Semua orang yang mendengarnya langsung merasa marah. Tapi tak bisa berbuat apa-apa karena memang begitu aturannya. Gadis miskin itu menangis. Dia perlahan-lahan berlutut di lantai.
"Kakak! Ini salahku! Mohon bantu ibuku! Aku akan berlutut padamu!" Teriaknya dengan suara serak karena menahan Isak tangis.
Tapi sebelum lututnya menyentuh lantai, sepasang tangan kekar langsung menahannya. Tubuh Gadis itu gemetar marah. Siapa yang berani menyentuhnya seperti ini? Tapi sebelum dia berteriak, dia mendengar suara yang akrab ditelinganya, suara yang sudah bertahun tidak didengarnya.
"Kau tak perlu berlutut pada manusi berhati binatang. Serahkan pada Uda saja, adikku!"
Gadis itu segera berbalik dan memeluk satu sosok pemuda kekar berwajah tampan dengan pakaian lusuh dan robek dibeberapa tempat. "Uda akhirnya kau datang!huhuhu!"
"Tidak apa-apa, Siti! Ada Uda disini. Ibu akan baik baik saja!" Ucap pemuda itu yang tak lain Alif adanya.
"Hai, gembel! Siapa yang kau bilang manusia berhati binatang? Dasar miskin! Keluar dari sini atau petugas keamanan akan melemparkan tubuhmu keluar!" Bentak petugas Administrasi itu dengan marah.
Perlahan-lahan Alif meleaskan pelukannya. Menepuk bahu Siti beberapa kali. Lalu berbalik berjalan pada petugas rumah sakit itu. "Sebagai pelayan publik, sikapmu sungguh sangat keterlaluan, kau pantas dihajar. Plak!!"
Dengan kecepatan Alif, tak ada yang akan menyangka dia menampar petugas rumah sakit bermulut kasar itu. Gadis itu jatuh dari kursinya dengan cetakan telapak tangan di pipinya yang putih. Dia menjerit kesakitan. Begitu bangkit dia berteriak pada petugas keamana.
"Hancurkan tulang belulang bajingan ini dan buang dia kepenjara!" Teriaknya.
Para petugas keamanan pun bergegas masuk. Seorang lelaki paruh baya dengan cambang bawuk diikuti oleh lima orang berseragam petugas keamanan berlari mendekat.