Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gagal Paham Prabowo Tentang Rasio Utang

11 Januari 2024   08:48 Diperbarui: 11 Januari 2024   09:59 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres Prabowo (Sumber: Detik.com) 

Ini pemahaman yang salah. Justru Dimana-mana negara atau entitas bisnis itu berupaya menurunkan beban kewajibannya. Dengan cara memperbesar asset dan labanya dalam rangka menciptakan keseimbangan keuangan. Dalam konteks negara yakni memperbesar PDB atau meningkatkan tax revenue.

Idealnya untuk sebuah negara berkembang, butuh investasi besar untuk membangun, rezim keuangan defisit, adalah pilihan yang akomodatif. Yang penting hutangnya dikelola secara prudent sesuai batas utang yang diatur UU.

Sudah benar yang dijawab Anies, memperbesar PDB, maka rasio hutangnya turun. Atau memperbesar tax base sehingga penerimaan negara lebih besar---karena mayoritas penerimaan dari pajak. Dengan defisit APBN tetap berada jalur regulasi.

Dengan penerimaan yang lebih besar, maka defisit anggaran diharapkan tidak terlalu besar dan meningkatkan hutang. Ekspansi fiskal ditopang oleh ruang fiskal yang tersedia melalui peningkatan penerimaan

Secara teori, rasio hutang yang sehat itu 60% terhadap PDB ( UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara). Bukan berarti kita harus membuat hutang hingga 50% terhadap PDB. Mentang-mentang threshold-nya 60% terhadap PDB jadi boleh berhutang hingga 50%. Ini logika keliru !

Semakin besar hutang, membuat ruang fiskal kian terbatas. Tidak elastis terhadap kebutuhan belanja dan kondisi darurat. Karena pemerintah harus mengalokasi belanja kewajiban yang besar dalam APBN

Perkembangan APBN 2000-2024 (Data diolah oleh sumber Kementerian Keuangan)  
Perkembangan APBN 2000-2024 (Data diolah oleh sumber Kementerian Keuangan)  

Lagi pula hutangkan harus dibayar dengan dengan cash kan? Sementara PDB itu mencatat keseluruhan nilai moneter dari barang dan jasa seluruh penduduk termasuk aset orang asing di Indonesia.

Jadi kalau mau melihat kemampuan membayar ya pakai rasio hutang terhadap Gross National Income (GNI) atau Net National Income (NNI)---lebih merefleksikan kemampuan membayar kewajiban.

Memang untuk belanja pertahanan tak bisa menggunakan pendekatan pure bisnis. Karena Alutsista adalah belanja strategis nasional. Tak bisa disamakan dengan Perusahaan, Dimana beli barang bekas, memiliki risiko penyusutan aset dan berpengaruh terhadap nilai buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun