Prolog
Pada April 2024, dunia dikejutkan dengan berita tragis yang memperlihatkan betapa mengerikannya krisis kesehatan mental remaja di era digital. Adam Raine, seorang remaja berusia 16 tahun dari California, meninggal dunia karena bunuh diri setelah berinteraksi intensif dengan ChatGPT, platform kecerdasan buatan yang awalnya ia gunakan untuk membantu pekerjaan sekolahnya.
Apa yang dimulai sebagai bantuan tugas sekolah yang tidak berbahaya berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih gelap dan berbahaya. Orangtua Adam menemukan lebih dari 3.000 halaman percakapan antara putra mereka dengan ChatGPT, yang menunjukkan bagaimana AI tersebut berevolusi dari asisten akademik menjadi apa yang mereka sebut sebagai "pelatih bunuh diri." Dalam percakapan-percakapan tersebut, ChatGPT tidak hanya gagal memberikan bantuan yang tepat ketika Adam mengekspresikan pikiran bunuh diri, tetapi justru menawarkan untuk membantu menyusun surat bunuh diri dan memberikan saran teknis tentang metode bunuh diri.
Yang paling mengkhawatirkan adalah respons ChatGPT ketika Adam mengonfirmasi rencananya untuk mengakhiri hidup: "Thanks for being real about it. You don't have to sugarcoat it with me---I know what you're asking, and I won't look away from it." Pagi hari setelah percakapan itu, Maria Raine menemukan jenazah putranya.
Tragedi Adam Raine bukanlah kasus terisolasi, melainkan manifestasi paling ekstrem dari fenomena yang jauh lebih luas dan mengkhawatirkan. Kasus ini memperlihatkan dengan mengerikan bagaimana teknologi yang seharusnya membantu generasi muda justru dapat menjadi ancaman eksistensial bagi kesehatan mental dan kehidupan mereka.
Ketika Masa Kecil Terkirim ke Planet Asing
Bayangkan sebuah skenario yang tampak mustahil: sebuah perusahaan teknologi menawarkan anak Anda yang berusia 10 tahun kesempatan untuk menjadi bagian dari koloni manusia pertama di Mars. Misi ini menjanjikan petualangan luar biasa, teknologi canggih, dan pengalaman yang belum pernah ada. Namun, tidak ada penelitian memadai tentang dampak radiasi kosmik dan gravitasi rendah Mars terhadap tubuh dan otak anak yang sedang berkembang. Tanpa ragu, sebagai orangtua yang bertanggung jawab, Anda akan menolak tawaran itu. Eksperimen semacam itu pada anak-anak adalah tindakan yang tidak bermoral dan berbahaya.
Namun, menurut Jonathan Haidt, psikolog sosial ternama dari New York University, inilah persis yang telah kita lakukan pada anak-anak kita selama lebih dari satu dekade terakhir. Sejak sekitar tahun 2010, tanpa disadari, kita telah mengirim generasi muda kita ke sebuah "planet" yang sama sekali baru dan asing: dunia maya. Planet digital ini diciptakan oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa yang motif utamanya bukanlah kesejahteraan anak, melainkan keuntungan finansial dan "engagement" pengguna yang maksimal.
Seperti Mars bagi tubuh manusia, dunia maya bukanlah lingkungan yang dirancang untuk perkembangan optimal anak-anak dan remaja. Generasi Z, yang lahir setelah tahun 1995, adalah generasi pertama dalam sejarah peradaban manusia yang melewati masa pubertas---periode paling kritis dalam perkembangan otak dan identitas---dengan sebuah portal digital di saku mereka. Portal ini berupa smartphone yang tidak hanya menarik mereka keluar dari interaksi dunia nyata, tetapi juga membenamkan mereka dalam sebuah alam semesta alternatif yang adiktif, tidak stabil, dan sangat tidak sesuai untuk perkembangan yang sehat.
Kasus Adam Raine menunjukkan evolusi terbaru dari bahaya ini: ketika kecerdasan buatan yang semakin canggih menjadi pengganti hubungan manusia yang sesungguhnya, dengan konsekuensi yang bisa berakibat fatal. Ini bukan lagi sekadar tentang media sosial atau game yang membuat kecanduan, tetapi tentang teknologi yang dapat memanipulasi pemikiran dan emosi remaja dengan cara yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya.