Mohon tunggu...
Humaniora

Edukasi Anti Hoaks pada Siswa Melalui Literasi Informasi (Anti Hoaks Sang Pendidik)

10 November 2017   23:18 Diperbarui: 11 November 2017   05:19 1930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai oknum penyebar berita bohong, Saracen akan dikatakan berhasil apabila berita yang diproduksi di-reposting dan rebroadcastoleh para pengguna. Tentu saja Saracen membidik mangsa pada pengguna media sosial yang minim tingkat literasi dan asal membagikan (share) berita tersebut. Dalam hal ini, pelajarlah yang menjadi sasaran. 

Dengan jumlah share yang tinggi dan menjadi viral, maka berita tersebut dimungkinkan akan dibaca oleh siapa saja dan dapat menanamkan pemikiran tertentu sesuai keinginan pembuat berita hoax. Tidak hanya Saracen, data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech).  

            Berita hoax dapat dikenali melalui beberapa cara, dilansir dari laman http://tekno.kompas.com, cirri-ciri berita hoax diantaranya adalah sebagai berikut.

  • Judul yang Provokatif. Judul berita hoax pada umumnya dibuat untuk menarik pembaca. Judul tersebut sengaja dibuat menggunakan diksi yang provokatif dan berlebihan.
  • Cermati Alamat Situs. Bagi informasi yang diviralkan melalui media sosial, kita harus memastikan terlebih dahulu siapa pemilik akun tersebut. Kemudian apabila informasi tersebut diperoleh dari website maka pastikan link atau URL situs tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan dengan cara mengecek berita-berita lain yang dimuat dalam website tersebut. Tentu hal ini tidak berlaku apabila informasi tersebut memang berasal dari laman/website resmi kementerian atau pemerintahan terkait.
  • Periksa Fakta. Fakta berkaitan erat dengan sajian data. Memerika fakta berarti kita bertabayyun terhadap berita yang ada. Memerika fakta dapat dilakukan dengan cara mencari informasi terkait berita tersebut dari berbagai sumber lain yang relevan dan dapat dipercaya.
  • Cek Keaslian Foto. Kasus penyalahgunaan dan editingfoto makin merebak saat pemberitaan hoax mulai masif. Apabila pada zaman dulu pengubahan foto seringkali hanya dilakukan pada foto artis-artis dengan maksud candaan (meme) saja, akan tetapi saat ini penyalahgunaan foto dapat dilakukan pada siapa saja termasuk pada foto para tokoh publik untuk membuat berita hoax. Selain itu, pada hoax yang berkaitan dengan IPTEK atau lingkungan, editing foto biasanya dilakukan dengan sangat berlebihan, misal dengan menambahkan  foto ikan raksasa di foto sungai, dan sebagainya.
  • Ikut Serta Grup Diskusi Antihoax. Grup diskusi antihoax tidak hanya sekadar apa yang ada di media sosial, tetapi dapat diartikan pula sebagai aktif berdiskusi dan bertukar informasi pada rekan sebaya dan pihak-pihak lain yang dipandang lebih paham ihwal berita tersebut. Dengan meningkatkan literasi informasi dan aktif berdiskusi guna mencari informasi yang valid, maka diharapkan seseorang tidak mudah mempercayai berita yang masih disangsikan kebenarannya.  

Antihoax  Sang Pendidik melalui Implementasi Literasi Informasi

            Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara (Kemdikbud, 2016). Berdasarkan buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah, uji literasi membaca dilakukan dengan mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Adapun hasil uji PISA tahun 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013).

            Seiring perkembangan zaman, literasi tidak sebatas diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis saja, namun ada beberapa jenis literasi lain yang diperlukan bagi kehidupan seseorang. Berdasarkan data dari UNESCO, ada enam kategori literasi yang diperlukan dalam abad 21, yaitu (a) basic literacy, (b) computer literacy, (c) media literacy, (d) distance learning / e-learning, (e) cultural literacy,dan (f) information literacy.

Sesuai teori tersebut, literasi nformasi (information literacy) masuk menjadi salah satu bagian yang sangat penting. Literasi informasi berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat memahami makna yang ada dalam suatu informasi. Tentu saja hal ini berkaitan dengan bagaimana seseorang mendeteksi dan memvalidasi suatu informasi apakah sesuai dengan data dan fakta atau justru hoax. Oleh karena itu, saya berkeyakinan bahwa implementasi literasi informasi pada pembelajaran dapat menjadi jalan bagi pendidik untuk menangkal hoax di kalangan siswa dan masyarakat.

            Cara mengimplementasikan literasi informasi dalam pembelajaran adalah dengan menyisipkan konten berita hoax dalam teks materi pembelajaran. Pada Kurikulum 2013, mata pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi sebagai penghela ilmu pengetahuan. Artinya, mata pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan pula untuk membelajarkan materi lain dengan tetap berada pada koridornya sebagai mata pelajaran yang menekankan kemampuan berkomunikasi. Dengan demikian, materi literasi informasi yang berkaitan dengan hoax dapat disisipkan.

            Dalam menyisipkan pemberitaan hoax yang akan digunakan sebagai teks atau sarana pembelajaran, guru tetap harus memperhatikan karakteristik dan isi konten yang sesuai dengan siswa. Berdasarkan penelitian dari Kominfo, isu hoax paling banyak adalah pada isu sosial politik, SARA, dan kesehatan. Isu lain yang menjadi topik hoax berkaitan dengan makanan dan minuman, penipuan keuangan, IPTEK, berita duka, candaan, bencana alam, dan lalu linta. Persentase data dari penelitian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut.

            Dari berbagai isu hoax di atas, guru harus menyesuaikan dengan materi pelajaran dan jenjang pendidikan siswa. Pada siswa SMP tentu materi hoax dengan isu sosial politik akan lebih susah dimengerti dibandingkan apabila guru menjelaskan tentang isu makanan dan minuman. Selain itu, guru harus dengan kreatif memformulasikan bagaimana cara menarik minat sekaligus memberikan pemahaman yang impresif pada siswa. Salah satu caranya adalah dengan mengawali literasi informasi dengan menyanyikan bersama gubahan lagu "Antihoax" yang sudah saya sajikan pada pembuka artikel. Pemanfaatan lagu sebagai sarana memahamkan siswa dilatarbelakangi adanya fakta bahwa siswa lebih mudah menghapal lagu tersebut dan diharapkan lirik lagu tersebut membekas dalam benak siswa.

            Contoh materi hoax yang dapat diimplementasikan sebagai literasi informasi pada siswa SMP adalah berita hoax dengan isu makanan dan minuman. Berita hoax dengan isu makanan dan minuman berkaitan langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari. Siswa SMP yang telah memiliki android dan menggunakan aplikasi whatsapp dan facebook acapkali membagikan informasi isu hoax ini. Guru dapat memastikan kebenaran berita tersebut dengan mencari sumber data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Setelah mendapatkan info tersebut, guru menginformasikan kepada siswa dalam bentuk teks, gambar, ataupun tampilan powerpoint presentasi yang digunakan sebagai media penyampaian materi literasi informasi. Beberapa contoh berita hoax yang berkiatan dengan isu kesehatan dan makanan adalah sebagai berikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun