Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menelisik Motif Pembagian Sembako di Monas

3 Mei 2018   07:44 Diperbarui: 3 Mei 2018   08:59 4083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga mengantri pembagian sembako di Monas. Foto: KOMPAS.com

Baru kali ini ada pembagian sembako untuk ratusan ribu warga tanpa diketahui dengan pasti siapa penyandang dananya. Bahkan izin kegiatan menggunakan nama acara lain. Pernyataan buru-buru pihak kepolisian terkait kematian dua bocah yang ikut antri sembako di Monumen Nasional, kian menimbulkan tanda tanya terkait kredibilitas dan motif penyelenggara.

Acara bagi-bagi sembako di Monas Jakarta Pusat, Sabtu 28 April 2018, sebenarnya sudah menuai kontroversi sejak awal. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Tinia Budiati sempat melarang kegiatan tersebut karena dikuatirkan menimbulkan masalah.

Namun karena kupon sudah terlanjur disebar, izin akhirnya diberikan. Menurut Ketua Panitia Ketua Forum Untukmu Indonesia (FUI) David Revano Santosa alias Dave Santosa, acara bagi-bagi sembako merupakan bagian dari kegiatan bakti sosial dalam acara kebangsaan, parade budaya dan ibadah lintas agama serta perayaan Paskah umat Kristiani.

Kegiatan ini kemudian menjadi ramai karena dua isu yang menyelimuti. Pertama, banyak pihak menduga acara bagi-bagi sembako di Monas merupakan kegiatan politik yang didukung Istana dan PDI Perjuangan. Sebab sebelumnya, saat kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Sukabumi, Jawa Barat, disertai acara bagi-bagi sembako yang dikoordinir kepolisian setempat. Dave diketahui juga pernah menjadi ketua fasilitator Forum Relawan Jokowi (ForJokowi) saat gelaran Pilpres 2014 lalu.

Dave Santosa. Foto: kumparan.com/facebook
Dave Santosa. Foto: kumparan.com/facebook
Jika melihat besaran acara dan jumlah kupon sembako yang dibagikan- konon panitia menyediakan 400 ribu paket sembako terdiri dari  beras, minyak goreng, gula pasir dan mie instan, plus akan siang gratis, sulit untuk mempercayai kegiatan bernilai miliaran tersebut tidak mendapat sponsor politik.    

Kedua, isu pemurtadan agama yang ramai diberitakan di portal berita Islam dan blog-blog lainnya, dengan mengutip pernyataan Ketua Komite Dakwah Khusus Majelis Ulama Indonesia (KDK MUI), Ustadz Abu Deedat Syihabuddin.

Menurut Abu Deedat, acara bagi-bagis embako merupakan kegiatan pemurtadan terhadap umat Islam yang dikemas kegiatan sosial. Namun pernyataan Sulit Abu Deedat belum terkonfirmasi secara meyakinkan karena tidak ada satupun media mainstream yang memuatnya. Dalam berita yang beredar luas itu, juga disertakan bantahan Dave Santosa.

Jika mengikuti perkembangan peristiwa ini, nitizen pun seperti kebingungan. Mereka yang awalnya menghujat kegiatan itu sebagai bentuk pencitraan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mendadak berbalik mendukung panitia kegiatan setelah Wakil Gubernur Sandiaga Uno membantah keterlibatan Pemprov DKI Jakarta dan justru gencar meminta pertanggungjawaban panitia karena mengotori Monas dan menyebabkan dua anak kecil yakni  Muhammad Rizky Saputra (10) dan Mahesa Djunaidi alias Sosis (11) meninggal dunia --meski polisi menyebut kematiannya bukan karena desak-desakkan melainkan dehidrasi dan udara panas.

PDIP yang awalnya tidak bersuara, belakangan juga menyalahkan Pemprov DKI selaku pemberi izin kegiatan. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono meminta agar Sandiaga Uno tidak cuci tangan atas insiden Monas.  

Lalu apa sebenarnya motif pembagian sembako di Monas? Ada beberapa kemungkinannya. Pertama, kemungkinan kegiatan tersebut memang "didukung" Istana. Di tengah melambungnya harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan, sepertinya istana ingin meringankan beban sebagian warga miskin. Namun hal itu tidak bisa dilakukan secara terbuka karena rawan kontroversi. Pembagian sembako bisa ditafsirkan sebagai bentuk "pengakuan" pemerintah terhadap kesulitan sebagian warga di tengah klaim keberhasilan pembangunan.

Kedua, kemungkinan adanya "campur-tangan" PDIP, namun enggan diekspose. Pasalnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pernah mengecam program bantuan langsung tunai (BLT) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disebutnya bentuk pembodohan dan menciptakan mental pengemis penerimanya. Presiden Jokowi pun mengganti BLT dengan program padat karya cash. Namun kondisi masyarakat saat ini sangat membutuhkan bantuan yang bisa langsung dinikmati. Presiden Jokowi pun luluh dan sepertinya tidak (lagi) mengharamkan pembagian sembako seperti dalam kunjungan kerjanya ke Sukabumi. Dihadapkan pada pilihan sulit, kemungkinan PDIP menggunakan pihak lain untuk membuat kegiatan dengan motif meringankan beban masyarakat kelas bawah.

Ketiga, kemungkinan murni inisiatif Dave Santosa dan teman-teman komunitasnya. Dananya bersumber dari sponsor atas nama solidaritas kebangsaan dan keagamaan. Meski burung merpati bukan simbol Kristen, melainkan perdamaian, namun karena selama ini banyak kegiatan keagamaan nonmuslim yang memakai gambar merpati, tidak salah juga manakala kupon sembako bergambar Monas dan burung merpati itu ditengarai sebagai bagian dari kegiatan keagamaan. Terlebih memang di dalamnya ada acara perayaan Paskah.

Meski kecil, kemungkinan keempat, yakni dilakukan pihak lain di luar pihak di atas meski tetap menggunakan tangan Dave alias proxy, dengan motif mendiskreditkan pemerintah, tetap terbuka. Pembagian sembako yang dihadiri ratusan ribu warga bukan hanya dari Jakarta namun juga Tangerang, Depok, Bekasi hingga Bogor, jelas merupakan tamparan di tengah propaganda keberhasilan pembangunan ekonomi rezim Jokowi.

Terlepas dari berbagai kemungkinan motifnya, yang pasti acara pembagian sembako di Monas tidak bisa dibenarkan. Apalagi sampai menelan korban jiwa. Jika pun benar penyebab kematiannya karena udara panas dan dehidrasi, yang pasti kedua anak itu berada di Monas untuk mendapatkan sembako. Jika ada yang menyalahkan orang tuanya karena dianggap lalai, pahami dulu situasinya. Panitia sengaja membagi kupon untuk satu jenis barang, bukan satu kupon untuk satu paket. Kupon untuk beras, berbeda dengan kupon untuk minyak. Demikian juga untuk gula, mie instan dan makan gratis sehingga jika datang sendiri, sulit untuk menukarkan semuanya mengingat lokasinya berbeda-beda.

Kematian dua bocah demi sembako dan makan siang gratis, tidak bisa dianggap sepele. Di samping memalukan, karena seolah Indonesia tengah dilanda krisis pangan, kegiatan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa menunjukkan ketidakprofesionalan panitia. Kita bisa menerima permintaan maaf Dave Santosa seperti dikatakan Sandiaga Uno, tetapi kepolisian tetap harus mengusut agar hal semacam itu tidak terulang.

Jika ingin membantu masyarakat, lakukanlah dengan cara-cara yang elegan. Memberikannya langsung ke rumah warga atau panti-panti miskin, jauh lebih bermartabat dan bermanfaat. Jangan memanfaatkan kemiskinan warga untuk tujuan politik!

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun