Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Meneropong Angkatan Sastra Siber dari Generasi Alpha

20 Mei 2022   12:34 Diperbarui: 21 Mei 2022   13:07 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sastra siber interaktif (wallup.net)

Tiap masa tiap generasi selalu melahirkan angkatan sastra dimana novelis, cerpenis, penyair, kolumnis, dan kritikus menyemarakkan dunia literasi dengan tulisan-tulisan mereka.

Sastra cyber, untuk selanjutnya saya tulis dengan siber-sesuai KBBI, merupakan bentuk sastra yang hadir sebagai konsekuensi logis dari teknologi digital yang  dibangun manusia.

Silakan Baca: "Revolusi Internet 1969-2021 dari Arpanet ke Metaverse" untuk mengetahui kelahiran dan linimasa internet.

Balai Bahasa Jateng mencatat bahwa sastra siber lahir seiring dengan majunya teknologi internet pada 1990-an. Betul. Walau kecepatan internet waktu itu masih dikisaran ratusan kilobytes per second (kbps), sudah banyak orang di dunia yang saling terhubung dan saling bertukar isi surat elektronik (email). Pencurian data kartu kredit untuk dikuras limitnya bahkan sudah terjadi dalam skala kecil. 

Apakah Wattpad termasuk sastra siber?

Sewaktu mengisi kelas menulis, ada guru yang menanyakan apakah Wattpad termasuk sastra siber. Beliau rupanya senang membaca cerita-cerita di Wattpad walau masih yang versi gratisan.

Yes, Wattpad yang hadir pada tahun 2006 bisa disebut sebagai pelopor sastra siber. Arti siber itu sendiri adalah sistem komputer dan informasi yang berhubungan dengan internet. Wattpad sepenuhnya beroperasi di internet. Karangan-karangannya ditulis, dibaca, dan didistribusikan lewat internet. Sekarang bahkan menerima pembayaran dan membayar juga lewat internet.

Kelak, sastra siber lebih dari sekedar menulis blog dan membuat novel di Wattpad. Sastra siber yang dikembangkan oleh Generasi Alpha akan lebih interakfif dan variatif dengan digitalisasi visual yang sesuai untuk orang-orang yang sudah biasa hidup bersama internet.

Generasi Alpha

Generasi Alpha, disingkat dengan Gen Alpha, adalah generasi yang lahir tahun 2010 sampai 2024. Anak-anak ini sekarang sedang asyik menikmati pendidikan di TK dan SD.

Istilah Gen Alpha diciptakan oleh Mark McCrindle, yang awalnya kesulitan mencari nama untuk mengidentifikasi generasi setelah Gen Z, guna kepentingan penelitiannya.

Sesudah kita punya Gen Z (Z merupakan huruf terakhir dari alfabet) akan tidak masuk akal bila menamakan generasi berikutnya dengan Gen A. Itu berarti penamaaan generasinya jadi mundur, balik lagi, dan jadi gak lucu.

Mark menggelar survei untuk mencari nama yang tepat bagi generasi setelah Gen Z. Singkat kata, ditemukanlah nama Alpha. Kebetulan, Alpha adalah huruf pertama dari alfabet Yunani. Huruf yang muncul dari alpha kebetulan juga ditulis dengan huruf A dan a dalam bahasa Latin yang kita pakai ini.

Rekomendasi Bacaan: Memahami Generasi Alpha dan Cara Mendidiknya

Secara neurologis, menurut Mark, Gen Alpha amat cepat menguasai teknologi secanggih apapun karena mereka lahir dari orang tua dan lingkungan yang sudah bergantung dengan teknologi. Namun, anak-anak yang lahir dalam kondisi perang dan tinggal di daerah miskin terpencil tentu jadi pengecualian.

Ciri Utama Generasi Alpha

Selain amat cepat menguasai teknologi, Gen Alpha juga punya ciri khas utama yang membedakan mereka dengan generasi sebelumnya. 

1. Punya dunia di internet. Anak-anak Gen Alpha ingin selalu terhubung dengan internet. 

Saat orang tuanya sibuk dengan urusan di dunia nyata, Gen Alpha sudah menciptakan dunia sendiri di internet. Itu sebab jika punya anak Gen Alpha kita tidak boleh gaptek dan selalu harus tahu apa saja yang sedang terjadi di internet (dan medsos). Bila tidak, akan susah sekali mengontrol apa saja yang mereka lakukan di internet.

