Mohon tunggu...
Yoga PS
Yoga PS Mohon Tunggu... Buruh - Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Enak Bikin Anak?

22 Desember 2013   20:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:36 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah pulang meeting dari kantor klien, di dalam angkot burung biru, saya berdebat dengan rekan kerja saya. Sebut saja kakak “S”. Perempuan single. Beberapa tahun lebih tua dari saya (belum sampe 30 ya bos). Jabatannya digital advertising manager. Kakak S boleh dibilang seorang career woman. Punya pengalaman malang melintang di dunia korporasi.

Mengawali karier di perusahaan “K” (yang punya biscuit sekuat macan) sebagai brand executive. Pindah ke Mbah “G” sang empunya search engine di Singapore. Lalu mendapat beasiswa master di Prancis dan baru bergabung ke kantor saya tahun ini.

Tema yang kita debatkan rada-rada bego dan sebenarnya ga penting. Judulnya: Lebih menguntungkan mana, punya anak atau tidak?

Dia mengawali perdebatan dengan hipotesis bahwa biaya untuk membesarkan anak semakin tahun semakin tinggi. Mulai dari konsumsi makanan dan susu, akomodasi, baju yang harus terus ganti, sampai biaya pendidikan yang tidak murah lagi.

“Coba lu invest duitnya, pasti dapetnya lebih gede” kilah kakak S.

Tapi nanti sapa yang ngerawat kita saat tua?

“Eh, emang anak lu mau ngerawat elu? Lu aja ogah kan ngerawat ortu lu. Mending bayar suster deh”.

Dalam hati saya mau bilang: lha gw aja males ngerawat diri gw sendiri, apalagi orang lain. hahaha.

Daripada debat kusir lebih baik kita menghitung secara rasional, lebih menguntungkan mana antara punya anak atau nggak.

Cost of raising child

Menggunakan perhitungan bego dan asumsi ala kadarnya, saya mendapatkan nilai sekitar 1,2 Milyar jika kita ingin membesarkan anak hingga umur 17 tahun (lulus SMA). Saya sengaja tidak menghitung variable perguruan tinggi karena ga tega melihat besaran angkanya (total menjadi sekitar 2,3 M). Hahaha.

Nilai ini didapat dengan memperkirakan biaya hidup bulanan sekarang dan mem-future value-kannya dengan nilai rate 10%. Kalo present value-nya sih “Cuma” sekitar 400 juta.

Wowww…  kita harus jadi milyader donk kalo ingin punya anak? Akhirnya sekarang saya tahu kenapa ada orang yang tega menjual bayinya seharga 10 juta. Pilih mana: dapat 10 juta sekarang atau ngeluarin 1,2 milyar sampai 17 tahun kedepan?

Tapi tentu pemikiran sesat ini akan semakin sesat jika kita tidak membahas keuntungan jika memiliki keturunan. Karena saya belum merried, saya juga tidak tahu apa enaknya punya anak. Apa jangan-jangan enak pas buatnya, repot pas ngerawatnya?

Enak Punya Anak?

Secara matematis ekonomis, memiliki anak berarti memiliki liabilitas. Ia bukanlah asset yang menguntungkan. Anda tidak mau anak anda ngamen di perempatan atau nyamar jadi bayi gendongan pengemis kan? Lagipula ada UU perlindungan anak yang mencegah kita untuk memperbudak mereka yang belum berumur 17 tahun.

Jikapun anak kita menjadi manusia produktif di usia 25 tahun, berarti kita baru bisa menikmati “return on investment” sekitar umur 50 tahun keatas. Kita asumsikan usia harapan hidup 70 tahun, maka setelah 20 tahun dengan asumsi anak kita menyisihkan pendapatannya, kita akan mendapatkan 1,6 M (simulasi terlampir). Secara ekonomis, return-nya masih dibawah biaya hidup dan kuliah yang dibutuhkan.

Tapi seperti tagline iklan salah satu kartu kredit: there’s something that money can’t buy. Ada beberapa hal yang terlalu berharga, sehingga tidak mungkin ada label harga didalamnya.

Siapa yang bisa menghitung harga tawa seorang bayi? Berapa rupiah nilai keceriaan anak-anak? Dan berapa investasi yang dibutuhkan untuk memiliki keturunan yang mendoakan kita? Sama seperti saat saya tidak tahu berapa harga pelukan hangat ibu saya. Berapa biaya gendongan dan kelonan bapak saya. Atau berapa rupiah nilai keceriaan dan kehangatan di ruang keluarga saya.

Jikapun suatu saat saya bisa menghitungnya, saya takkan pernah mampu membayarnya.

Selamat hari ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun