Mohon tunggu...
Politik Pilihan

01 atau 02, Pilih Aku atau Dia yang Kamu Suka

2 Maret 2019   14:13 Diperbarui: 4 Maret 2019   09:00 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Capres/Cawapres 01 atau 02 adalah pribadi yang coba ditawarkan. Tawaran yang mengguga pikiran untuk berpikir. Berpikir tentang apa yang ditawarkan. Tawaran yang menuntut pada pilihan.  Seperti seorang anak kecil yang hobi menonton sinetron dan juga hobi berbelanja.  Sedang asik-asiknya ia menonton sinetron kesayangannya, ia diminta orang tuanya untuk pergi berbelanja. 

Dia dihadapkan pada pilihan. Si anak kecil diajarkan untuk menentukan sikap. Sikap untuk memilih dan menentukan dari kedua hobinya itu. Mana yang terbaik dari kedua hobinya itu. Si anak di ajarkan bahwa dalam kehidupan ini penuh tawaran. Tawaran dalam kehidupan ini penuh tantangan. Tawaran dan tantangan akan menghiasi kehidupannya. 

Hidup adalah perjuangan. Perjuangan untuk menentukan tawaran dan menghadapi tantangan.
Sama seperti si anak kecil. Kehidupan berbangsa dan bernegara pun penuh tawaran dan tantangan. Dalam menghadapi tawaran dan tantangan dibutuhkan perjuangan. Perjuangan untuk hidup lebih baik. Hidup lebih sejahterah.

 Perjuangan para mahasiswa tahun 1998 misalnya. Perjuangan itu membuka cakrawala berpikir untuk memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Perjuangan mahasiswa melahirkan dan menghentikan suatu masa. Tumbangnya masa Orde Baru dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 mei 1998 maka lahirlah masa Reformasi. Reformasi adalah suatu perubahan tatanan prikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. 

Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang pilitik, sosial, ekonomi dan hukum. Mahasiswa sebagai penggerak kelahiran masa reformasi. Reformasi menawarkan suatu perubahan dalam sistem pemerintahan. Maka lahirlah sistem pemilihan umum  secara langsun.

Pemilihan langsung Presiden secara lansung pertama kali di Indonesia dan juga pertama kali di erah Reformasi. Saat itu pesta demoktasi dimenagkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla. Dengan berlangsungnya sistem pemilihan presidan dan wakil presiden secara langsung tensi atau suhu politik saat pesta demokrasi kian memanas dari tahun ke tahun. Dan makin sulit dibendung kegilaan suhu politik di Indonesia.


Panasnya suhu politik 2019 sangat menguras otak. Isu-isu yang dibangun oleh pasangan calon 01 dan 02 sesungguhnya bermuara pada kebinekaan Indonesia yang kian hari kian kendor. Panasnya suhu politik di tahun politik 2019 menghadirkan sikap kritis dari masyarakat pemilih. Sebagai negara dengan pluralitas agama, masyarakat Indonesia perlu menjalin hubungan yang harmonis antarumat beda agama. 

Pluralitas religius adalah kekayaan bangsa Indonesia tetapi sekaligus menjadi lahan subur bertikaian. Pluralitas religius menuntut sikap terbuka dan kerelaan berdialog antar umat beragama demi menghindari dan mewaspadai terjadinya intoleransi.

Pada zaman ini, sikap toleransi dalam bayang-banyang intoleran. Intoleransi yang tidak kunjung surut sejak era reformasi. Untuk itu, dibutuhkan keseriusan dalam mengatasi masalah intoleransi. Dan setiap masyarakat dapat hidup damai dan tentaram serta mendapat perlindungan dari negara. Meski intesitas intoleransi terus menurun dari tahun ketahun, tetapi ancaman intolransi tidak perna absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam negara kita terdapat beberapa jenis agama yang berbeda. Dari satu sisi perbedaan-perbedaan yang ada dilihat sebagai kekayaan bangsa. Hal ini mendorong setiap penganut untuk saling menghargai, saling memperkaya  nilai-nilai keagamaan masing-masing.

Perbedaan tidak boleh dilihat sebagai pertentangan tetapi dipandang sebagai pembanding, pendorong bahkan penguat dan pemurni. Penganut agama yang berbeda-beda harus mampu hidup bersama dalam perbedaan.

Namun, dalam sejarah perbedaan agama menjadi pemicu pertengakran atau perpecahan. Di sini, kita perlu membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki kharisma. Pemimpin tidak hanya mampu beretorika melainkan diukur  melalui tindakakan dan hasil kerja.

Namun, menjadi menarik adalah para kandidat saling beradu visi dan misi, panasnya suhu politik pemilihan umum secara  serentak  di tahun 2019 in,  tidakterlepas dari Pilkada DKI tahun kemarin. 

Di sini terlihat dengan jelas bahwa adanya kemerosotan demokrasi.  Jika kemerosotan demokrasi ini terus berlanjut,  maka akan timbul persoalan-persoalan yang kian kompleks dan bisa saja sulit terbendung.

Sesungguhnya para cendikiawan memiliki andil dalam proses dan perkembangan sistem demokrasi bangsa Indonesia, bukannya malah menjadi penghasut dalam kehidupan sosial masyatakat. Para cendikiawan dan elit politik sesungguhnya memberikan pemahaman yang benar tentang kelebihan visi dan misi dari kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Sehingga masyarakat dapat menentukan pilihan. 

Pilihan yang lahir dari kehendak bebasa. Pilihan yang lahir dari hasil berpikir. Berpikir tentang apa tawaran. Tawaran  untuk menentukan pilihan. Pilihan kepada pasangan  calon 01 atau 02, pilih aku atau dia yang kamu suka.


Oleh: Yoseph Yoneta Motong Wuwur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun