Bahagianya bisa Bersilaturahmi ke Saudara Tua
Saat usia sudah senja, kami berusaha selalu bersilahturahmi. Kali ini kami, keluarga Besar Bapak Sukiman menyempatkan diri bersilaturahmi pada Bude kami yang masih hidup. Ada dua kakak dari Mertua saya yang akan kami kunjungi.
Sementara Bapak mertua kami sekaligus Bapak dari Suami serta saudara-saudara sekandung suami sudah menghadap Allah sejak suami dan kakak-kakaknya masih kecil. Kini keluarga suami sudah tua seperti suami. Bersyukur kami sudah mapan semua dalam arti sudah menjadi nenek dan kakek. Tinggal dua bude yang bisa kami kunjungi pada hari Ahad kemarin.
Tiga mobil meluncur dari Klaten menuju Boyolali. Seolah napak tilas saat kami memasuki kampung tempat bude tinggal. Sesaat kami yang saat itu satu mobil dengan adik ragil.
"Waktu dulu saya pernah jalan kaki lewat sini nih," ucapku sambil menunjuk jembatan. Ya benar waktu saya masih pengantin baru dan mempunyai anak satu pernah berjalan ke sini bersama ibu mertua.
"Ya, Mbak, aku juga pernah jalan kaki lewat sini," ucap Adik Lin sambil memandangi jalan.
Usai masuk kampung Teras, kami belok kiri menuju kampung Bude. Kami melewati persawahan dengan hijaunya padi. Hawanya sejuk. Angin semilir menerpa tubuh ketika kaca mobil dibuka. Beberapa saat kemudian kami sampai di rumah Bude Marni, kakak dari Bapak Mertua.
Sebuah rumah kuno bercat putih kami masuki setelah mengucap salam. Seorang nenek dengan usia 90 tahun-an duduk di amben dapur. Penyangga untuk berjalan berada di sisinya. Satu per satu kami yang berjumlah dua belas orang menyalami beliau yang sudah sepuh. Tak lupa kami menyebut nama. Beliau tampak mengingat-ingat sosok kami. Tawa pun bergulir ketika Mbah Marni bercerita masa lalu.
"Mbah ini sekadar oleh-oleh dan ini untuk Bude ,"ucap Mbak Sus sambil mengangsurkan amplop yang sudah dipersiapkan. Ucapan terimakasih bertubi diucapkan nenek yang suaranya masih lantang. Tak lama kemudia beliau bejalan ke ruang tamu dengan berjalan menggunakan penyangga. Kami pun dibuat tertawa karena dengan gesit karena Bude berjalan dengan amat cepat.
Usai berbincang-bincang dengan nenek Marni dan anak-anakknya kami mohon pamit. Kami melanjutkan perjalanan menuju nenek Marti yang berada tak jauh dari sini. Perjalanan indah karena kami menyusuri desa yang masih asri. Kebun --kebun yang subur dengan aneka pepohonan yang menyejukkan mata. Usai masuk kebun peninggalan Mbah, kami berkunjung ke rumah Mbah Marti, kakak bapak mertua.
"Assalamuallaikum," sapa kami serempak
"Walaikumsalam," suara Bapak yang merupakan anak Mbah Marti. Tampak Mbah Marti duduk di kursi ruang tamu. Kami menyalami beliau satu persatu.
"Saya, Kun, Ambarawa," ucap Suami.
Beliau pun ingatannya tajam dengan mengatakan kalau suami masa kecil sering jalan kaki dari desa ke desa.
"Nggeh, leres Mbah," ucap suami tertawa karena Budenya masih ingat kejadian saat suami masih kecil.
Seperti pada Mbah Marni, kami pun memberi oleh-oleh dan sedikit uang untuk beliau. Beliau pun tersenyum dan bahagia. Sebuah penyangga untuk berjalan ada di depan nenek yang usianya sekitar 90-an.
Alhamdulillah kami bisa menyambung silahturahmi dengan Mbah Tarni dan Mbah Marti yang merupakan Bude kami. Semoga silaturahmi ini membawa berkah bagi kami. Kami pun mohon pamit.
Ambarawa, 18 November 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI