Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wild Sakura #Part 24 - 1; Pertarungan Dua Hati

27 Mei 2016   11:55 Diperbarui: 28 Mei 2016   07:35 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="newtopwallpaper.com"][/caption]

 

Sebelumnya, Wild Sakura #Part 23

 "Jadi, sekarang Sonia ada di kos?" tanya Rocky kepada Edwan melalui telepon, ia sudah berada di balik kemudinya. Edwan sengaja menelponnya untuk menyuruhnya menemui Sonia di tempatnya.

"Tapi om, bagaimana kalau dia tetap nggak mau bicara padaku?"

"Kali ini pasti dia mau mendengar penjelasanmu, dan sepertinya memang ada yang ingin di bicarakannya!"

"Ok, terima kasih om!"

"Tapi Rocky, keputusan yang kamu ambil ini...aku yakin, itu akan membuat Sonia dalam masalah. Kamu tahu sendiri seperti apa Nancy, dan kamu juga tahu betapa mas Hardi sangat menyayangi Nancy!"

"Aku tahu om, aku akan berusaha..., untuk nggak membuat Sonia terluka!"

"Sejujurnya aku ragu!" dengus Edwan. Ingin sebenarnya ia meminta Rocky untuk menjauh saja dari Sonia, tapi itu akan terkesan buruk. Ia sendiri yang menasehati Sonia tentang takdir yang tak bisa di tawar, termasuk cinta. Jadi ia tak mungkin menyalahkan Rocky kalau pemuda itu jatuh cinta pada Sonia. Lagipula, Sonia memang gadis yang memikat. Ia memiliki aura murni yang mampu membuat banyak kaum adam terpikat padanya.

Sementara Edwan masih mengobrol dengan Rocky yang mulai menjalankan mobilnya, Dimas sudah sampai terlebih dulu di tempat kos Sonia. Ia mengetuk pintu. Tak ada jawaban. Lalu mengintip melalui jendela.

Masih gelap.

Sepertinya Sonia belum pulang. Maka iapun mencoba menghubungi hpnya, aktif. Tapi tak di angkat, malah di matikan. Ketika ia mengulangi panggilan itu, nomornya sedang di nonaktifkan.

"Kok jadi nggak aktif sih?" desisnya. Ia menatap layar ponselnya, lalu celingukan sejenak. Mendadak ia merasakan dadanya menyesak, "kok perasaanku jadi nggak enak gini, ada apa ya?" herannya.

"Apakah Sonia sedang bersama Rocky, tapi..." kalimatnya terhenti ketika melihat mobil Rocky mendekat, ia mengamati dengan seksama apakah ada Sonia di jok depan. Tapi kelihatannya kosong. Rocky juga melihat adanya Dimas di teras kamar Sonia.

"Dimas!" desisnya.

Dimas melangkah beberapa ke depan, sengaja menunggu Rocky sampai. Rocky pun langsung melesat keluar dari dalam mobilnya, mematri pandangannya ke arah pemuda yang masih belum mencopot seragam putih abunya itu. Rockypun mendekat dan berdiri di depan Dimas, melirik ke belakang pemuda itu. Dimas tahu Rocky melirik ke pintu kamar Sonia, itu artinya dia mencari Sonia.

"Sonia nggak ada, aku malah berfikir dia sama kamu!" ketus Dimas dengan nada yang jelas. Rocky sedikit mengernyit, "kata om Edwan, dia baru saja mengantar Sonia dua jam lalu. Nggak mungkin Sonia nggak ada!"

"Kamu menuduhku berbohong?"

Rocky menyunggingkan senyum kecut, "siapa tahu, bahkan mungkin kamu juga yang memberitahu Sonia tentang Nancy!" tuduhnya. Dimas menegangkan wajahnya dengan tuduhan itu, "kalau kamu mau bersaing, bersainglah secara sehat!" tantang Rocky.

Dimas mengepalkan tinjunya, "aku bukan orang yang suka main belakang!" gerutunya, "jangan sembarang menuduh kamu, aku bahkan nggak punya urusan sama kamu!" balas Dimas.

"Pembohong!" maki Rocky.

Dimas benar-benar tak bisa terima dengan tuduhan itu, "kamu yang seharusnya tahu diri, sudah bertunangan...tapi masih mendekati gadis lain. Aku nggak yakin suatu saat kamu bisa setia sama Sonia!"