Termasuk didalam internet adalah platform berbagi video seperti YouTube, TikTok, semua jenis medsos, dan platform pesan instan seperti WhatsApp, Telegram, atau Line.

2. Kurang suka menulis dengan tangan. Bila anak-anak Gen Alpha tulisannya seperti ceker ayam, kita harus maklum. Mereka terbiasa mengetik daripada menulis. 

Banyak sekolah dasar yang mengajarkan ilmu komputer kepada peserta didiknya sejak kelas 3 supaya mereka mahir menggunakan perangkat tersebut.

Itu sebab sampai sekarang masih ada pelajaran membuat prakarya, mengarang, dan menulis halus. Supaya keseimbangan otak Gen Alpha tetap terstimulus dan kreatif tanpa internet. 

3. Lebih suka mengungkapkan isi pikiran secara nonverbal. Banyak anak Gen Alpha cenderung pendiam dan bicara seperlunya di dunia nyata. 

Itu karena sejak lahir otak mereka sudah terbiasa memproses segala sesuatu yang berbentuk visual (gambar disertai suara). Otak akan memproses bentuk visual lebih cepat dan mudah daripada bentuk tulisan. Saat seseorang membaca tulisan, otak akan memproses informasi lebih kompleks dari bentuk visual.

Pemprosesan yang "rumit" itu lantas akan mengaktifkan kerja sel-sel otak jadi berlipat-lipat. Sel-sel yang aktif membantu otak merekam kosakata yang terjadi saat seseorang membaca yang kemudian meningkatkan kemampuan verbal seseorang. 

Maka orang yang senang membaca cenderung punya komunikasi verbal yang lebih baik daripada yang tidak. Yang dimaksud komunikasi verbal disini adalah komunikasi efektif antarmanusia, bukan sekedar bicara ala tong kosong.

Gen Alpha yang punya orang tua Milenial lebih beruntung karena lebih cerewet dan generasi sebelumnya yang pendiam. Generasi sebelum Milenial, yaitu Gen X dan Baby Boomer tidak terbiasa mengungkapkan isi hati dan pikiran secara langsung dan frontal. Ini terjadi karena kondisi zaman yang belum banyak teknologi dan sumber informasi sehingga mereka menerima yang harus mereka terima tanpa banyak omong.

4. Mudah ngambek dan marah-marah. Ini yang akan terjadi bila Gen Alpha jarang diajak ngobrol. 

Alih-alih bicara, mereka malah marah-marah atau ngambek karena tidak biasa dan tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan teman, orang tua, dan kerabatnya saat ada sesuatu yang tidak membahagiakan hatinya.

Angkatan Sastra

Di sela mengisi kelas menulis untuk Gen Alpha ini, saya iseng bertanya, "Kalau sudah besar mau jadi apa?" Enam dari 15 Gen Alpha menjawab ingin jadi YouTuber, TikToker terkenal, dan selebgram (selebriti Instagram). Jawaban amat wajar dari generasi yang lahir di era medsos.

Melihat dunia mereka yang internet banget dan menyukai tampilan visual daripada tulisan, maka timbul pertanyaan, akankah lahir angkatan sastra dari Generasi Alpha?

Mari sedikit mengulang untuk menyegarkan ingatan tentang angkatan sastra yang kita punya dari generasi ke generasi.

1. Angkatan Balai Pustaka. Disebut angkatan Balai Pustaka karena mayoritas novel yang beredar pada tahun 1920-an diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.

Novel pertama yang terbit adalah Azab dan Sengsara karya Merari Siregar tahun 1921. Sastrawan angkatan ini setelah Merari Siregar ada Marah Roesli, M. Yamin, Abdul Muis, Djamaluddin Adinegoro, dan Aman Datuk Madjoindo.

2. Angkatan Pujangga Baru. Disebut juga angkatan 1930-an dimana para pengarang mulai menulis tentang perjuangan bangsa dibanding romantisme kedaerahan.

Pengarang paling menonjol pada masa ini adalah Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisjahbana. Novel dan puisi karangan tiga sastrawan ini jadi bacaan wajib bagi anak sekolah di era orde baru.

3. Angkatan 45. Nama angkatan ini diberikan oleh sastrawan, budayawan, sekaligus tokoh pers Rosihan Anwar pada 1949.

Penamaan Angkatan 45 waktu itu dipenuhi pro-kotra karena banyak anggapan menilai bahwa yang lebih pantas menyandang embel-embel "45" hanyalah para pejuang kemerdekaan, bukan sastrawan. Akhirnya nama Angkatan 45 tetap dipakai sampai sekarang dengan pelopornya adalahg Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, dan Idrus.

4. Angkatan 50-an dan 60-an. Pengarang paling tersohor masa  ini adalah Pramoedya Ananta Toer. Namun, novelnya yang paling terkenal, Bumi Manusia, terbit pada 1980.

Setahun kemudian Kejaksaan Agung melarang peredaran Bumi Manusia karena dianggap mengajarkan marxisme dan komunisme. Setelah reformasi, Bumi Manusia diterjemahkan ke dalam 33 bahasa dan jadi salah satu referensi karya sastra dunia yang wajib dibaca.

Karena itu Pram mungkin lebih tepat disebut sebagai sastrawan segala angkatan. 

5. Angkatan 60 dan 66. Angkatan 1960-an terpotong oleh Angkatan 66 karena dipengaruhi oleh situasi politik yaitu peristiwa G30S dan unjuk rasa mahasiswa besar-besaran.

Adapun nama Angkatan 66 dicetuskan oleh HB Jassin di Majalah Horison Nomor 2 tahun 1966. HB Jassin sampai sekarang dijuluki sebagai Paus Sastra Indonesia. Nama-nama tenar seperti Taufik Ismail, Putu Wijaya, Sapardi Djoko Damono, dan Goenawan Mohammad muncul di masa ini.

Angkatan ini juga memuat nama Iwan Simatupang. Iwan merupakan satu-satunya sastrawan Angkatan 1950 yang dimasukkan ke generasi 60-an karena karyanya kerap dicibir di eranya. Sastra yang ditulisnya baru mendapat pengakuan satu dekade kemudian. 

6. Angkatan 70 dan 80.  Abdul Hadi W.M. dan Damai Toda ingin melanjutkan penamaan generasi sastra era 1970-an dengan nama Angkatan 70, tapi Korrie Layun Rampan menganggap tidak ada generasi sastra yang muncul pada periode ini. 

Korrie menganggap para penulis dan pengarang di masa 1970-an lebih banyak berekspresimen dalam tulisan-tulisan mereka dan keluar dari pakem kaidah bahasa. Lama-lama karya sastra mereka jadi tidak jelas. Karena itu Korrie menganggap generasi sastra setelah 1945 lebih cocok disebut sebagai Angkatan 80.

Novelis NH Dhini, Maria A. Sardjono, dan La Rose termasuk angkatan 70, sedangkan Emha Ainun Najib termasuk budayawan sastra angkatan 80.

7. Angkatan 2000. Saya lompat ke angkatan 2000 karena pada masa inilah muncul para pengarang perempuan moderen yang karyanya memukau.

Istilah "Sastrawan Angkatan 2000" dicetuskan oleh jurnalis sekaligus penulis Korrie Layun Rampan pada bukunya berjudul Leksikon Susastra Indonesia.

Pada masa ini Dewi "Dee" Lestari menerbitkan novel pertamanya Supernova pada 2001. Sebelumnya ada Asma Nadia yang menerbitkan Lentera Kehidupan pada tahun 2000. Balik kebelakang sedikit ada Ayu Utami yang mengguncang pecinta novel dengan erotisme yang dia masukkan di novel Saman. Ada yang menganggapnya vulgar, ada yang menganggapnya wajar.

Para mahasiswa yang bilang lebih enak zaman Pak Harto dimana hidup lebih makmur dan kebebasan terjamin, silakan baca novel Saman yang terbit pertama kali pada 1998. Dari bacaan ringan itu kalian bisa tahu bagaimana kerasnya represi orde baru.

Selanjutnya yang termasuk angkatan 2000 ada Djenar Maesa Ayu, Andrea Hirata, Habiburahman El-Shirazy, dan Seno Gumira Ajidarma. Bila merujuk pada buku tulisan Korrie Layun Rampan, masih ada 100 nama pengarang dan penyair, termasuk kritikus sastra, yang termasuk angkatan ini.

Angkatan 2010 dan Sastra Siber

Belum ada yang secara resmi menamakan sastrawan dan sastrawati yang menerbitkan karya di era 2010-an dengan Angkatan 2010.. Apa sebab?

Pertama, karena sastrawan dan sastrawati era 2000-an konsisten menerbitkan karya sampai sekarang, membuat mereka masih "menguasai" pasar. Tambahan, Kompasianer Khrisna Pabichara boleh juga kita masukkan sebagai sastrawan Angkatan 2010.

Kedua, pada masa inilah sejumlah penerbit indie dan self-publishing bermunculan untuk memudahkan siapa saja menerbitkan karya sastra tanpa mengikuti selera pasar dan proses panjang di penerbit mayor.

Cyber literature atau sastra siber juga sudah dikerjakan oleh Gen Alpha di  banyak sekolah dengan motivasi dari guru dan orang tua Milenial mereka. Pada pelajaran Bahasa Indonesia, para siswa diberi tugas membuat puisi dan cerita pendek. Puisi dan cerpen terbaik lalu dimuat di majalah dinding (mading) digital yang dibuat menggunakan Google Sites. Mirip seperti blog.

Di Kabupaten Magelang beberapa SD-SMA sudah punya mading digital dengan konten yang rutin diperbarui dan bisa dilihat semua orang. Dinas pendidikan setempat bahkan pernah menggelar lomba mading digital untuk tingkat SD.

Kelak, sastra siber yang dibuat Gen Alpha bisa jadi dibuat interaktif karena mereka amat menyukai penampakan gambar dan suara daripada cuma tulisan. Pembaca dapat "masuk" ke dalam cerita menggunakan suara, sentuhan, atau ketikan jari untuk memilih dan mengikuti alur cerpen dan novel. Gambar dan ilustrasi yang ada dalam cerita juga bisa bergerak dan mengeluarkan suara saat disentuh.

Kok seperti mengada-ada, ya? Tidak. Manusia bisa melakukan apa saja asal ada kemauan. Mengkloning makhluk hidup dan keluar angkasa saja bisa, apalagi cuma bikin sastra siber interaktif.

Sastra interaktif sebenarnya sudah dibuat oleh developer gim bergenre role-playing. Pada gim itu pembaca bisa memilih sendiri tokoh, jalan cerita, dan ending yang disediakan dari sebuah novel. Namun, bila pada gim kita harus meng-update secara rutin untuk melanjutkan ceritanya, pada sastra siber interaktif tidak perlu. 

Tata Bahasa Sastra Siber

Pada sastra siber interaktif, kita mungkin lebih banyak menemukan penggunaan bahasa Indonesia tidak baku yang ditujukan kepada sesama Gen Alpha karena kurang menyukai tulisan (sebagai efek dari gaya hidup digital sejak bayi). 

Mereka akan lebih menyukai bahasa percakapan yang menggunakan istilah kekinian (slang) dan dibumbui keminggris. Keminggris disini maksudnya bukan bahasa yang campur-baur Indonesia-Inggris, melainkan hanya istilah Inggris yang tidak diubah menjadi bahasa Indonesia, misal email, earphone, game, headset, atau browser.

Meski begitu, walau beda gaya dan ciri khas dengan angkatan-angkatan sebelumnya, angkatan sastra dari Gen Alpha tetap patuh mengikuti KBBI dan PUEBI jika mereka membuat karya sastra dalam bentuk buku cetak/fisik. Hari ini namanya masih PUEBI alias Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, tahun depan entah ada perubahan apa dalam bahasa Indonesia.

Menurut Kemdikbud, bahasa Indonesia mengalami pemutakhiran setiap enam bulan sekali sesuai masukan dan perkembangan bahasa di masyarakat.

***

Pada hal lain untuk mengikuti perkembangan zaman guna menarik minat anak-anak mengunjungi museum, Museum Samudra Raksa sudah punya wahana interaktif. Museum yang ada di dalam komplek Candi Borobudur itu punya koleksi pecah-belah dari Tiongkok abad ke-9 yang karam di perairan Cirebon. 

Wahana interaktif disana mengisahkan pelayaran dagang bangsa Indonesia melewati jalur sutra sampai ke Afrika. Lantai museum terdiri dari beberapa layar yang menampilkan kehidupan laut dimana ikan-ikan akan kabur bila kita injak. Pun lumba-lumba dalam layar di dinding akan melompat sebagai respon atas lambaian tangan kita.

Bila jejak sejarah bangsa di museum saja bisa dibuat interaktif, karya sastra juga bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun