Sebagaimana firman-Nya:
"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka..."
(QS. Ath-Thalaq: 2--3)
Husnuzhan hingga Akhir Hayat
Berprasangka baik kepada Allah bukan hanya saat keadaan senang. Justru nilainya tinggi ketika kenyataan tidak baik-baik saja. Itulah yang saya sebut sebagai prasangka proaktif: melatih hati untuk berkata "inilah yang terbaik dari Allah" di saat yang belum pasti, saat rencana belum jadi, bahkan saat hasil tak sesuai harapan.
Rasulullah bersabda:
"Janganlah salah seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah."
(HR. Muslim, no. 2877)
Dengan prasangka proaktif, kita belajar menyalakan lilin di tengah gelap, bukan menambah gelap dengan keluh kesah. Kita belajar menaruh harapan pada Allah, bukan pada hitungan manusia. Dan kita yakin, setiap langkah, meski tampak berat, selalu berada dalam kendali-Nya.
Perspektif Psikologi Positif
Dalam psikologi positif, ada konsep resilience (daya lenting) dan optimism (pandangan positif terhadap masa depan). Kedua hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang husnuzhan billah. Orang yang berlatih melihat sisi baik dari setiap peristiwa akan lebih mampu bangkit dari kegagalan, lebih sehat secara emosional, dan lebih siap memanfaatkan peluang yang muncul.
Prasangka proaktif adalah bentuk nyata optimism with faith: optimisme yang ditopang keyakinan pada Allah. Dari sisi psikologi, sikap ini memperkuat ketahanan jiwa, melatih syukur, dan membuat seseorang melihat masalah bukan sebagai akhir, tetapi sebagai awal dari peluang baru.
Dengan demikian, husnuzhan tidak hanya bernilai ibadah, tetapi juga healing bagi jiwa---membuat hati tetap tenang, pikiran jernih, dan tubuh lebih sehat karena tidak dikuasai stres.