"Itu bukan urusanmu!" geram Rocky. Kini ia yang terpancing, mereka beradu pandang dengan geram. Saling mengepalkan tinju, lalu keduanya saling menyerang. Mereka baku hantam di sana.

 

Mobil itu masih melaju dengan kecepatan tinggi, apalagi sudah berada di tempat yang sepi. Sonia menggerakan kepalanya perlahan, ia membuka matanya pelan-pelan. Terlihat olehnya ia seperti berada di dalam sebuah mobil, lalu ia ingat bahwa tadi ada yang menyergapnya dan menghantamnya hingga pingsan. Ia pun segera terkesiap, menoleh ke kanan dan kiri lalu hendak mulai bergerak meraih pintu, tapi dua orang di kedua sisinya langsung memeganginya.

"Lepaskan aku, siapa kalian...lepaskan aku!" teriaknya dalam ronta, semua mata sempat mengarah padanya sejenak. Ia terus meronta dan berteriak, kedua orang yang memeganginyapun harus bersudah payah agar tawanannya tidak terlepas. Mobil itu berhenti, orang yang duduk di jok depan yang tadi mencegatnya pun keluar dan membuka pintu belakang. Mereka menyeretnya keluar. Terdapat pepohonan di sekitarnya. Rupanya mereka ada di hutan.

Orang-orang itu membawanya memasuki hutan, ia tetap berusaha meronta agar bisa melarikan diri, "lepaskan aku, kalian mau apa. Lepaskan?" teriaknya lagi.

Ia diam sejenak, lalu menginjak kaki ornag di sisi kanannya hingga menjerit. Menyiku orang di sisi kirinya lalu meninjunya, mereka semua menghentikan langkah dengan aksi tawanannya. Sonia mencoba lari tapi ada dua orang lagi yang menghadangnya, ia berhenti lalu berbalik badan. Siap berlari, dan orang itu ada di hadapannya. Ia melirik semua orang yang ada.

Bukankah dua orang itu adalah orang yang tempo hari juga menyergapku? Tapi mereka bukan orang yang di bawa Remon semalam, jadi pasti mereka bukan suruhan Remon. Siapa mereka?

"Siapa kalian, siapa yang menyuruh kalian?" tanyanya. Nafasnya sedikit tak beraturan.

"Kamu tidak perlu tahu!" sahut Joni. Sonia tahu ini akan buruk, tapi ia harus melawan, maka iapun melayangkan sebuah serangan tinju ke arah Joni. Dengan mudah pria itu menangkap tangannya dan menamparnya hingga jatuh terjerembat ke rerumputan.

"Argh!" teriaknya seketika. Ia tetap tak mau menyerah, iapun bangkit dan mencoba lari. Joni segera meraih tubuhnya, membaliknya dan memberinya sebuah tamparan lagi. Tubuh Sonia kembali jatuh ke tanah, ia memegang pipinya yang terasa panas. Lebih panas dari tamparan yang ia terima dari Nancy, ujung bibirnya pecah dan memercikan darah.

"Ikat dia!" suruh Joni.

Dua orang langsung meraih lengannya, menaruhnya di belakang tubuhnya, seseorang lagi mendekat dengan tali. Ia mencoba meronta, "tidak, jangan. Lepaskan aku!" pintanya yang sudah pasti tak di gubris. Orang itu mengikat kedua pergelangan tangannya dengan cukup kencang hingga menimbulkan rasa sakit.

"Lepaskan aku, apa mau kalian..., tolong. Tolong....!" teriaknya, airmatanya mulai meleleh. Mereka membawanya berdiri kembali, "tolong..., tolong...!" ia tetap berteiak. Siapa tahu saja ada penduduk setempat yang tak jauh darinya dan akan mendengar teriak minta tolongnya.

Joni mendekat, menarik rambutnya hingga ia berhenti meronta. Kini mereka bertatapan, "tidak akan ada yang mendengarmu di sini!" serunya.

"Siapa kamu, kenapa kamu lakukan ini padaku?" tanyanya. Joni hanya menyunggingkan senyum kecut, "aku nggak pernah punya urusan padamu, lepaskan aku?"

"Kamu terlalu banyak bicara!" seru Joni melepaskan renggutan rambutnya lalu memungut sesuatu dari kantong celananya. Sebuah sapu tangan, ia menjembreng sapu tangan itu lalu memungut kedua ujungnya hingga membentuk segitiga dengan cepat. Lalu ia menutupkan sapu tangan itu ke mulut Sonia, Sonia pun meronta tapi itu percuma. Ujung sapu tangan itu sudah terikat kuat di belakang kepalanya. Membekap mulutnya dengan kencang hingga rasa sakit di ujung bibirnya yang oecah kian terasa pedih.

"Hem..., hememem....!" hanya itu yang mampu keluar dari mulut Sonia. Joni menatapnya puas lalu memberi kode pada anak buahnya untuk membawanya kian masuk ke dalam hutan.

Dimas dan Rocky masih bertarung, wajah mereka cukup berantakan dengan beberapa lebam di beberapa sisi. Bahkan memercikan darah. Keduanya masih tak mau kalah. Erik datang dengan motornya bersama Aline, ia cukup terkejut dengan apa yang di dapatinya. Iapun segera meloncat turun dari motor dan melerai keduanya.

"Apa-apaan ini, cukup. Hentikan!" ia menerobos di antara pertarungan sengit itu hingga keduanya berhenti. Dengan nafas terengah-engah dan wajah babak belur keduanya memandang Erik sejenak lalu kembali saling pandang dengan penuh amarah.

"Kalian seperti anak kecil, kenapa sampai berkelahi seperti ini?"

"Dia yang mulai duluan!" tunjuk Dimas pada Rocky. Rocky melotot dengan tuduhan itu, "aku, kamu yang...!"

"Cukup!" lerai Erik membuat keduanya terbungkam, "berkelahi nggak akan menyelesikan masalah, apa kalian sudah merasa jadi jagoan. Ha...?" hardik Erik. Keduanya diam.

"Dimana Sonia?" tanyanya kemudian, "aku sudah coba hubungin dia, tadinya nomornya aktif tapi nggak di angkat. Lalu sekarang malah nggak aktif!" sahut Dimas.

"Tapi om Edwan bilang Sonia ada di kos karena dia mau istirahat, jadi bagaimana sekarang dia malah nggak ada!" tukas Rocky. Erik diam untuk berfikir, lalu ia menatap Dimas.

"Kamu sudah coba hubungin Gio, siapa tahu Sonia di sana?"

"Ouh..., kenapa aku nggak kepikiran?" desisnya lalu memungut hpnya dan menghubungi Gio. Sementara Rocky kembali menghubungi Edwan. Erik sendiri hanya diam menunggu hasil. Sementara Aline mendekat ke samping Erik, matanya tertuju ke wajah Dimas yang tak asing baginya. Ia sampai menelengkan kepala untuk meyakinkan penglihatannya. Erik menoleh dan memperhatikan gadis itu, kenapa Aline menatap Dimas sampai seperti itu. Apakah mereka saling kenal?

* * *

Orang-orang itu membawa Sonia ke tepi jurang, mata Sonia terbeliak lebar menatap ke bawah. Jurang itu memang tidak terlalu dalam dan curam, bahkan masih rerumputan. Tapi dengan tangan terikat seperti itu..., apakah ia mampu survive jika mereka mendorongnya?

Ia kembali mencoba meronta, "hem...hemmmememm!" sekali ia hanya mampu bergumam. Apakah mereka akan membunuhnya?

Tapi apakah kesalahannya, ia bahkan tak mengenal pria ini? Yang sekarang memegang lengannya yang terikat. Cengkramannya sangat kuat hingga membuatnya meringis kesakitan.

"Kamu pasti bertanya-tanya apa kesalahanmu?" lirih Joni , "kamu ingin tahu?" lanjutnya. Sonia menggerutu tapi tak ada yang tahu, "pikirkanlah sendiri di bawah sana, dan berharaplah ada yang datang menolong sebelum binatang buas mencabik-cabik tubuhmu!" bisik Joni. Sonia kian melebarkan bola matanya. Sebisa mungkin ia menahankan kakinya di tanah, tapi ia tak bisa berbuat banyak.

Ia pikir pria itu akan mendorongnya ke bawah, tapi ternyata malah memaksanya duduk di tanah rerumputan dan daun-daun kering. Sedikit mendorongnya ke bawah, ia mencoba menahankan kakinya di tonjolan tanah di dinding jurang. Tapi tangan Joni lebih kuat mendorong tubuhnya hingga menjorok ke bawah, lalu menyentuhkan telapak tangan Sonia yang pergelangannya terikat kuat itu kepada sebuah akar pohon yang keluar dari tanah.

"Peganglah kuat-kuat kalau kamu tidak mau jatuh!" suruhnya lalu melepaskan Sonia. Tubuhnya Sonia hampir terjatuh, maka ia segera memegang akar itu kuat-kuat, "hemmmm...!" aroma ketakutan tersebar jelas dari nada suaranya. Joni tersenyum getir karena berhasil membuat gadis itu ketakutan.

Sebisa mungkin Sonia menahan tubuhnya dengan memijakan kakinya di tonjolan tanah yang rapuh. Ia berpegang kuat pada akar di belakang tubuhnya.

"Lebih baik kamu diam di situ dan jangan pernah kembali ke kota, karena jika aku melihatmu lagi di sana. Mungkin hal yang lebih buruk akan terjadi padamu!" ancamnya lalu memberi isyarat kepada semua anak buahnya untuk meninggalkan tempat itu.

"Hem...hemmmmemmm...!" teriak Sonia. Ia menoleh ke arah orang-orang itu yang mulai berjalan menjauh.

"Bos, kenapa kita biarkan dia hidup bos?" tanya Tio,

"Kita tak dapat perintah untuk membunuhnya, hanya menjauhkannya saja!"

Sonia masih bisa mendengar percakapan itu. Ada seseorang yang menyuruh mereka untuk menjauhkannya, tapi menjauhkannya dari apa, atau siapa? Yang jelas mereka pasti bukan suruhan Remon. Karena sepertinya Remon Mahendra lebih suka terjun langsung, bukan bersembunyi di balik tangan-tangan algojo seperti orang-orang itu!

Sonia menatap jurang di bawahnya, pegangan tangannya terhadap akar itu mulai melicin. Ia berusaha keras untuk menahan tubuhnya dengan kakinya, tapi tonjolan tanah di bawah kakinya itu sepertinya mulai meretak. Ia tak mau mati sekarang, tidak di tempat ini! Airmata mulai mengalir di pipinya,

Tapi ia tak boleh menyerah, ia sudah berjanji di depan makam ibunya, ia tidak akan menyerah dengan apapun sebelum menemukan ayahnya. Bahkan dengan maut sekalipun. Meski rasa takut sudah menjalar di tubuhnya, tapi ia harus bertahan. Mentari tenggelam perlahan-lahan, menyisakan semburat jingga di ufuk barat. Sewarna dengan ketakutannya yang mulai menjadi saat tanah di bawah kakinya ia rasakan bergerak menggembur lalu hancur. Menghambur ke bawah, membuat kakinya bergelantungan, untungnya ia masih bisa berpegang kuat terhadap akar di belakangnya meski tubuhnya mulai merosot ke bawah, "hem...hemmmemm!" ia mencoba berteriak minta tolong. Tapi hanya itu yang keluar dari mulutnya, bahunya mulai terasa sakit karena tubuhnya perlahan tertarik ke bawah. Sementara tangannya yang terikat di belakang harus bisa perpegang kuat pada akar itu. Tapi jika ia memaksakan diri untuk terus berpegangan akar sementara tubuhnya meluncur ke bawah, kedua tangannya bisa patah.

Tuhan...selamatkan aku. Kirim seseorang untuk membantuku!

Ia hanya mampu berdoa dalam hati dengan airmata berderai. Sementara Dimas, Erik dan Rocky sedang kebingungan memikirkan dimana Sonia berada, dan Aline masih asyik menatap Dimas. Bahkan Edwan harus membelokan mobilnya yang tadinya hendak menuju ke rumah.

Sonia semakin panik ketika pegangan tangannya pada akar itu pun mulai mengendur, karena tangannya terasa semakin sakit karena tubuhnya mulai merosot ke bawah. Tapi ia masih berharap untuk tidak jatuh, meski akhirnya....

"Hemm...memmm...hemm...!"

 

---Bersambung.....---

 

©Y_Airy | Wild Sakura ( season 1 )

 

Selanjutnya, _____ | Wild Sakura #Prologue

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun