Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Saat Terakhir

13 September 2015   15:02 Diperbarui: 13 September 2015   15:20 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Apa yang kau rasakan saat maut menyapamu? Kilauan cahaya putih mengitarimu, tangan-tangan bidadari anggun menyambutmu, atau sayap malaikat menerbangkanmu ke nirvana? Ah.....semua itu omong kosong, nyatanya aku hanya melihat kegelapan yang kian meremang. Cahaya memudar meninggalkanku, ribuan jarum bagai menghujamiku. Leherku seperti di lilit tali yang begitu besar hingga aku tak sanggup berteriak. Dadaku seperti di himpit beton, membuatku sulit bernapas. Luka di sisi perutku masih terasa panas dan nyeri, aku memilih mati ketimbang di siksa oleh malaikat maut seperti ini, tapi aku juga masih ingin hidup untuk sebuah alasan. Dan.....inilah alasanku.....

 
"Aduh.....!"

Aku langsung tergopoh berlari mendengar rintihan halus yang keluar dari mulut Ratih, kulihat dia sedang meringis seraya memegangi bagian bawah perutnya yang makin membuncit seperti siap untuk meledak. Menahan sakit, dia duduk bersandar sofa. Kakinya menelentang, sebentar-sebentar menekuk seperti hendak berdiri. Tapi dia hanya bergerak ke kanan dan ke kiri, sesekali satu telepak tangannya akan mengelus perutnya itu ketika calon anak kami bergerak. Buah cinta kami yang pertama, menurut prediksi dokter kelahiran jagoan kecilku itu hanya tinggal menunggu hari. Karena kami hanya tinggal berdua saja di rumah kami yang sederhana itu maka aku tak bisa meninggalkannya terlalu lama meski terkadang pekerjaanku menuntutku untuk keluar rumah di malam buta sekalipun.

Aku duduk di sampingnya seraya memberikan segelas susu hangat untuknya, "ini di minum dulu!" seruku menyodorkannya ke mulutnya, dia menyeruput sedikit.
"Apa sudah terasa sakit?"
"Sepertinya hanya kontraksi biasa!"
"Apa kita perlu ke rumah sakit sekarang?"
"Tidak, jika sudah waktunya aku pasti bisa merasakannya. Hanya.....jangan pergi terlalu lama!"
"Aku hanya pergi sebentar menemui nara sumberku!"
"Tapi perasaanku tidak enak, bagaimana kalau kau cuti saja!" pinta Ratih,
"Aku cuti mulai besok, tapi hari ini aku sungguh harus pergi atau aku bisa di pecat!"

Sebenarnya, aku tak tega meninggalkannya seorang diri di saat seperti ini, tapi apa mau di kata daripada aku jadi pengangguran! Aku berada di titik inipun tidak mudah, setiap hari harus menguras keringat di bawah terik atau di dekap dingin malam, terkadang maut harus menyerempet leherku. Itu memang resiko, apalagi saat kau mengejar berita kriminal, entah apapun bentuknya.

Hari itu.....,

Lama ku tatap wajahnya, lalu dia melirik alat perekam di atas meja yang kami pilih untuk berbicara, "bisa kau matikan lalat itu?" pintanya, "jika ku matikan akan sulit nantinya aku menyusun artikelku!" sahutku,

"Selama alat itu masih menyala, aku tidak akan berbicara!"

Sial! Haruskah ku turuti permintaannya? Aku masih diam, tetapi dia malah mengangkat bokongnya dari kursi, "baiklah!" seruku menekan tombol off. Dia duduk kembali, tapi aku tidak bodoh, saat ku turunkan tanganku untuk mencari hpku di kantong celana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun