Itu baru trotoar, belum yang lain.

Makanya, saya berharap, kota Nusantara nanti tidak bertemu dengan masalah ini. Dengan konsep ramah lingkungan yang dicanangkan, seharusnya kota ini bisa menjadi kota yang ramah buat pejalan kaki, difabel, dan lingkungan itu sendiri.

Jadi, tak ada lagi masalah seperti macet, banjir, dan sanitasi, karena semua sudah diatur dengan sangat baik, dan semua orang bisa mengakses fasilitas umum yang ada.

Jika ini sukses, kota lain pasti akan meniru, karena ibu kota negara adalah "tempat percontohan" buat kota-kota lain di satu negara.

Dengan demikian, pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan bukan sebuah pemborosan, karena mampu bermanfaat secara luas.

Semoga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun