Menulis itu juga adalah cara menjernihkan hati dan pikiran yang keruh. Ketika kita dirundung persoalan pelik yang membelit, tuangkanlah dalam tulisan. Uraikan secara rinci dan runut. Mulai ceritakan dari sumbernya, akibatnya dan cara menyelesaikannya. Lalu menutupnya dengan kesimpulan sebagai sebuah solusi. Ini akan bermanfaat saat bertemu hal serupa.
Menuliskan secara rinci dan runut isi hati dan pikiran yang kusut berarti kita sedang mengurai dan menjernihkannya. Kita membereskan hati pikiran yang puntang cerenang. Dengan begitu, kita melampangkannya dari hal karut marut dan kalut yang berkelindan.
Artinya pula bahwa dengan menulis, kita telah memberi kelegaan jiwa dan rohani. Dengan demikian kita memiliki jiwa dan rohani yang sehat. Kondisi jiwa dan rohani yang sehat ini akan memberi kekuatan baru untuk berkarya lebih giat dan lebih produktif.
Menulis, Melerai yang Bertikai
Terkadang tulisan yang kita hasilkan dapat menjadi alat pelerai sebuah pertikaian. Karena tulisan kita itu mengandung ajakan untuk saling memaafkan dan hidup bersahabat. Maka ketika orang yang membungkus pertikaian itu membaca, ia akan disadarkan. Diubahkan.
Itu sebabnya ketika menulis, sampaikanlah kebaikan dalam hal apapun. Sebab kita tidak tahu kapan ia akan dibaca dan siapa yang akan membaca. Seperti yang kuuraikan sebelumnya, biarkan tulisan kita menemui 'karunia' dan 'jodohnya.' Bukankah tulisan yang menolong orang banyak itu adalah berkah?
Menulis, Pijakan Lompatan
Menulis dapat menjadi sebuah pijakan lompatan bagi penulis dan pembaca. Bagi penulis, ia menjadi pijakan lompatan ke kebahagiaan jasmani dan rohani. Ketika tulisannya dibaca banyak orang dengan respon baik, maka itulah kebahagiaan rohani. Dan bila tulisannya terpublikasi dan mendapatkan bayaran, itulah kebahagiaan jasmani.
Tulisan yang kita hasilkan bisa juga menjadi pijakan lompatan bagi pembaca. Ia bisa saja menggunakan tulisan kita sebagai inspirasi. Yaitu untuk menghasilkan tulisannya sendiri yang lebih menginspirasi orang lain lagi.
Menulis = Memprotes Tanpa Ekspresi Ketus
Di atas sudah aku katakan bahwa menulis itu menyampaikan geram dalam diam. Artinya kita bisa menguraikan kegeraman kita dengan menuliskannya. Tidak perlu bersuara keras lantang menantang. Itu juga cara lain untuk mengontrol emosi dan meredam amarah.