Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan

21 Maret 2019   16:59 Diperbarui: 21 Maret 2019   17:10 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Sangat aneh bagi pikirku kalau kamu meminta bertemu hari Minggu pada minggu depan. Aku sedikit menyalahkan keponakanmu yang memberikan nomor hapeku tanpa izinku. Kamu sudah tahu sejak semula, aku termasuk orang yang tidak bersedia menerima kejutan-kejutan yang tidak kuundang pada hari apapun. Itulah kenapa aku tidak terlalu senang keluar rumah. Bagiku, dalam jarak selangkahpun, luar rumah menyuguhkan drama tetangga, teriak putus asa pedagang sayuran, hisak sepi pengemis yang pura-pura kakinya pincang, dan serentetan skenario yang memaksaku menyentuh sisi manusiawiku sekaligus mempertanyakan peran apa yang sedang diragakan di depanku.

"Aku punya waktu satu jam, aku menunggumu di Rumah makan Nurul," kupencet tombol kirim dilengkapi dengan peta lokasi yang kuhidupkan untuk delapan jam.

Sebenarnya aku kesal pada diriku yang menggunakan kata menunggu. Seolah aku mengizinkan diriku memperpanjang menunggu yang dulu telah kulakukan sampai memakai masa satu dekade. Aku telah sangat tahu, menunggumu akan mengantarkanku pada ketidakpastian. Kini aku bertanya pada diriku sendiri. Apakah aku melakukan hal yang tepat memberimu satu jam untuk memberikan jawaban yang kamu tunda. Apakah aku berhati besar untuk menampung penjelasan yang mengonfirmasi keputusan yang telah kubuat dulu. Kali ini aku merasa telah kalah oleh waktu, telah kutulis sendiri, aku punya satu jam untukmu.

"Kamu tidak berubah," katamu setelah lebih dari 15 menit hanya diam saja, sama sekali tidak memandangku saat sua di hari Minggu yang kamu usulkan.

Bagaimana seseorang dapat menilai orang lain dengan begitu mudah tanpa melihat ke dalam hatinya sekejap pun. Apakah perjumpaan pada hari Minggu memudahkan seseorang memahami wujud fisik dan non fisik orang lain tanpa bertatap menelisik mata hatinya. Apakah perempuan bisa begitu mudah ditelanjangi keberadaanya tanpa perlu menatap baju pembungkus hijab jati dirinya. Aku tidak mengerti kamu.

Sejak lama aku telah tahu. Aku telah berubah. Berubah dari orang yang selalu meminta izinmu untuk memutuskan sesuatu menjadi orang yang memutuskan sendiri apa yang kumau. Kamu yang mengajarkan itu lewat pembiaranmu selama ribuan hari. Kamu mengatakan aku tidak berubah, dari sudut mana kamu memandang. Jangan-jangan kamu menggunakan tatapan penasaran masa SMA kita. Tubuh setengah abadku, yang kini di depanmu, tidak terlihat. Yang kamu lihat dan tangkap adalah keindahan perkenalan dengan seorang gadis yang kemana-mana membawa buku berbahasa Inggris yang berisi bahasan Logic. Kamu sebut aku perempuan yang kurang sensitif, perasaanku habis dilalap buku logika.

"Fin, tolong. Aku bangkrut. Semua cintaku telah habis. Istriku membawa ketiga anakku. Aku sendirian." Suaramu memelas, sangat rapuh, ringkih di balik rambutmu yang kulihat mulai bercampur (satu dua) putih.

Pertolongan macam apa yang kamu butuhkan, sulit untuk kupahami. Semudah itu kamu meminta tolong. Kamu tidak menengok ke masa silam, kamu sama sekali tidak menolong remuk hatiku ketika bertahun-tahun kamu menghilang.

Tanganku tak bersedia merengkuh jasmanimu. Ada jarak yang aku sendiri tak tahu apa pengukurnya. Tanganku kaku untuk meraih kedukaanmu. Dulu, aku selalu membayangkan jika bisa bertemu denganmu, aku akan menghambur dan membiarkan tanganku dan tanganmu saling meraih badan cinta kita. Aku akan melewatkan setiap menitnya dengan derai kerinduan.
 
"Katakan sesuatu, apapun itu Fin," pintamu membuyarkan lamunanku. Kulihat matamu mencari kalimat yang akan kuucapkan dan memuaskan permintaanmu. Mataku mencari penjaga rumah makan yang lebih mudah kupenuhi permintaan bayaran atas semua bon yang kubuat.

"Aku telah menolongmu dengan tidak mencarimu." Mantap sekali aku memenuhi keinginannya akan tuturku. Kamu terlihat terkejut. Kubiarkan kamu mencerna sendiri makna yang ingin kutitipkan pada kalimat singkat tersebut. Kamu tentu tidak akan menyangka bahwa aku akan bisa sangat kuat berkata-kata di depanmu. Usahamu dulu untuk membentukku menjadi perempuan patuh mengiyakan semua katamu tidak berbekas sama sekali.

"Waktumu telah habis." Tandasku. Kamu terlihat semakin terkejut. Kamu tidak mengira aku bisa mengatur berapa lama aku bersamamu. Kamu juga tidak menduga aku mampu memutuskan bahwa aku tidak lagi menunggu. Kamu terkaget-kaget sendiri, aku tidak menanyakan kenapa kamu meninggalkanku tanpa alasan waktu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun