Jayapura - Aksi demonstrasi mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura yang digelar pada Kamis (22/5/2025) menuntut penurunan biaya kuliah UKT/SPP berakhir dengan kericuhan. Unjuk rasa yang awalnya berlangsung tertib di depan Kampus Uncen, Abepura, dan Gapura Uncen Atas, Waena berubah menjadi tidak terkendali setelah pihak kepolisian masuk arena kampus dan pihak rektorat yang juga tidak memberikan respons terhadap tuntutan mahasiswa.
Dalam orasi dan spanduk yang dibawa, mahasiswa menyuarakan keberatan atas tingginya biaya pendidikan yang dinilai tidak berpihak kepada kondisi ekonomi sebagian besar mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Mereka juga menuntut adanya transparansi dalam pengelolaan keuangan kampus.
"Aksi ini merupakan bentuk ekspresi sah kami sebagai warga negara, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," tegas Jufanus Jalinde, juru bicara mahasiswa.
Namun, situasi memanas ketika tidak ada perwakilan kampus yang menemui massa aksi. Ketegangan meningkat dan di tengah kekosongan ruang dialog, aparat kepolisian yang diturunkan ke lokasi melakukan tindakan represif terhadap mahasiswa. Bentrokan tak terhindarkan. Mahasiswa menyebut bahwa pendekatan aparat sangat tidak proporsional dan justru memperkeruh situasi.
"Kami datang dengan damai untuk menyuarakan keresahan bersama. Respons represif dari aparat adalah bentuk ketidakpekaan terhadap realitas ekonomi mahasiswa dan pelanggaran terhadap hak konstitusional kami," lanjut Jufanus.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Festus Ngoranmele, S.H., menyatakan bahwa sikap kampus yang tidak membuka ruang dialog menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana tertuang dalam Pasal 6 huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012. Ia menegaskan bahwa pendidikan tinggi seharusnya diselenggarakan secara demokratis, adil, tidak diskriminatif, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan nilai-nilai persatuan bangsa.
Aksi damai yang berubah ricuh ini memicu perhatian luas dari publik dan mempertegas pentingnya ruang dialog yang terbuka antara mahasiswa, pihak kampus, dan instansi pemerintah. Mahasiswa menekankan bahwa kekerasan bukan solusi, dan institusi pendidikan semestinya menjadi contoh praktik demokrasi substantif, bukan sebaliknya.
Setelah aksi, mahasiswa Uncen mengumumkan adanya kerugian material yang dialami sejumlah mahasiswa. Mereka merilis daftar Puluhan mahasiswa yang kehilangan atau mengalami kerusakan kendaraan bermotor yang parkir di sekitaran Sekretariat Kabesma Uncen, Perumnas lll, Waena selama aksi berlangsung akibat situasi tidak kondusif saat mahasiswa dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian dalam arena kampus. Berikut adalah nama-nama mahasiswa beserta merek dan jenis sepeda motor mereka yang terdampak disita dan dan dibantin brutal:
Kristina Doo mengalami kehilangan motor Honda Beat warna hitam putih. Ahim Vare kehilangan Honda Revo. Emanuel Magai kehilangan Motor Beat Street Warna Hitam. Lueven Mebel melaporkan motornya, Suzuki Satria, ikut terdampak. Feran Bomsal kehilangan Suzuki Smash. Gulen Kogoya juga mengalami kerusakan pada sepeda motornya yang belum diketahui detail jenisnya. Ason Murib kehilangan Yamaha Jupiter MX. Miklor Nekwek kehilangan Yamaha Mio Soul GT, sedangkan Marten Hagisimijau melaporkan kehilangan Honda Beat Pop warna putih.
Sinton Wanimbo kehilangan Yamaha Mio M3 warna kuning. Kris Wenda kehilangan Yamaha Jupiter MX. Verannes Bomsae kehilangan Yamaha Mio warna merah. Fael Kobak kehilangan Honda Supra Fit. Maiton Majo kehilangan Honda Vario. Fergis Kossay kehilangan Honda Supra X. Ahim Yare kehilangan Yamaha Mio Beat putih, sedangkan Gull Soll kehilangan Yamaha Mio M3 warna hitam.