Mohon tunggu...
Yosef Krisnadi
Yosef Krisnadi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ketika Puncak Gunung Tak Lagi Sepi

4 Juni 2018   01:05 Diperbarui: 4 Juni 2018   01:21 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://ruangpendaki.blogspot.com

"Jika kamu ingin menyendiri pergilah ke gunung" Ungkapan itu mungkin cukup relevan bila kita hidup satu dekade silam.  Dimana pada saat itu masih sedikit orang yang melakukan pendakian gunung. Mendaki gunung hanya dilakukan oleh sebatas kelompok pecinta alam ataupun penggiat kegiatan alam bebas.  Oleh karenanya tidak heran di kaawasan puncak gunung masih sangat sepi oleh pendaki dan masih sangat bersih. Namun setelah adanya media sosial kini keadaan berubah 180 derajat. 

Dengan adanya media sosial, orang semakin mudah mengetahui tempat-tempat dengan pemandangan atau view yang bagus. Salah satunya di kawasan pegunungan. Akibatnya banyak orang yang berbondong-bondong ingin mengunjungi tempat-tempat yang notabene dahulu masih sangat jarang dikunjungi yakni dengan cara mendaki gunung. 

Kegiatan yang dahulu hanya dilakukan oleh segelintir orang dengan pengetahuan tentang survival yang bisa dikatakan mumpuni, kini banyak dilakukan dilakukan oleh orang yang mungkin sama sekali tidak mengetahui tentang teknik belajar hidup di alam bebas.

Bisa dikata, animo kegiatan mendaki gunung semakin hari semakin meningkat. Selain karena faktor media sosial yang semakin hari semakin banyak macamnya, meningkatnya minat akan kegiatan ini juga dikarenakan para pendaki "kekinian" terinspirasi oleh beberapa film petualangan yang menceritakan tentang kegiatan petualangan di alam terbuka. 

Celakanya di beberapa film tidak mengajarkan hal-hal yang mungkin sangat diperlukan oleh pendaki pemula sebagai langkah persiapan awal pendakian mereka, misalnya persiapan fisik atau persiapan alat-alat survival yang memadai guna menunjang kegiatan mereka selama di alam. Akibatnya tentu saja beberapa pendaki "dadakan" akan menemui kesulitan selama melakukan pendakian.

Akibat banyaknya pendaki yang melakukan pendakian, kawasan pegunungan yang dulunya sepi, kini sangat ramai. Saya sendiri mengalami dan merasakan perbedaanya ketika melakukan pendakian ke Gunung Merbabu. Saya melakukan pendakian ke Gunung Merbabu dan Gunung Andong pada tahun 2006, dimana pada saat itu hanya terdapat 3-4 rombongan pendaki yang "ngecamp" di kawasan camping ground, dan hanya beberapa pendaki yang mendaki sampai ke puncak. 

Kini keadaannya sangat berbeda, untuk mendirikan tenda di kawasan camping ground terutama di kawasan Gunung Andong pendaki harus rela berdesak-desakan, bahkan beberapa harus rela mendirikan tenda di jalur ke arah puncak alap-alap yakni di jalur punukan sapi. Hal itu diperparah dengan kelakuan-kelakuan para pendaki yang tidak patut ditiru. 

Sebagai contoh pendaki yang teriak-teriak di malam hari, minum minuman keras hingga mendengarkan musik dengan menghidupkan musik boox keras-keras padahal disampingnya terdapat pendaki lain yang sedang mengaji. Hal tersebut tentu saja merusak makna dari mendaki gunung itu sendiri yakni bersatu dengan alam dan hanya mementingkan ego semata.

Saya bukan seorang pendaki gunung, saya hanya penikmat alam yang rindu akan kondisi gunung seperti pada tempo dulu. Gunung yang masih sepi, kawasan puncak yang bersih, dan bebas sampah, pengunjung yang beretika dan saling peduli satu sama lain daaaan tentunya hawa dingin yangg bisa menusuk disertai obrolan ngalor ngidul bersama sahabat dengan secangkir kopi yang cepat dingin.....

sumber gambar : https://ruangpendaki.blogspot.com/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun