Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Serunya Menyelami Legenda Ular Putih Lewat Filosofi Angka di Qi-Sha Tujuh Bintang Petaka Karya Acek Rudy

7 Maret 2024   11:50 Diperbarui: 7 Maret 2024   12:48 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul novel Qi-Sha Tujuh Bintang Petaka dokumentasi Acek Rudy

Novel horor jempolan yang seru, lucu, bikin terharu, dan minim head hopping yang bikin kita enjoy dan penasaran ingin terus membaca halaman demi halaman tanpa jeda!

Head hopping adalah lompatan sudut pandang antar-karakter dalam satu adegan yang terjadi pada cerita fiksi dan sering tidak disadari pengarang.

Dibanding novel perdana Acek Rudy Berdansa dengan Kematian, tidak ada head hopping di novel keduanya yang berjudul Qi-Sha Tujub Bintang Petaka. Ini bikin orang yang tidak suka genre horor dan mistis bisa menikmatinya tanpa harus berpikir keras dan merinding ketakutan.

Well, soal merinding ketakutan novel Qi-Sha sebetulnya bikin kita bergidik karena adegan kekerasan yang ditulis Acek betul-betul seperti terjadi di depan mata. Acek Rudy mahir merinci pemandangan mengerikan yang terjadi pada jasad Dauh, Alil, dan Nanda dengan nyata.

Uniknya, jika hampir semua kisah horor terasa janggal karena tidak masuk akal, Qi-Sha membuktikan bahwa hal mistis pun bisa diterima akal sehat karena berhubungan dengan kehidupan di dunia. Salah satu yang menjembatani dunia gaib dengan dunia nyata adalah mutasi jamur pemakan manusia yang dikuatkan oleh penelitian doktor di laboratorium IPB.

Unsur Intrinsik Numerologi


Selain Kompasianer, Acek Rudy dikenal sebagai numerolog kenamaan Indonesia. Wajahnya sering muncul di televisi sebagai narasumber yang mengungkap peristiwa kekinian dari sudut pandang fisolosofi angka.

Kita dapat menemukan filosofi angka-angka itu di Qi-Sha saat Tomi dkk menyelidiki kasus pembunuhan yang melibatkan Suhu Yong-min, Bai Suchen, dan keluarga Mayor Giok. Dari sini kita mengerti ternyata makna dibalik angka-angka bukanlah hal yang mistis, melainkan logis dan filosofis yang sudah digunakan oleh banyak suku bangsa yang berasal dari semua agama dan kepercayaan.

Sebagai novel bernuansa Tionghoa, budaya dan legenda didalamnya tentu berasal dari latar Acek Rudy yang orang Tionghoa. Namun, kerennya, tidak menjadikan novel ini primordial.

Hanya saja, penamaan tokoh numerologi dengan nama yang sama dengan pengarang novel ini, yaitu Acek Rudy dan Rudy Gunawan, rasanya kurang pas-meski sebetulnya tidak masalah.

Penamaan ini membuat Acek Rudy, yang bernama lengkap Rudy Gunawan, sebagai novelis jadi terlihat narsis dan mungkin akan mengganggu sebagian pembaca.

Rekan Seprofesi dan Kompasianer

Sama seperti Berdansa dengan Kematian, Acek juga memasukkan nama kawan seprofesinya di dunia nyata ke dalam tokoh Qi-Sha seperti Lintang, Miguel, dan Donny de Keizer.

Nama-nama Kompasianer sahabat Acek juga muncul menjadi tokoh yang memperkaya cerita seperti Felix Tani, Siska Artati, Muthiah Alhasany, Arif Saleh, dan Fery Widyatmoko. Fery alias EfWe bahkan jadi salah satu tokoh utama bergelar komisaris polisi. Gimana gak keren, coba?!

Blog publik bernama Secangkir Kopi Bersama juga muncul sebagai password saat Kompol Fery datang ke rumah Atang. Acek Rudy tercatat sebagai anggota grup WhatsApp dan penulis di Secangkir Kopi Bersama yang mayoritas anggotanya adalah Kompasianer.

Hanya saja, karena saya lama mengenal nama-nama itu sebagai sesama Kompasianer, diawal membaca rasanya lucu membayangkan Engkong Felix jadi anak muda. 

Di Kompasiana, Engkong memang sama seperti di Qi-Sha yang berwawasan luas dan sering tengil kalau menulis artikel humor. Juga sering nyeletuk gak pake mikir kala menaruh komentar di artikel Kompasianer lain, tetapi rasanya tetap gimana gitu membayangkan di Qi-Sha beliau jadi anak muda yang senang ngopi di kafe sampai larut malam.

Pun ada Siska Artati. Begitu membaca nama ini saya tergelak. Di kehidupan nyata Kompasianer Siska Artati adalah guru privat, tapi di novel Qi-Sha dia jadi wartawati.

Minim Masalah Plausibilitas

Qi-Sha Tujuh Bintang Petaka membawa kita menelusuri lorong-lorong Kota Tua Jakarta tempat keluarga Mayor Giok dibantai tentara Jepang tanpa sekali pun mempertanyakan apakah tempat itu benar-benar ada atau hanya karangan belaka.

Acek Rudy berdomisili di Makasar dan sesekali ke Surabaya, tapi dia berhasil menggambarkan Kota Tua lama Jakarta dengan rinci. Banyak cafe di seputaran Jakarta yang buka sampai larut malam sehingga pemilihan lokasi di Jakarta sangat masuk akal untuk kisah di mana kita diombang-ambing dengan legenda Bai Suchen apakah dia itu sebenarnya jahat atau baik.

Dibanding Berdansa dengan Kematian yang unsur plausibilitasnya tinggi, Qi-Sha Tujuh Bintang Petaka minim masalah plausibilitas.

Related: Elevasi Buddhisme dan Budaya Jawa dalam Berdansa dengan Kematian Karya Acek Rudy

Satu-satunya masalah plausibitas dalam Qi-Sha ada di Bab 25 ketika Lintang dkk mengatakan mereka tidak tahu di mana Suci berada, tapi ketika Suci akan share loc, Lintang bilang mereka sudah tahu lokasi Suci karena sudah dari tadi membuntuti mobil yang ditumpangi Suci.

Dee Lestari dan Dan Brown

Banyak dari kita yang hanya samar membicarakan tragedi 12-14 Mei 1998 prareformasi karena tidak yakin fakta apa yang sebetulnya menimpa saudara-saudara Tionghoa kita saat itu. Namun, Acek lugas tanpa keraguan bahwa dia meyakini perkosaan dan pembantaian itu benar terjadi pada orang dan perempuan Tionghoa.

Meski begitu, Acek Rudy menyisipkannya dengan kebijaksaan. Ini membuat kita  yang non-Tionghoa jadi adem, maklum, dan tidak terpancing soal benar-tidaknya kengerian yang dialami orang-orang Tionghoa saat peristiwa Mei 1998. Dari sini jelas Acek Rudy ingin novelnya dinikmati semua kalangan tanpa memandang SARA.

Membaca QI-Sha Tujuh Bintang Petaka dari awal sampai akhir tanpa melewatkan satu halaman pun membuat saya merasa telah membaca novel yang menggabungkan ciri khas Dee Lestari dan Dan Brown sekaligus! Bisa dibayangkan betapa seru dan mempesonanya membaca karya sastra hasil gabungan novel dua novelis ternama itu.

***

Membaca Qi-Sha Tujuh Bintang Petaka ini ternyata mengalami kemajuan pesat daripada Berdansa dengan Kematian, tidak heran kalau nanti Acek Rudy si numerolog numero uno akan sama terkenalnya dengan Dewi "Dee" Lestari sebagai novelis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun