Cinta bagaikan puisi yang tak pernah habis kutulis pada lembar-lembar buram dalam dada. Ia menjelma menjadi aksara dalam baris-baris emosi, memeluk diksi-diksi. Tiap-tiap kekata mewakili rasa hausku akan dirimu.
Aku terus mengenangmu dalam gelas-gelas rindu yang mulai retak terpamah masa. Pertemuan kita bukan hanya melahirkan mimpi dalam rahim-rahim asa, tapi juga mengirimkan bara yang membakar. Apalah daya. Kau bersanding, tanpa aba-aba, pun pertanda.
Suatu saat, aku ingin merentangkan segenap peluk bagi tubuhmu, mengungkap segala rasa terdalamku. Sebelum perpisahan melambai pasrah, menyisakan jejak-jejak sunyi dalam hati. Menanggalkan suka cita dan rasa berbunga-bunga.