Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Unik Morata dan Kota Madrid

29 Januari 2019   10:19 Diperbarui: 29 Januari 2019   10:23 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara soal kiprah pesepakbola, ada banyak tipe pemain, menurut lokasi klub yang dibelanya. Ada yang setia dalam satu klub sampai pensiun seperti Paolo Maldini (AC Milan) dan Carles Puyol (Barcelona). Ada juga yang bertipe "petualang tiga benua" seperti Diego Forlan (Uruguay) atau Paulinho (Brasil).

Tapi, diantara pemain-pemain bertipe petualang, ada juga pemain yang seolah punya "ikatan khusus" dengan kota kelahirannya. Kemanapun ia pergi, ia pasti akan "pulang kampung" dan membela klub kota kelahirannya. Ia adalah Alvaro Morata (26), pemain Chelsea asal Spanyol yang baru saja resmi dipinjamkan ke Atletico Madrid, Senin, (28/1) silam. Di Atletico, Morata dipinjamkan selama 18 bulan, dengan opsi transfer permanen di akhir masa pinjaman.

Lahir di Madrid, Morata merintis karier juniornya di tiga klub berbeda, yang sama-sama bermarkas di kota Madrid, yakni Atletico Madrid, Getafe, dan Real Madrid. Di Real Madrid-lah Morata memulai karir di level senior. Tapi, ibarat orang berpacaran, ikatan Morata dan Real Madrid tergolong gemar "putus-nyambung".

Dua kali datang dan pergi. Begitulah alur perjalanan karir Alvaro Morata (24) dan Real Madrid. Pada kesempatan pertama, Morata pergi ke Juventus, pada tahun 2014, untuk kembali ke Real Madrid tahun 2016.

Morata sendiri, kala itu dipulangkan Real Madrid, berkat performa bagusnya di Juventus, dan kejelian Real Madrid, yang menyelipkan klausul pembelian kembali  seharga 30 juta euro. Bersama Juventus, Morata mencetak total 27 gol dari 93 laga, dengan meraih sepasang Scudetto, sepasang trofi Coppa Italia, dan mencetak gol di final liga Champions musim 2014/2015 (meski Juventus akhirnya kalah 1-3 dari Barcelona).

Sekembalinya ke Real Madrid, Morata mampu tampil produktif. Meski tak selalu jadi starter, penyerang jebolan Real Madrid Castilla ini mampu mencetak 20 gol dari 43 laga pada musim 2016/2017. Catatan ini, lebih baik dari periode pertamanya di Santiago Bernabeu (2010-2014), yang hanya mencetak 11 gol dari 52 laga. Di Real Madrid, Morata antara lain berhasil meraih masing-masing sepasang trofi Liga Champions Eropa, dua gelar La Liga, dan dua gelar Copa del Rey.

Performanya bersama El Real, mampu menarik minat dua klub raksasa Inggris, yakni Manchester United dan Chelsea di bursa transfer musim panas 2017 silam. Kedua klub sama-sama sedang mencari penyerang tengah ideal. Kebetulan, Morata sendiri sedang galau, karena ia tak selalu jadi starter di Real Madrid. Situasi ini, memaksa Real Madrid membuka pintu negosiasi dengan duo EPL itu, untuk menguangkan Morata.

Awalnya, Manchester United (MU) maju duluan mendekati Morata. Dari sisi teknis, rencana transfer ini cukup cerdik. Karena, Jose Mourinho (pelatih MU saat itu), adalah pelatih Morata saat debut di Real Madrid. Jadi, ia cukup mengenal gaya main Morata. Tapi, belakangan MU mundur dari pengejaran Morata, setelah sukses menggaet Romelu Lukaku (Belgia) dari Everton seharga 75 juta pounds. Pada prosesnya, United sukses menikung Chelsea yang juga mengincar Lukaku.

Berangkat dari kegagalan menggaet Lukaku inilah, Chelsea lalu serius mengejar Morata. Akhirnya, setelah melalui negosiasi intens, Real Madrid bersedia melepas Morata ke Chelsea, dengan harga total 70 juta pounds, tanpa klausul pembelian kembali.

Awalnya, Morata, yang dikontrak Chelsea selama 5 tahun, diplot sebagai pengganti Diego Costa, penyerang bengal yang masuk daftar jual Si Biru, akibat berkonflik dengan pelatih Antonio Conte. Uniknya, Costa sekarang menjadi rekan setim Morata di Atletico Madrid.

Tapi, alih-alih produktif, Morata justru melempem saat berseragam Chelsea. Akibatnya, produktivitas gol Chelsea merosot, dan Chelsea yang memulai musim 2017/2018 sebagai juara bertahan, hanya mampu finis di posisi kelima. Alhasil, meski berhasil meraih trofi Piala FA, Antonio Conte dipecat dari posisi pelatih, dan digantikan oleh Maurizio Sarri, yang didampingi Gianfranco Zola (legenda Chelsea asal Italia) sebagai asisten pelatih.

Kedatangan Sarri ke Stamford Bridge, menjadi lanjutan mimpi buruk Morata di London. Karena, akibat performanya yang inkonsisten, Morata akrab dengan bangku cadangan dan rumor kepindahan ke klub lain. Sarri sendiri lebih memilih untuk mengandalkan Eden Hazard sebagai "false nine", karena bintang timnas Belgia itu terbukti cukup produktif, bahkan lebih tajam dari para penyerang murni di Chelsea sejauh ini.

Situasi makin runyam buat Morata, setelah Sarri meminjam Gonzalo Higuain dari Juventus, di bursa transfer musim dingin ini. Keputusan ini diambil Sarri, karena catatan gol Morata di Chelsea cukup memprihatinkan: mencetak 24 gol dari 72 penampilan. Sebuah performa yang medioker, untuk ukuran  pemain berharga mahal sepertinya. Apa boleh buat, ia harus segera mencari klub baru agar nasibnya tak semakin merana.

Bak gayung bersambut, Morata pun lalu didekati oleh Atletico Madrid, klub masa kecilnya dulu. Atletico memandang Morata sebagai opsi ideal, untuk melapis lini depan mereka. Maklum, Diego Costa belakangan absen cukup lama karena cedera. Dengan jadwal padat di La Liga dan fase gugur Liga Champions, terlalu riskan buat Atleti, jika hanya mengandalkan Antoine Griezmann di lini depan.

Alhasil, Morata kembali "pulang kampung" ke kota Madrid untuk ketiga kalinya. Hanya saja, kali ini ia mengenakan seragam putih-merah Atletico Madrid. Menariknya, transfer ini seolah menegaskan, Morata memang punya ikatan batin sangat kuat dengan kota Madrid, kota kelahirannya.

Dengan reputasi mentereng Atletico sebagai klub yang jago memoles pemain depan, Morata boleh berharap, ia akan menjadi lebih baik setelah ini. Tapi, dengan usianya saat ini, kepindahan ke Atletico menjadi kesempatan terakhir buatnya, untuk memperbaiki reputasi sebagai seorang pemain depan. Jika gagal, ia harus bersiap untuk diingat sebagai "pemain biasa yang beruntung" karena pernah memperkuat tim-tim besar Eropa, dan meraih sejumlah trofi, meski performanya tergolong biasa saja alias tidak istimewa.

Akankah peruntungan Morata membaik bersama Atleti?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun