Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Catatan Kecil yang Terlupa

24 September 2015   22:49 Diperbarui: 24 September 2015   23:34 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku celingukan begitu menembus pintu masuk, meski bukan pertama kalinya aku memasuki caffe ini, tapi di jam segini.....tempat ini memang sesak sekali oleh para pengunjung. Maklum, jam dinner, tentu saja banyak dua sejoli yang memenuhi tempat ini mengingat ini adalah salah satu caffe teromantis yang pernah ada. Lihat saja, beberapa pasang kekasih, bahkan mungkin suami istri yang sedang bernostalgia seraya menyantap makan malam. Apalagi di temani oleh tembang-tembang indah yang di lantunkan si wanita cantik di atas podium itu.

Kembali, mataku menyisir tempat itu, aku pun mulai melangkah ke tempat biasanya kami memesan meja. Perlahan memang ku lihat dia di sana, duduk dengan tenang seraya menyesap isi cairan dalam gelasnya. Rambut hitamnya terlihat menyembul, sedikit acak-acakan, itu gayanya, setelah menyisir rambutnya dia memang suka memberantakinya dengan jari-jemarinya yang kuat. Katanya, kalau rapi justru tidak PD, he...he...aneh memang, tapi itu salah satu yang ku suka darinya. Gayanya yang cuek tapi tetap elegan.

Langkahku semakin mantap, apalagi ketika dia mengangkat matanya ke arahku, mata tajam yang sebening kolam mata air di pegunungan. Begitu menyejukan ketika memanah mataku secara langsung, apalagi itu...senyumnya....sial! Dia tersenyum padaku, jantungku langsung saja dag-dig-dug....

Padahal kami sudah bertemu ratusan kali, tapi akhir-akhir ini kami jarang bersua karena kesibukan masing-masing. Terus terang, dia seorang eksekutif yang memang sangat sibuk, tapi dia selalu meluangkan waktu setiap kali aku butuh. Hebat kan?

"Maaf, aku sedikit telat!" kataku setelah sampai padanya, dia langsung berdiri menyambutku dan mengecup pipiku lalu berbisik di telingaku, "sedikit, kau membuatku menunggu sampai 20 menit!"

Ku dorong tubuhnya sedikit menjauh, "aku kan sudah bilang maaf!" kataku sedikit memanja, karena aku tahu dia tidak mungkin marah, dia hanya tersenyum dan kami pun duduk di kursi masing-masing.

"Nampaknya...sekarang kamu sibuk sekali!" sindirnya, aku tersenyum malu, "maklum....pasienku lumayan banyak!" sahutku, dia malah manyun, membuat bibir seksinya semakin menggemaskan.

"Otakku saja yang selalu bermasalah karena kamu nggak pernah kamu tanganin!"

Aku hanya tersenyum saja, jujur....sebagai seorang psikolog yang biasa membaca pikiran dan kepribadian orang aku justru tak mampu menembus orang yang ada di hadapanku yang sudah hampir setahun ini menjalin kasih denganku. Mungkin, dia pakai penangkal!

Berkali-kali aku mencoba membaca apa yang ada dalam pikirannya, tapi selalu gagal, yang ada dia yang bisa membaca pikiranku yang sedang mencoba menerawang dirinya. Apakah mungkin karena dia memiliki hati yang murni? Entahlah!

"Kamu kan nggak sakit, aku nggak pernah nyakitin hati kamu kan?" balasku mencanda, "aku sudah pesan yang special buat kamu, sudah lapar kan?" katanya, aku mengangguk karena tadi siang juga tak sempat makan.

Seorang waitres menghampiri membawa beberapa pesanan kami, anehnya ada dua piring yang penutupnya tak di buka dan di biarkan begitu di depanku. Aku jadi sedikit bingung!

"Itu hidangan special kamu, buka dulu yang sebelah kanan!" katanya memberitahuku, ku tatap wajah gantengnya yang memiliki rahang kuat dan dagu berlesung. Dia terus menatapku dalam, dan seolah sedang menunggu raksiku. Ku rangkakan tanganku untuk membuka punutup berbentuk kubah berwarna perak di atas sebuah piring yang dia tunjuk. Ku tepikan penutup itu ke samping, mataku menemukan sebuah kotak merah yang kira-kira berukuran 10x10 cm. Sekali lagi aku mengerling ke matanya, dia tersenyum melihat reaksiku yang memang terkejut. Dan aku tahu maksudnya, tanpa panduannya lagi ku pungut benda itu lalu ku buka perlahan, jantungku sudah berdebar tak karuan. Ketika kotak itu terbuka, sebuah benda berkilauan muncul di sana. Benda mungil berbentuk bulat yang separuh badannya terbenam di dalam permadani merah itu sungguh membuatku terpana, itu sangat cantik. Apalagi tulisan di dinding dalam penutup kotaknya yang juga lumayan berkilau,

"Marry me!"

Perlahan ku angkat mataku ke arahnya, dan dia masih saja tersenyum dengan indahnya, "kamu suka?" katanya merdu. Ku buka mulutku tapi tak kunjung kata terlahir darinya, tapi dengan sekuat tenaga tetap ku ciptakan kata, "Henry, ini....maksudnya....?"

"Apakah aku perlu mengucapkannya?" tanyanya seraya memungut tanganku, membelainya lembut, "menikahlah denganku?" pintanya dengan sungguh-sungguh. Meski dia suka bercanda tapi aku yakin dia tidak sedang mencandaiku. Mata kami lama berpagutan, tanpa terasa buliran bening malah menjebol bola mataku. Dan itu membuatnya mengubah ekspresinya, "kenapa kamu menangis, kamu tidak suka?" tanyanya seraya menyeka airmataku.

Aku menggeleng perlahan, "aku....aku suka sekali!" sahutku dengan senyum haru, kini dia tersenyum kembali, bahkan lebih indah dari sebelumnya, "ini sangat cantik!" pujiku, dan aku tidak bohong, cincinnya memang cantik.

"Tidak lebih cantik dari kamu!" sahutnya, hatiku langsung melayang ke udara, mungkin ke angkasa. Jika cincin secantik ini masih kalah denganku....itu artinya aku seperti apa di matanya? Padahal ku pikir selama ini aku biasa-biasa saja, lebih cantikan teman sekantorku malahan.

"Kamu mau lihat ada apa di dalamnya?" tanyanya lagi, aku tertegun, terkejut, terdiam. Ku kirik cincin itu, lalu matanya, dia mengerling. Lalu ku pungut cincin berkilau itu dan ku amati. Tak ada apa-apa kecuali taburan batu berlian mungil-mungil, yang menghiasi separuh dinding luar cincin itu, ku bolak-balikan hingga terintip dinding bagian dalamnya yang ternyata terdapat sebuah ukiran.

H 4 A Forever

Kembali aku mengerling padanya dengan senyum malu, "maksudnya apa?" tanyaku pura-pura o'on, padahal tahu betul maksud tulisan itu.

"Maksudnya, tidak ada yang bisa memiliki aku kecuali kamu!"

Hatiku tambah terbang melayang di buatnya, Henry emang paling bisa deh!

"So....jawabannya?" tagihnya, seketika aku terpaku, menemukan matanya yang tak lepas dari mata bulatku, "ehm....," aku jadi gugup, "aim....," rasanya lidahku seperti tersnegat listrik, susah sekali menari hanya untuk bilang ya!

"Sayang....!"

"Aku mau!"

Dia melebarkan senyum, "aku tahu!" sahutnya, dasar! Bikin malu aja, kalau udah tahu ya nggak usah nanya, langsung aja lamar ke ayahku!

"Sini!" katanya memungut cincin dari tanganku lalu memungut tangan kananku, menyematkan cincin itu di jari manisku yang lentik, ia memandanginya sejenak lalu mencium punggung tanganku dengan lembutnya.

Ternyata malam ini memang istimewa, aku memang berharap Henry melamarku tak secepat ini, meskipun...akupun tak menolak.

"Oya, kamu belum buka...hidangan yang satunya!" katanya mengingatkan, oy iya...kan ada dua hidangan special yang dia persiapkan untukku, yang tadi cincin lamaran, sekarang apa ya? Jadi tambah berdebar, juga gemetaran. Perlahan ku buka penutup itu, dan....

Mataku membeliak lebar seketika, yang ada di atas piring itu adalah sebuah note. Kecil, mungil, dan sepertinya....aku pernah melihat. Ku kerlingkan mataku padanya, kembali...dia tersenyum menanti reaksiku.

Ku pungut saja note itu, aku mulai membukanya dengan tangan gemetar, dari halaman awal hingga tulisan terakhir yang benar-benar membuatku tercengang bukan kepalang. Ku tatap dia seketika, lalu ku jatuhkan kembali mataku ke tulisan itu,

"Seorang pria, akhir dua puluhan sepertinya. Rambut hitam pekat, seperti sedang menghindari sesuatu, entah apa itu. Sebuah ketakutan tersirat di matanya tapi dia masih bisa menangkan diri. Seperti sedang melarikan diri, entah dari apa? Tapi sepertinya dia bukan orang jahat!"

Aku kaget setengah mati, mataku melotot memandangi tulisan yang baru saja ku baca. Itu adalah noteku, note yang pernah aku tulis, tapi bagaimana....? Ku angkat mataku ke arahnya, dia tersenyum melihat reaksiku.

"Bagaimana....?"

"Jadi kamu benar tidak ingat ya? Payah!" katanya mendorong jidatku dengan telunjuknya hingga tersorong ke belakang, "sebagai psikolog memorimu perlu di permak juga rupanya!" cibirnya membuat pipiku memerah, "kamu ingat, siapa pria yang ada di dalam tulisanmu itu, lihat mukaku baik-baik dong....aku kan tidak pernah operasi plastik!"

Ku terawang ke dalam matanya, wajahnya....dan seketika aku hampir saja pingsan. Dia adalah pria yang ada di dalam catatanku, pria yang waktu itu, dan bodohnya...kenapa aku tak bisa mengenalinya selama ini. Payah!

"Kamu sudah ingat? Daei ekspresimu aku tahu pasti sudah," katanya, "kamu tahu...., note itu sudah mengubah hidupku!" akunya, aku sedikit mengernyit tak mengerti.

"Kenapa waktu itu kamu lari?"

"Aku sedang di kejar beberapa intel!"

Mataku melotot, tapi aku tak mau berfikir buruk dulu.

"Ada sedikit kesalah pahaman, aku di jebak oleh teman bisnisku. Saat itu aku berfikir untuk lari, tapi pada akhirnya....aku menemui mereka secara langsung dengan sedikit bukti bahwa aku adalah korban. Tapi untuk sementara aku memang menkadi tahanan rumah, selama menunggu proses menyidikan. Akhirnya....aku pun bebas karena memang aku tak bersalah, tapi tetap saja....aku harus membangun usahaku mulai dari nol kembali!" dia menghela nafas sejenak, "setelah aku mulai bangkit, aku mulai mencari kamu, pertama....aku datang ke tempat pertama kali kita bertemu. Karena aku tak tahu harus mencari kamu dimana lagi!"

Ku dengarkan ceritanya secara seksama, "aku datang setiap hari di sana, dan akhirnya...aku melihatmu. Aku mulai mengikutimu, mengamati apa saja yang kamu lakukan, apa yang kamu suka. Awalnya hanya itu yang bisa ku lakukan, tapi akhirnya...aku nekat menghampirimu saat kamu kerepotan membawa barang belanjaanmu. Basa-basi membantu, tapi itu berhasil kan, buktinya....sekarang kita bersama!"

"Dan kenapa kamu nggak pernah memberitahuku tentang ini!" tanyaku menunjukan note itu, "karena ku pikir aku membutuhkan waktu yang tepat untuk mengembalikannya!"

"Tapi bagaimana kamu bisa mendapatkannya?"

"Saat kamu bangun dari dudukmu, note itu jatuh karena kamu tidak meletakannya dengan benar di dalam tasmu. Karena penasaran jadi ku pungut saja!"

Aku mengkerut, "itu tidak sopan, harusnya kamu kembalikan ini padaku saat itu juga!" kesalku, dia malah tertawa, "mungkin itu rencana Tuhan!" sahutnya syahdu.

Dia kembali memungut tanganku, "Anggrek, sekarang ku kembali note itu padamu. Tapi sebenarnya kalau boleh, aku ingin menyimpannya!" katanya, ku putar bola mataku cukup lama, "dengan satu syarat!" seruku setelah itu. Dia tampak tenang, sepertinya sudah siap dengan semua syarat yang akan aku ajukan.

"Jangan pernah menyembunyikan apapun lagi dariku, kamu membuatku tampak bodoh selama ini. Setiap kali ku coba menyelami matamu, aku selalu buntu, dan kamu malah mampu membaca pikiranku yang mencoba mengingat apakah kita pernah bertemu sebelumnya sebelum pertama kali kita bertemu di depan hipermart!" kesalku tanpa jeda yang langsung di bungkam oleh telunjuknya.

"Aku sayang kamu!"

* * * * *

Kisah ini adalah cerpen kedua dari cerpen yang pernah saya publish di K, dengan judul "Catatan Kecil di Waiting Lounge"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun