Ada juga tim kreatif yang ikut mengkonsep ide, melakukan riset, mengevaluasi kualitas konten, atau sebatas menampung kritik saran dari pemirsa. Tujuannya, agar kualitas konten bisa terus ditingkatkan, dan jika kontennya adalah promosi produk tertentu, sang influencer harus dipastikan sudah paham betul, produk macam apa yang akan dan sedang mereka promosikan.
Di satu sisi, ini mempertegas perhatian para influencer terhadap kualitas konten, setidaknya menurut standar pribadi mereka. Untuk mengelola konten, ada tim yang bisa saling mengisi dengan keahlian masing-masing. Ada yang ahli edit video, penata artistik, dan sebagainya.
Boleh dibilang, ini adalah sebuah upgrade, dalam bentuk versi ukuran mini dari televisi. Disebut demikian, mengingat jumlah kerabat kerjanya relatif sedikit, dengan sang influencer sebagai episentrum. Meski begitu, para influencer ini tetap berpeluang menjangkau dunia, karena berkat kemajuan teknologi, hanya langit yang menjadi batas jangkauan mereka.
Di sisi lain, perhatian influencer terhadap kualitas konten, antara lain dengan keberadaan tim kerabat kerja di balik layar, sekaligus membuktikan kesimpulan Gomez (2019), yakni,Â
"Tidak semua kreator konten adalah influencer, tapi semua influencer adalah kreator konten, yang membangun modal sosial dari atensi publik atas konten mereka.".
Â
Referensi jurnal:
Gomez, A. R. (2019). Digital Fame and Fortune in the Age of Social Media: A Classification of  Social Media Influencers. aDResearch: Revista Internacional de Investigacion en Comunicacion, (19), 8-29.