Anya menggigit bibirnya. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi semua kata terasa salah. Ia tidak mencintai Raka, tapi ia juga tidak ingin menyakitinya.
Di luar kafe, Reno dan Dimas sudah bersiaga, siap datang jika sesuatu terjadi. Tapi pertempuran yang terjadi di sini bukan antara dua orang, melainkan antara hati dan akal sehat.
"Kita harus berhenti," kata Anya akhirnya.
Raka menatapnya, lalu tersenyum tipis---bukan senyum bahagia, melainkan senyum seseorang yang tahu ia telah kalah.
"Tapi kamu tahu," katanya pelan, "kamu nggak bisa menghapus aku dari hidupmu begitu saja."
Anya menggenggam ujung roknya erat-erat, menahan gemetar yang mulai merambat di tubuhnya. Ia tahu Raka tidak main-main.
Dan untuk pertama kalinya, ia bertanya pada dirinya sendiri... apakah ini benar-benar sudah berakhir? Atau justru baru saja dimulai?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI