Janji pertemuan dengan seorang penulis yang baru kembali dari Sudan dirancang sesuai dengan kegiatan yang sedang dia lakukan. Syaiful Alim tengah mematangkan bakal novel yangberikutnya, setelah Kidung Cinta Pohon Kurma, di Malang.
“ceritamu ada nuansa romantisnya gak Ful?
“ada bunda” Jawabnya.
Maka aku lantas memutuskan untuk makan malam bersamanya dengan Putri Annisa anakku di Restaurant Melati di Hotel Tugu, tempat yang senantiasa kami kunjungi setiap kali aku bertandang ke Malang.
“Oke, akan bunda tunjukkan tempat yang paling romantis untuk ditulis”.
Restaurant Melati, memang begitu eksotik dan cantik, setidaknya menurutku. Setiap kali mendatangi tempat itu, Putri akan berlaku bak pemandu. Dia mengajak siapapun yang kami ajak untuk berkelilingi di area ini. Pertama tentu saja kami memilih meja yang akan menjadi tempat kami bersantap, memesan makanan dan kemudian tempat tersebut sementara kami tinggalkan untuk berjalan-jalan melihat segala macam koleksi yang disimpan, pertama pasti ke tempat Oei Hui Lan, putri seorang raja gula dari Semarang.
“Mbak Putri mau keliling dulu?” tanya Renata, petugas yang melayani kami saat itu yang rupanya sudah akrab dengan anakku itu.
“iyalah” jawabnya. Karena kunjungan kali ini mendekati imlek dan valentine, maka Restaurant kali ini mengetahkan tema Romance of Shanghai, semuanya berwarna merah namun bernuansa cinta, nyala lilin ada dimana-mana, bener-bener romantis kesannya.
Mau makan malam di ruangan Hui Lan ini juga bisa (kalau mau), sambil dipandangi oleh Hui Lan yang berdiri kaku dalam lukisan, berpakaian putih, rambutnya panjang nyaris sampai ke kaki, menyiratkan suasana yang terkesan mistis. Kami, walaupun sudah berkali-kali ke tempat ini, belum pernah berani makan di ruangan itu, gak tau karena apa, hihihi...serem aja rasanya! Ruangan ini mengoleksi berbagai macam pernak-pernik yang sebagian besar berasal dari Cina..
Suasana yang remang remang, selain memberikan efek romantis tapi kadang menyebabkan bulu-bulu halus berdesir.
Menurut kisahnya, siapapun yang berjalan bergandengan di lorong cinta ini, maka cinta mereka tidak akan terpisahkan, lorong itu bernama Endless Love Avenue to The Sahara
Sebelum akhirnya kami kembali ke meja makan, Putri terus mengajak kami beredar hampir ke seluruh tempat yang sebelumnya belum pernah aku kunjungi dan terus terang aku takjub pada keindahan hotel butik ini.
Ada Ban Lam Galery, satu ruangan yang memamerkan berbagai benda antik, guci, keris, wayang, lukisan dankalender lama jaman Belanda
Oiya mengenai menunya, beragam dan nyam-nyam, kami makan dulu yaaa.
Biasanya menu ku gak pernah berubah dari sop buntut, tapi kali ini aku pesan Bakmi rebus Bang Samin, salah satu masakan khas restaurant ini. Putri pilih Tugu Rijstafel dan Syaiful pesan menu tradisionil, Nila Goreng.
“Hmmm, sambelnya enak banget Bun, ” katanya...
Puas selera oleh rasa dan pesonanya.
Sungguh, keindahannya sukar aku gambarkan dengan kata-kata, jadi aku sajikan saja gambarnya dari beberapa kali kunjungan aku kesana
[caption id="attachment_87259" align="aligncenter" width="516" caption="..."]
[caption id="attachment_87272" align="aligncenter" width="516" caption="..."]
[caption id="attachment_87288" align="aligncenter" width="491" caption="szalma, Anggita, Zahra"]