Padahal bisa jadi perasaan 'bernilai' itu seharusnya berasal dari dalam.
Bukan dari benda, jabatan, atau orang lain.
Tapi bagaimana caranya?
Itu juga yang aku masih pelajari.
Mungkin itu kenapa ada istilah 'zuhud'.
Bukan berarti meninggalkan dunia, tapi tidak menjadikan dunia sebagai pusat harapan.
Bukan berarti tak boleh mencintai, tapi tidak meletakkan cinta di atas segala-galanya.
Karena semakin tinggi kita letakkan harapan pada sesuatu yang fana, semakin dalam luka saat kehilangan.
Menerima Tidak Sama Dengan Menyerah
Ada orang bilang, "Ya udah sih, relakan aja."
Dan kadang itu bikin aku pengin jawab, "Gampang ngomongnya!"
Karena menerima itu bukan hal yang bisa terjadi dalam semalam.
Kadang butuh waktu. Kadang butuh jatuh berkali-kali.
Tapi aku percaya, menerima bukan tanda menyerah.
Justru itu bentuk kekuatan.
Kita tetap bergerak, meski luka masih terasa.
Kita tetap bangun, meski kehilangan masih membekas.
Dan entah kenapa, di titik-titik itu justru kita mendapatkan sesuatu yang jauh lebih dalam:
Ketenangan.
Pemahaman.
Kebijaksanaan.
Dan juga keberanian untuk berjalan lebih jujur.
Hidup Adalah Siklus Mendapat dan Kehilangan
Kalau kupikir-pikir, sejak kecil kita sudah akrab dengan siklus ini.
Kita mendapatkan mainan, lalu kehilangan saat rusak.
Kita dapat teman sekolah, lalu kehilangan saat lulus.
Kita dapat pekerjaan, lalu kehilangan waktu luang.
Semuanya berjalan seperti roda.
Tapi sayangnya, kita jarang diajari bagaimana menyikapi kehilangan.
Kita lebih sering diminta "kuat" tanpa diberi ruang untuk rapuh.
Padahal justru dari kerapuhan itu, kita belajar menjadi utuh.
Aku pikir, hidup memang bukan soal seberapa banyak kita kumpulkan.
Tapi seberapa lapang hati kita saat harus melepaskan.