Mohon tunggu...
yassin krisnanegara
yassin krisnanegara Mohon Tunggu... Pembicara Publik / Coach / Pengusaha

Dalam proses belajar untuk berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kamar Sudut

11 Januari 2025   07:45 Diperbarui: 11 Januari 2025   07:46 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

"Rasa takut itu bukan musuh, melainkan peringatan. Tapi jika kau terlalu dekat dengannya, ia bisa menjadi jebakan."

Hujan deras mengguyur malam Januari, membuat suara air yang menghantam genting menjadi melodi ganjil di telinga Agni. Baru sebulan tinggal di kamar kost ini, tapi ia sudah sering gelisah. Semua bermula dari suara-suara yang terdengar dari kamar sudut, kamar yang selalu terkunci.

Agni duduk di tepi tempat tidur, mendekap jaket tebal. Lampu kamar sengaja ia matikan agar cahaya lampu lorong sedikit menerobos ke dalam, menambah rasa aman. Tapi suara itu kembali terdengar. Langkah kaki, pelan namun jelas.

"Tidak ada yang tinggal di sana," ia mencoba menenangkan diri. Pak Budi, penjaga kost, sudah menjelaskan hal itu. Tapi bagaimana bisa kamar kosong itu mengeluarkan suara?

---

Pagi harinya, Agni menunggu Pak Budi di depan kost. Hujan semalam menyisakan genangan di jalanan kecil. Pak Budi, dengan topi kumalnya, tengah menyapu halaman.

Baca juga: Semuanya Asumsimu

"Pak," sapa Agni. "Saya mau tanya soal kamar sudut."

Pak Budi berhenti menyapu. Ia mendongak, tatapannya berat. "Kenapa, Mbak Agni? Ada masalah?"

"Saya sering dengar suara dari sana, Pak. Tapi katanya kosong."

Pak Budi mengusap dagunya. "Sudah saya bilang, kamar itu nggak dipakai. Mungkin cuma tikus."

Agni mengerutkan dahi. "Tikus? Masa tikus bisa jalan seperti manusia?"

Pak Budi menghela napas panjang, lalu menunduk kembali ke sapunya. "Kalau Mbak Agni dengar suara lagi, abaikan saja. Jangan pikir aneh-aneh."

---

Namun, malam itu, suara langkah kaki terdengar lebih jelas. Agni memegang gagang pintu kamarnya, menahan napas. Langkah itu kini diiringi suara seperti benda diseret. Pikirannya mulai dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk.

"Kalau ini cuma tikus, kenapa terdengar begitu nyata?"

Ia keluar kamar dengan senter di tangan. Langkahnya perlahan menyusuri lorong yang gelap. Semakin dekat ke kamar sudut, suara itu semakin jelas.

Agni berdiri di depan pintu kamar sudut, mengarahkan cahaya senter ke lubang kunci. Tidak ada apa-apa di dalam, hanya kegelapan.

"Dari mana suara ini datang?" gumamnya.

Tiba-tiba, pintu kamar itu berderit sedikit, seolah ada yang mendorongnya dari dalam. Agni melangkah mundur, tangan gemetar. Tapi rasa penasaran menang. Ia menyentuh gagang pintu dan mendorongnya perlahan.

---

Ruangan itu kosong. Hanya ada kasur usang yang sudah lapuk, meja kecil, dan jendela yang tertutup tirai tebal. Bau apek menyengat hidungnya. Agni melangkah masuk, menyorotkan senter ke setiap sudut ruangan.

Tidak ada apa-apa, tapi ruangan ini terasa terlalu dingin, bahkan lebih dingin dari malam hujan di luar. Ia mendekati meja kecil di sudut ruangan. Ada sesuatu di atasnya---sebuah buku tua dengan sampul yang sudah robek.

Ia membuka halaman pertama. Tulisan tangan memenuhi setiap halaman, tetapi bahasa yang digunakan tidak ia kenali. Ia memutar halaman, mencoba menemukan sesuatu yang bisa ia pahami.

Di tengah usahanya, pintu kamar tiba-tiba tertutup dengan keras. Agni tersentak, menjatuhkan buku itu. Ia berlari ke pintu, mencoba membukanya, tapi pintu itu terkunci.

"Siapa di sini?!" teriaknya, tapi hanya gema suaranya yang menjawab.

Lampu senter mulai redup. Agni merasa udara semakin berat. Di sudut ruangan, ia melihat bayangan seseorang berdiri. Sosok itu diam, tanpa wajah, tanpa suara.

"Siapa kamu?!" Agni melangkah mundur, tubuhnya gemetar.

Bayangan itu tidak bergerak, hanya menatapnya dengan kehampaan yang menyeramkan. Tiba-tiba, bayangan itu menghilang, meninggalkan ruangan dalam keheningan yang menyesakkan.

Pintu kamar terbuka dengan sendirinya, dan Agni tidak membuang waktu. Ia berlari keluar, meninggalkan kamar itu dengan napas tersengal.

---

Keesokan harinya, Agni kembali menemui Pak Budi. Kali ini, ia tidak peduli untuk bersikap sopan.

"Pak, saya masuk ke kamar sudut itu semalam. Apa sebenarnya yang terjadi di sana?"

Pak Budi menatapnya lama, lalu menghela napas. "Kamar itu pernah ditempati seorang penghuni kost bertahun-tahun lalu. Dia meninggal di sana, Mbak. Tapi caranya meninggal... aneh."

"Aneh bagaimana, Pak?"

"Dia ditemukan tergantung, tapi katanya tidak ada tanda-tanda bunuh diri. Sejak itu, kamar itu tidak pernah digunakan lagi."

Agni terdiam, pikirannya kacau. Tapi ia merasa ada yang tidak beres dengan cerita ini.

---

Malam itu, Agni memutuskan untuk tidak tinggal diam. Ia kembali ke kamar sudut, kali ini membawa nyali yang lebih besar. Dengan senter di tangan, ia masuk ke ruangan itu lagi.

Ia membuka buku tua di meja, mencoba menemukan petunjuk. Halaman-halaman terakhir buku itu menampilkan tulisan dalam bahasa Indonesia:

"Siapa yang membaca ini, kau telah membuka pintu yang seharusnya tetap tertutup. Aku tidak pergi, aku hanya menunggu."

Agni merasa tengkuknya meremang. Saat ia mengangkat kepala, bayangan itu kembali muncul, kali ini lebih dekat.

Sebelum ia sempat bergerak, sosok itu berbisik pelan, "Terima kasih sudah menemukanku."

Lampu senter padam.

---

Keesokan harinya, Pak Budi menemukan pintu kamar sudut itu terbuka. Ia masuk perlahan, hanya untuk menemukan ruangan yang kosong, seperti biasa. Namun, di atas meja kecil itu, buku tua yang biasa tergeletak di sana sudah tidak ada lagi.

Tidak ada jejak Agni.

---

"Rasa takut yang tak terkendali sering kali membawamu ke jurang yang lebih gelap dari keberanian itu sendiri."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun