Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membumikan Nilai-nilai Pancasila, Bisakah?

1 Juni 2019   17:55 Diperbarui: 3 Juni 2019   17:27 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno | Sumber gambar: https://news.detik.com 

Adakah yang asing di ditu? Tidak ada, bukan? Semua orang Indonesia sudah diajar dari kecil tentang nilai-nilai itu dalam versinya masing-masing. Entah dalam budaya, kebiasaan hidup, maupun manifestasi dari pengajaran agama yang dianut.

Pada dasarnya semua manusia Indonesia mengakui adanya kuasa dan kekuatan amat dahsyat melebih kuasa dan kekuatan apa pun. Orang beragama menyebutknya Tuhan. Tuhan itulah yang dipahami sebagai pencipta segala sesuatu yang ada di galaksi ini, termasuk kita, manusia.

Konsekuensinya jangan ada orang yang berbuat suka-suka terhadap sesama manusia, termasuk binatang dan tumbuhan. Sebab itu semua ciptaan Tuhan. Menyakiti yang lain, apalagi menghancurkannya, sama artinya melawan Sang Pencipta.

Jangan suka mengkafir-kafirkan orang yang tak sealiran dalam memahami Tuhan. Sebab, benar tidaknya apa yang dipahami dan diyakini dalam agama masing-masing bukanlah urusan manusia sebagai Ciptaan. Itu mutlak urusan Tuhan.

Jangan ada yang gagah-gagahan mengangkat diri sebagai wakil Tuhan di dunia, karena kita hanyalah manusia, Ciptaan-Nya. Bahwa Anda sangat yakin pada keyakinan Anda, tentu saja boleh. Yang lain juga begitu. Namun, jangan saling menyalahkan, apalagi saling menghakimi. Sikap hidup yang begituan tidak dikehendaki Pancasila. Paham?

Bagaimana dengan sila lainnya? Ya, sama saja. Bukan hal baru juga. Setiap kita sudah diajar untuk selalu terikat dengan manusia lain. Mulai dari rumah, tetangga, sampai pada skala bangsa dan negara.

Mengapa? Karena dengan mengikatkan diri dengan manusia lain, bersatu, kita dapat memenuhi kebutuhan hidup bersama. Benar bahwa tanpa berhubungan dengan manusia lain ada yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Ketika masih bayi tetap saja butuh manusia lain, bukan?

Kalau tidak percaya, coba saja tinggalkan rumah dan pergi menyendiri di hutan. Apakah Anda bisa memenuhi semua kebutuhan decara lengkap seperti ketika tinggal di desa atau di kota? Pasti tidak. Anda butuh sabun mandi, odol, pakaian (akalau tidak mau telanjang), periuk untuk menanak nasi, dan sebagainya hasil karya orang lain. Mustahil ada yang bisa melakukannya sendiri.

Dengan bersatu, kita bisa take and give. Bisa saling melengkapi guna menutupi kekurangan masing-masing. Bisa berusaha bersama meraih cita-cita bersama. Itu yang lebih kuat dari pada berjalan sendiri-sendiri. Sukarno bilang, "Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh." SBY bilang, "bersama kita bisa".

Dengan siapa kita bersatu? Tentu saja kepada semua orang dalam berbagai level menurut kebutuhan. Mulai dari rumah, tetangga, dan seterusnya. Pada tingkat negara, para pendiri bangsa dan negara sudah menetapkan batasan manusianya dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai ke Rote. Tetapi pada tingkat dunia, ya seharusnya kepada semua orang yang ada di atas bumi ini. Dengan begitu permasalahan satu atau beberapa negara lebih gampang diatasi bersama dengan negara lain.

Bahwa ada perbedaan di antara manusia-manusia itu, jangan dijadikan masalah. Perbedaan adalah kodrat. Tuhan membuatnya begitu. Oleh sebab itu, jangan ada di antara kita yang anti perbedaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun