Pada Rabu (3/2) lalu, saya berkesempatan mengunjungi warung makan The Next Sate Ratu bersama rekan-rekan dari komunitas Kompasianer Jogjakarta alias K-JOG. Sekelumit cerita tentang momen itu sendiri sudah saya abadikan di sini.
Tapi, ada satu hadiah tersisa darinya, yang baru sempat saya nikmati sampai tuntas. Bukan voucher makan, karena itu sudah saya berikan kepada para satpam di kantor, supaya mereka semua bisa ikut menikmati.
Hadiah itu adalah buku "Kok Bisa Gitu", karya Fabian Budi Seputro, sang tuan rumah The Next Sate Ratu. Sebagai seorang yang memang gemar membaca sejak kecil, hadiah ini tak kalah menyenangkan dengan seporsi Sate Merah yang sempat saya nikmati di sana.
Buku ini memang jadi memorabilia dan hasil refleksi Pak Budi, atas proses yang sejauh ini sudah dijalaninya sebagai seorang wirausahawan.
Jujur, genre cerita sukses atau motivasi bisnis adalah satu yang belakangan cukup saya hindari. Penyebabnya, buku genre ini terkadang punya begitu banyak drama.
Saking banyaknya, pesona drama ini kadang menutupi pesan utama. Akibatnya, "insight" yang seharusnya bisa didapat justru tak terjangkau.
Masalah ini membuat buku genre tersebut biasanya layak difilmkan, tapi kurang layak baca. Penyebabnya, penekanan pada aspek esensial kalah akibat terlalu banyak bumbu drama, seperti sayur kelebihan garam.
Tapi, syukurlah pada buku "Kok Bisa Gitu?" ini semuanya serba proporsional. Ada cerita lika-liku perjalanan, tapi disampaikan dengan wajar. Jadi poin-poin "insight" yang ingin disampaikan bisa tersampaikan dengan baik.
Membaca buku terbitan tahun 2020 ini, membuat saya seperti mengulang lagi momen saat mengobrol dengan Pak Budi. Santai, tapi jelas dan tegas.
Kesimpulan yang didapat pun konsisten, antara yang saya dapat lewat obrolan dengan yang saya baca di buku.
Mungkin, cerita di buku ini tak sedramatis telenovela, tapi kejujuran dan cara pandangnya yang realistis membuatnya sangat relevan dengan situasi sekarang.
Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, banyak orang berlomba-lomba membuat inovasi, dan merintis usaha, dengan bermodal suntikan dana investor, bahkan pinjaman dari sana-sini.
Tapi, sangat sedikit yang berhasil, karena banyak yang enggan memulai dari bawah, atau minimal mau turun ke bawah.
Tak heran banyak yang hanya bertahan sebentar, karena saat usaha mulai berjalan, sang pemilik ini malah sibuk jalan-jalan. Entah piknik ke daerah-daerah wisata, atau sibuk meladeni sorotan media.
Itu situasi saat Corona belum menyerang. Saat masih pandemi begini, semua pasti akan lebih rumit, karena  serba harus berhemat.
Dalam merintis usaha Sate Ratu nya, Pak Budi sendiri memang memulai dari nol, dengan modal pengalaman dan dana sendiri.
Memang ada trial and error pada prosesnya, tapi dari situlah proses tumbuh kembang berjalan, baik secara kinerja spesifik maupun sebagai entitas bisnis secara umum.
Dari sini, mereka terlihat benar-benar sudah siap untuk naik level pada waktunya, karena memang memulai dari bawah.
Kelihatannya kurang menyenangkan, tapi inilah realita yang sering diabaikan dan dihindari, karena dianggap terlalu mengada-ada.
Pandangan berbeda lainnya muncul, dari penekanan Pak Budi pada identitas dan kualitas produk, ketimbang kuantitas cabang. Dua hal ini memang sangat penting, karena jadi ciri khas produk.
Pendekatan ini jauh lebih efektif, karena mampu menciptakan ikatan lebih kuat dan awet dengan konsumen, ketimbang hanya mengandalkan eksposure masif dari media.
Hal ini akan membuat sebuah entitas bisnis dapat bertumbuh kembang dari segi profit, dan berakar kuat, sehingga dapat bertahan di situasi sulit sekalipun.
Sebenarnya, masih ada banyak lagi "insight" yang tersaji di buku ini. Kita hanya perlu menikmatinya dengan perspektif masing-masing. Siapa tahu, ada yang tergugah karenanya.
Buku ini memang cocok dibaca mereka yang ingin memulai usaha tanpa drama berlebihan, atau mereka yang bosan dengan cerita sukses yang gayanya  begitu-begitu saja.
Selamat menikmati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI