Pemandangan ini tak banyak berubah, sekalipun Pemprov DKI memperlebar trotoar di sejumlah ruas jalan. Parahnya tingkat kemacetan Jakarta, khususnya di jam sibuk, kadang membuat trotoar jadi jalur alternatif dadakan buat pengendara sepeda motor. Jalur alternatif yang cukup menguji nyali.
Di Yogyakarta, masalah ini juga muncul, khususnya saat banyak wisatawan datang berkunjung. Soal kemacetan, Yogyakarta memang belum separah Jakarta, tapi soal "alih fungsi trotoar', masalahnya cukup mirip, dan masih jadi PR untuk dibereskan.
Kalau sudah begini, keamanan saja sudah terabaikan, apalagi aksesibilitas. Itu baru trotoar, belum yang lain.
Makanya, saya berharap, kota Nusantara nanti tidak bertemu dengan masalah ini. Dengan konsep ramah lingkungan yang dicanangkan, seharusnya kota ini bisa menjadi kota yang ramah buat pejalan kaki, difabel, dan lingkungan itu sendiri.
Jadi, tak ada lagi masalah seperti macet, banjir, dan sanitasi, karena semua sudah diatur dengan sangat baik, dan semua orang bisa mengakses fasilitas umum yang ada.
Jika ini sukses, kota lain pasti akan meniru, karena ibu kota negara adalah "tempat percontohan" buat kota-kota lain di satu negara.
Dengan demikian, pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan bukan sebuah pemborosan, karena mampu bermanfaat secara luas.
Semoga!