jaketmu adalah harap, peluhmu adalah doa kecil yang menebang kenyataan.Â
Aku menyusur aspal dan waktu, menyajikan pesanan--sepotong nasi, sepotong senyum untuk sendok lapar.Â
Tapi malam itu tiba dengan deru baja, sayatan roda menenggelamkan asa, sepotong harapan---dijemput malam oleh mobil tak bernyawa, tak berdosa.Â
Affan, namamu kini melekat di bibir jutaan yang tercekam rasa sakit, di jalanan yang bergetar karena tawa rakyat meringis.Â
Gas air mata menyayat udara, seperti luka tak mau sembuh ketika darah bercampur debu, dan nurani tertinggal di trotoar.Â
Kami masih ingat jaket hijau itu, sebagai simbol yang patah--- bukan semata peluh dan tekad, tapi juga luka dari negara yang tengah lupa dimana letak tulang punggungnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI