"Ayo kita kesana!" Ujarku sambil memandangnya lekat.
Ia menganggukkan kepala.Â
"Maaf ya Senja, Aku benar-benar ngga tahu mengapa surat ini jatuh ke tangan  Aryani, "ujarku dengan nada memelas. Debar jantungku makin tak karuan. Senja terlihat gelisah.
Ah, Senja. Aku tahu kamu memegang teguh prinsip tidak berduaan dengan lawan jenis. Tapi, kita kan tidak melakukan hal apapun.
"Aih, Dadi! Kamu kok malah melamun. Ayo jalan! Masak mempelai pria kamu biarkan sendiri!"kata-kata Iwan menyadarkanku.
----
Pikiranku berkecamuk. Maju. Mundur. Maju. Mundur. Entah sudah berapa lama. Akhirnya kuputuskan untuk mengetuk pintu.
Tok tok tok...
"Assalamu'alaikum,"kuucapkan salam saat pintu terbuka. Kulihat perempuan dengan wajah pucat berdiri sambil menggendong bayi perempuan.
"Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh, "sahutnya perlahan sambil menundukkan kepala. "Oh, Mas Dadi. Ayahnya Azi sedang tak ada di rumah. Maaf ya Mas, saya tidak bisa mempersilakan masuk,"imbuhnya pelan. Nyaris tak terdengar.
Senja, kamu masih kukuh menjaga prinsip.Â