Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Politisasi Lockdown di Bawah Ancaman Resesi

22 Maret 2020   08:20 Diperbarui: 24 Maret 2020   18:21 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doni Monardo. Foto: KOMPAS.com/Muhammad Adimaja

Pro-kontra penutupan wilayah semakin keras berhembus seiring peningkatan jumlah orang yang positif mengidap virus korona atau Covid-19. Terlebih pemerintah terlihat gamang “meladeni” isu lockdown.  

Jika dirunut, sejak awal Presiden Joko Widodo sudah menolak dilakukan lockdown atau kekarantinaan wilayah menurut Undang-undang Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018. Bahkan Jokowi terang-terangan mengatakan tidak semua informasi yang dimiliki pemerintah disampaikan  ke publik untuk menghindari keresahan dan kepanikan masyarakat.

Sejumlah daerah lantas bereaksi keras dengan melakukan kebijakan sendiri, termasuk mengumumkan status kejadian luar biasa (KLB). Diawali oleh Wali Kota Solo Hadi Rudyatmo, sejumlah daerah lantas mengikuti. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menerapkan pembatasan sosial (social distancing)  berupa penutupan tempat wisata dan sekolah.

Presiden Jokowi kemudian memberikan kelonggaran kepada daerah untuk menentukan status wilayahnya setelah melakukan koordinasi dengan Gugur Tugas Penanganan Covid-19 yang baru dibentuk pemerintah dan diketuai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letjen TNI Doni Monardo.

Sontak isu sejumlah daerah akan melakukan lockdown berhembus kencang, termasuk Semarang dan Malang meski kemudian dibantah. Terlebih UU Kesehatan memang memberikan kewenangan kepada daeah untuk melakukan karantina.

Menanggapi hal itu Presiden Jokowi  menegaskan lockdown menjadi kewenangan pemerintah pusat. Jokowi pun mengimbau agar masyarakat bekerja, belajar dan beribadah di rumah.

Namun isu lockdown tidak lantas reda. Terlebih jumlah orang yang terinfeksi virus korona semakin bertambah. Bahkan berhembus isu Jakarta dan Jawa Barat sudah siap mengumumkan lockdown. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian lantas melakukan safari daerah untuk “menekan” agar tidak ada penutupan wilayah.

Jakarta  akhirnya hanya menerapkan status tanggap darurat mulai 20 Maret hingga 2 April 2020. Melalui Seruan Gubernur Nomor 6 Tahun 2020, Anies menambahkan kewajiban tutup bagi tempat hiburan malam dan penghentian kegiatan perkantoran. Sementara Gubernur Jabar Ridwan Kamil sebelumnya telah menetapkan status KLB untuk wilayahnya.  

Tetapi isu lockdown tidak kemudian berhenti. Terlebih angka orang yang positif terjangkit virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China, terus bertambah. Hingga Sabtu (21/3), jumlahnya sudah mencapai 450 orang, di mana 20 dinyatakan sembuh sedang 38 lainnya meninggal dunia. Selain itu, tingkat kematian yang tinggi, mencapai 8,4 persen, turut menjadi alasan.

Bagi kubu pro lockdown, termasuk Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra,  pandemi Covid-19 hanya dapat dilokalisir jika dilakukan penutupan wilayah. Bahkan mantan penasehat hukum Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 ini, tegas mengatakan jika kesehatan masyarakat lebih penting dibanding ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun