Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Surga Hitam: Udeido Collective dan Adonoriesme Papua

7 Oktober 2025   15:47 Diperbarui: 7 Oktober 2025   15:47 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iklan Seminar Presentasi dari Dr. Fitzerald Kennedy Sitorus tentang "Adornoiesme GM" di Teater Utan Kayu (TUK), 26/12/20024. (Dok. Youtube).

Lukisan wajah sosok NP, ia melukisnya setelah NP diangkat menjadi MENHAM RI (FB)
Lukisan wajah sosok NP, ia melukisnya setelah NP diangkat menjadi MENHAM RI (FB)

Yanto Gombo adalah seorang pelukis muda berbakat asal Lembah Baliem Papua, lahir pada tahun 1996. Karya-karyanya terkenal karena kemampuannya melukis potret dan alam dengan kemiripan luar biasa, menggunakan berbagai media. Ia merupakan seorang mahasiswa jebolan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua. Gombo mengawali kariernya sebagai pelukis dari hobi, mengeksplorasi berbagai media untuk menghasilkan karyanya. Selain menggunakan kertas dan kanvas, ia juga melukis di atas kulit kayu, tripleks, tembok bangunan, dan bahkan membuat sketsa di komputer. Melalui lukisannya, Yanto Gombo sering kali menyuarakan keresahan dan pengalaman hidup orang Papua, termasuk tentang penindasan dan kolonialisme. Beberapa karyanya meliputi lukisan potret laki-laki Papua dan lukisan yang menceritakan situasi di Papua. Ia juga pernah meraih penghargaan dalam kompetisi seni.

Salah satu lukisan Yanto Gombo yang sempat viral dan menuai kontroversi di jagat maya. (Dok. FB).

Lukisan-lukisan Yanto Gombo berfungsi sebagai alat perlawanan seni yang kuat, mengekspresikan kritik terhadap ketidakadilan dan kolonialisme di Papua. Karya-karyanya adalah bentuk ekspresi yang jujur tentang pengalaman dan keresahan masyarakat Papua. Alih-alih melukiskan keindahan alam Papua yang sering diromantisasi, Yanto Gombo memilih untuk melukiskan realitas sosial politik yang dialami oleh masyarakatnya. Melalui karyanya, ia menyuarakan penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Tanah Papua. 

Beberapa lukisannya secara spesifik mengkritik para pemimpin dan pihak-pihak yang dianggap tidak peduli terhadap rakyat Papua. Misalnya lukisannya yang berjudul "Buta Pura-Pura". Lukisan yang dibuat pada Festival Budaya Lembah Balim 2019 ini menggambarkan sosok Bupati Jayawijaya dengan mata tertutup, yang melambangkan para pemimpin yang "duduk untuk rakyat" namun sengaja memejamkan mata terhadap penderitaan mereka, ("Buta Pura-Pura" Lukisan karya Yanto Gombo di FBLB 2019 - Adil Untuk Perubahan https://share.google/eGnp18ZMXNaMYagOP).

Atau lukisan "Demi Uang". Dengan menggunakan media asap di atas tripleks melamin, lukisan ini menampilkan seorang perempuan Papua dalam citraan monokrom. Karya ini menyoroti bagaimana ekonomi dan uang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat Papua, terutama perempuan. Yanto Gombo menggunakan karya seninya sebagai media perlawanan untuk menyebarkan kesadaran dan membangkitkan empati.

Ia berpartisipasi dalam acara-acara seperti "Solidaritas Merauke 2025" bersama kolektif seni lain seperti Udeido Collective. Tujuannya adalah untuk menyuarakan pelanggaran HAM di Tanah Papua dan menegaskan identitas masyarakatnya. Melalui lukisan-lukisan, mereka mengilustrasikan narasi otentik orang Papua. Ini berfungsi sebagai bentuk perlawanan terhadap narasi tunggal yang sering kali mendominasi media. Karya-karya Yanto Gombo dan kawan-kawan dark Udeido Collective membantu menegaskan identitas orang Papua di tengah berbagai tekanan. Dengan melukiskan potret individu dan kisah-kisah pilu, mereka menolak dehumanisasi dan menegaskan keberadaan mereka, (https://www.bbc.com/indonesia/majalah-61951602). 

Secara keseluruhan, lukisan Yanto Gombo dan kawan-kawan Udeido Collective adalah bentuk perlawanan seni yang halus namun kuat. Ia tidak hanya melukis, tetapi juga mendokumentasikan, mengkritik, dan menegaskan kembali realitas serta identitas masyarakatnya, menjadikannya alat yang efektif untuk perjuangan sosial. Dengan demikian inilah Adornoiesme Papua yang khas, sebuah estetika hitam yang menampilkan surga yang gelap. (*)

*] Penulis adalah alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur (STFT) Abepura, Jayapura, Papua. 


   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun