Jayapura, PW - Mahasiswa asal Kabupaten Dogiyai yang tergabung dalam Tim Peduli Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia Dogiyai menyatakan sikap politik mereka atas berbagai persoalan struktural yang menjerat tanah kelahiran mereka. Dalam konferensi pers terbuka pada Sabtu, (24/5/ 2025), di halaman Asrama Dogiyai, Ekspo, Distrik Heram, Kota Jayapura, mereka mengumumkan delapan poin tuntutan yang menolak rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya serta mengecam keras keberlanjutan operasi militer di Tanah Papua.
Dalam pembacaan stigmen tersebut, para mahasiswa menilai bahwa wacana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Mapia Raya merupakan agenda politik elitis yang tidak berakar pada kehendak rakyat akar rumput. "Kami, mahasiswa Dogiyai se-Jayapura, dengan tegas menolak elit politik lokal yang mengatasnamakan rakyat Mapia untuk mendorong pemekaran Mapia Raya," tegas mereka dalam pernyataan resmi.
Menurut mereka, pemekaran bukanlah jawaban atas krisis struktural yang selama ini membelenggu masyarakat Dogiyai, seperti kemiskinan sistemik, tingginya angka pengangguran, serta keterbatasan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan. Atas dasar itu, mereka mendesak pemerintah pusat agar menghentikan segala bentuk pembahasan maupun proses legislasi terkait pemekaran DOB Mapia Raya.
Mosi Tidak Percaya dan Ancaman Aksi Blokade
Lebih lanjut, mahasiswa menyampaikan mosi tidak percaya terhadap Matias Butu, sosok lokal yang dianggap sebagai aktor utama di balik promosi pemekaran secara sepihak tanpa melalui mekanisme partisipatif. "Kami menyatakan mosi tidak percaya terhadap Matias Butu dan kelompoknya karena tidak merepresentasikan suara rakyat Dogiyai," kata mereka.
Sebagai bentuk tekanan politik, mahasiswa memperingatkan bahwa apabila aspirasi mereka diabaikan, mereka siap melakukan aksi blokade terhadap Jalan Trans Nabire--Dogiyai di wilayah Mapia. "Ini bukan ancaman kosong. Jika negara memilih untuk tuli terhadap suara rakyat, maka kami akan turun ke jalan dan menutup akses," tegas Meli Tagi juru bicara.
Mereka juga menuntut agar setiap dokumen perencanaan pemekaran diuji secara ilmiah, terbuka, dan melibatkan seluruh elemen masyarakat adat termasuk tokoh perempuan, pemuda, gereja, dan warga kampung.
Desakan Hentikan Operasi Militer dan Eksploitasi Alam
Dalam pernyataan yang mempertegas posisi politik mereka, mahasiswa juga mengecam keberadaan operasi militer dan praktik eksploitasi sumber daya alam di Tanah Papua. Mereka menilai militerisasi wilayah adat tidak hanya melanggengkan ketakutan dan trauma, tetapi juga menciptakan kehancuran sosial yang sistemik.
"Segera hentikan operasi militer dan eksploitasi sumber daya alam di seluruh Tanah Papua," tulis mereka dalam poin ketujuh. Mereka mendesak agar seluruh aparat bersenjata dan kekuatan militer ditarik dari wilayah Dogiyai yang sedang dalam konflik operasi militer dan Papua secara keseluruhan.
Keberadaan militer, menurut mereka, bukan hanya menciptakan ketidakstabilan psikologis bagi warga sipil, tetapi juga menjadi penghalang utama bagi terbentuknya ruang sosial yang damai dan pembangunan yang berbasis pada keadilan ekologis serta kedaulatan rakyat adat.
Delapan Tuntutan Mahasiswa Dogiyai Se-Jayapura:
1. Mahasiswa Dogiyai menolak dengan tegas elit politik lokal yang mengatasnamakan rakyat Mapia dalam mendorong pemekaran Kabupaten Mapia Raya.
2. Mahasiswa Dogiyai mendesak Pemerintah Pusat untuk membatalkan rencana pembentukan DOB Mapia Raya karena tidak menjawab akar persoalan masyarakat: kemiskinan, nganggur dan konflik.Â
3. Mahasiswa Dogiyai menyatakan mosi tidak percaya terhadap Matias Butu dan kelompoknya yang dinilai tidak mewakili aspirasi masyarakat Dogiyai.
4. Mahasiswa Dogiyai mengancam akan memblokade Jalan Trans Nabire--Dogiyai di wilayah Mapia jika tuntutan tidak direspons pemerintah provinsi Papua Tengah dan pemda kabupaten Dogiyai.
5. Mahasiswa Dogiyai menuntut tegas agar seluruh dokumen perencanaan pemekaran diuji secara akademik dan terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat adat, mahasiswa, tokoh perempuan, dan lain-lain.
6. Mahasiswa Dogiyai meminta Gubernur Papua Tengah, Mekhi Nawipa, untuk menghentikan seluruh rencana pemekaran kabupaten di wilayah Papua Tengah, khususnya Dogiyai.
7. Mahasiswa Dogiyai menuntut dihentikannya operasi militer dan eksploitasi sumber daya alam di seluruh Tanah Papua.
8. Mahasiswa Dogiyai mendesak kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi Papua Tengah, dan kabupaten Dogiyai melakukan penarikan seluruh kekuatan militer dan aparat keamanan dari wilayah Dogiyai yang tengah konflik dan Tanah Papua secara keseluruhan.
Kesadaran Politik Baru di Tengah Represi
Pernyataan ini tidak semata-mata merupakan daftar tuntutan teknis, melainkan cerminan dari kesadaran politik generasi muda Papua yang semakin kritis, terdidik, dan berani melawan arus. Mahasiswa Dogiyai menolak narasi pembangunan yang mengorbankan hak dasar masyarakat dan melucuti kedaulatan atas tanah serta tubuh rakyat Papua.
Mereka menegaskan bahwa pembangunan yang tidak berbasis pada keadilan, partisipasi rakyat adat, dan perlindungan terhadap ruang hidup hanyalah kelanjutan dari kolonialisme dalam wujud baru.
"Papua bukan ruang kosong. Kami hidup, tumbuh, dan berakar di atas tanah ini. Dan kami akan menjaganya, maka pemerintah segera tindak lanjuti tuntutan kami" tutup mereka dengan lantang.*
Oleh: PW
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI