Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Selamat Jalan Mama Orang Baik

6 Oktober 2025   17:29 Diperbarui: 6 Oktober 2025   17:49 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret turut belasungkawa atas wafatnya Ibu Imel. (Dokpri).

Dan di balik keputusan itu, ada tangan lembut Ibu Imel yang membantu memudahkan urusan administrasi. Ia tahu kondisi Mama. Ia tahu betapa berat beban yang dipikulnya. Tapi ia tidak pernah menilai. Ia justru membuka jalan agar proses itu lancar, bahkan ketika banyak orang lain ragu.

Beberapa hari setelah tanah itu dibeli, Mama tinggal sendirian di gubuk tua itu. Hanya sesekali kami datang membantu. Di depan rumah itu, ada seorang tetangga yang kami panggil Tete Winoto seorang pensiunan tentara asal Buton yang pernah bertugas di Timor Timur. Tete Winoto melihat Mama bekerja sendirian, dan tanpa diminta, ia menawarkan diri membantu membangun rumah kecil.

Tanpa upah, tanpa pamrih. Hanya ketulusan.

Rumah pertama itu berukuran kecil, hanya 2x3 meter, dengan empat ruangan sederhana: ruang tamu, ruang makan, dan dua kamar tidur sempit. Tapi bagi kami, rumah itu seperti istana. Kami tinggal di sana bertahun-tahun, berdesakan tapi bahagia, sampai Mama akhirnya berani mengambil kredit kedua untuk membangun rumah permanen di atas pondasi lama itu.

Dan lagi-lagi, di balik keberanian itu, ada Ibu Imel.

Ia yang mendorong, menyemangati, dan membantu memastikan administrasi berjalan lancar.

 "Kalau ini untuk masa depan anak-anakmu, jangan takut berutang, De. Rumah bisa jadi warisan, dan doa mereka akan jadi kekayaanmu," katanya suatu kali kepada Mama.

Kata-kata itu seperti suluh dalam kegelapan. Mama berjuang keras, menanggung dua kali potongan kredit, tapi tidak menyerah. Ia tetap bekerja dengan disiplin, tetap menyiapkan makan kami, tetap tersenyum di tengah letih. Dan di setiap langkahnya, aku tahu ada kekuatan yang datang dari dukungan dua sosok perempuan hebat: Nene Hanna dan Ibu Imel.

Ada satu kenangan yang tidak pernah hilang. Hari ketika aku hendak berangkat ke seminari menengah di Waena. Saat itu keluarga kami tidak punya banyak. Mama sudah sibuk mengurus banyak hal, tapi masih bingung bagaimana memenuhi perlengkapan sekolahku.

Lalu datanglah Ibu Imel. Ia datang membawa kantong plastik besar berisi sepatu, payung, beberapa pasang pakaian, dan perlengkapan sekolah lainnya. Ia hanya tersenyum, tanpa banyak bicara.

"Ini sedikit saja, Degei. Pakailah baik-baik di seminari. Belajarlah sungguh, bantu doakan mama-mu supaya tetap kuat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun