Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] You Are (Not) My Destiny [24]

28 Februari 2021   12:11 Diperbarui: 28 Februari 2021   12:14 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

  • N. FLYING -- Spring Memories
  • THE BOYZ -- Spring Snow
  • Doyoung & Sejeong -- Star Blossom
  • UP10TION -- Still with You
  • Ha Sungwoon -- Think of You
  • Bolbbalgan4 -- To My Youth
  • EXO - Wait
  • ASTRO -- We Still
  • Jeong Sewoon -- When You Call My Name
  • J_Ust -- You

SPECIAL APPEARANCE

College students: SNSD YOONA & KWON NARA

HWAN EUNYUL'S POV

Aku akan bertugas di caf pada shift malam hari ini, dan aku sangat bersyukur. Itu artinya aku bisa menonton pertandingan final sepakbola antar fakultas. Fakultas insinyur dan olahraga masuk ke final, sedangkan minggu lalu pemenang ketiga sudah ditetapkan: fakultas science & technology yang dipimpin oleh Hyeil menang melawan fakultas business & social science dimana Joonki menjadi pemain inti disana. Donghyun mendadak duduk di sampingku dan membuatku kaget. Wajahnya tak tampak senang.

"Hei Donghyun, kau membuatku kaget saja."

"Maaf noona. Aku masih kesal sekali kami bahkan tidak bisa masuk semifinal."

"Tak bisa menyalahkanmu. Kau bermain bagus sekali di semua pertandingan, tapi rekan-rekanmu memang yah..." aku membiarkan ucapanku menggantung.

"Memang payah."

"Yah, aku mau bilang itu tadi. Yang sabar ya. Tapi setidaknya kalian dapat peringkat tiga di basket!"

"Tapi tetap kami tidak masuk final juga. Aku kesal sekali!"

"Kau memang kelihatan sangat kesal hari ini. Ngomong-ngomong kau ketemu Choeun gak? Dimana ya dia, panggilanku juga tidak dijawabnya."

"Hmm tidak... mungkin noona tidak kesini?"

"Bagaimana mungkin? Bukannya seharusnya dia melihat pacarnya bertanding hari ini?"

Aku mulai mengirimi Choeun pesan lagi, tapi pesan-pesanku sebelumnya juga belum dibacanya. Dia juga kelihatannya belum aktif di Instagram sejak sembilan jam yang lalu, itu artinya sejak sekitar tengah malam. Kemana dia?

"Noona sebenarnya... semalam terjadi sesuatu."

"Terjadi sesuatu? Apa maksudmu? Apa ini tentang Choeun?"

"Yah sebenarnya..." Donghyun menghindari mataku dan menatap lapangan dimana pertandingan sedang berlangsung dengan sengit sambil melanjutkan kata-katanya, "Choeun noona semalam bertengkar dengan Chungdae hyong."

"Bertengkar? Astaga. Kenapa? Dia tidak bilang apa-apa padaku semalam di chat."

"Singkat cerita Choeun noona terluka jadi aku membawanya ke infirmary dan sekitar setengah jam kemudian Chungdae hyong datang dan... mungkin dia agak kesal, dia menarikku dengan cukup kuat sih, sampai aku terseret ke seberang ruangan... yah aku tak apa-apa, aku bahkan tidak jatuh. Tapi mereka mulai saling teriak."

"Kenapa dia harus menarikmu?"

Aku memandangi Donghyun lalu ke lapangan dan memandangi Chungdae yang sedang menggiring bola dan wajahnya juga murung, lalu balik memandangi Donghyun lagi.

"Setelah kupikir, mungkin sudut pandangannya dari pintu mengira aku dan Choeun noona sedang... entahlah, mungkin dia pikir kami sedang ciuman atau apalah? Padahal aku sedang mengobati luka di dagu Choeun noona."

"Astaga. Kalau begitu dia salah paham. Dan kurasa aku tau kenapa Choeun marah. Dia pasti kecewa karena mengira Chungdae tidak percaya padanya."

"Ya, dia bilang begitu ketika akan keluar ruangan."

"Aku agak heran sebenarnya. Kenapa mereka gampang sekali marah? Kenapa tidak bisa dibicarakan baik-baik saja?"

"Apa menurut noona mereka memang bermasalah sebelum ini?"

"Tapi biasanya kalau Choeun ada... OH GOL! GOL! KAU LIHAT ITU, DONGHYUN?"

"OH YAH, DONGSUN HYONG! HEBAT!"

Mendadak kami berdua berdiri, bersorak dan bertepuk tangan karena Dongsun baru mencetak gol untuk timnya. Dia melakukan hi five dengan teman-teman setimnya lalu menoleh ke tribun penonton. Dia memandang ke arah kami dan melambaikan tangannya dengan ceria. Pacarku itu memang hebat, aku bangga padanya. Tapi itu berarti... tuh kan, Chungdae terlihat makin murung. Biasanya permainannya akan kacau kalau dia tidak bisa mengontrol emosinya seperti itu. Aku dan Donghyun duduk lagi.

"Sampai mana tadi kita ngobrol?" tanyaku linglung, "oh ya soal Choeun. Biasanya kalau dia dan Chungdae ada masalah, dia pasti akan bilang padaku kok."

"Mungkin Choeun noona menyimpannya sendiri. Atau dia punya teman curhat lain?"

Mendadak pandangan mataku mengikuti sosok Bojin yang menggiring bola sambil menyisir sisi lapangan dan melewati dua orang sekaligus dengan lincahnya. Oh ya, bisa jadi Bojin juga tempat curhat Choeun.

"Sudahlah, nanti aku temui dia saja. Meski aku pulang malam hari ini, aku akan sempatkan ke tempatnya."

"Ya. Aku sebenarnya juga mau menemuinya, tapi... kalau Chungdae hyong tau, nanti dia semakin salah paham."

Sekarang memandangi Donghyun jadi lebih menarik untukku, karena sepertinya aku tau apa arti ekspresi wajahnya.

"Kau masih benar-benar mencintainya ya?"

Donghyun menoleh dan tersenyum padaku, "itu masih terlihat sekali ya?"

"Kalau orang-orang tau sejarah itu... pasti akan bisa melihatnya di matamu. Oh Donghyun..."

"Stop. Aku tau aku menyedihkan, tapi jangan suruh aku melupakan Choeun noona seperti saran Dongsun hyong padaku. Aku tak bisa, noona. Percayalah, aku sudah mencobanya."

Kasian sekali Donghyun. Dia begitu tampan dan dia bisa punya pacar bahkan lebih cepat dari kecepatan cahaya kalau dia mau, tapi sepertinya dia mendedikasikan hatinya untuk Choeun.

"Noona? Noona?"

Aku tersadar dari lamunanku. Dongsun sudah di hadapanku dan kami rupanya berdiri di pinggir lapangan. Pertandingan sudah berakhir.

"Ada yang noona pikirkan?"

"Nanti aku cerita padamu soal Choeun."

"Baiklah," setuju Dongsun, keringat bercucuran dari wajahnya, "sayang sekali kami harus kalah 2-1. Tapi permainan kami cukup baik."

"Ya, Donghyun juga bilang kalian bermain bagus sekali. Mau kemana setelah ini?"

"Aku harus membantu di tempat pertandingan memasak setelah mandi. Bagaimana dengan noona?"

"Aku punya waktu luang sekitar tiga jam. Aku akan berkeliling saja kalau begitu, sambil memberimu voting."

Dongsun tertawa dan dia masih tampak tampan meski rambutnya berantakan begitu.

"Maaf noona aku tak bisa menemanimu. Mungkin besok malam saja, ketika kita berdua santai."

"Ya, tak apa kok Dongsun. Mandilah dan jangan lupa makan."

Dongsun mengulurkan tangannya dan mengacak-acak rambutku sambil tertawa.

"Harusnya pesan itu untuk noona. Jangan lupa makan."

I'm inexperienced

And a bit awkward

But my truth is here
My heart belongs to you

Love of you

As much as the night sky

Has gotten thicker

Even the deeply settled spring fluttering

I want to slowly tell you
If you feel oh my mind

This small heart

Is overlaping

I close my eyes and draw you out

I wanna tell you

These hidden words now
I'll be there for you

(Ha Sungwoon -- Think of You)

"Aku akan makan. Percayalah," bujukku sambil mengeluarkan uang dari saku celanaku, "nih uangnya sudah disini."

"Baiklah, aku percaya. Sampai ketemu nanti noona!"

Aku melambai pada sosoknya dan menepuk lengan Bojin ketika dia lewat dan menyusul Dongsun. Yah tak apalah aku berkeliling sendirian. Tapi apa benar Choeun tidak mau kesini? Aku berharap dia dan Chungdae mau bicara. Mereka perlu bicara. Masalah ini sepele sebenarnya, tapi kalau masalah sepele tidak segera diselesaikan, aku takut masalahnya membesar seiring waktu yang terbuang. Dan ngomong-ngomong aku lapar, tapi aku tak tau apa yang ingin kumakan.

"Hwan Eunyul!"

Aku melihat Hyunbin oppa melambai dari salah satu tenda yang rupanya kedai kecil milik fakultas bisnis.

"Ayo kesini, kita makan!"

"Ah tapi aku..."

"Hwan gyosunim, ayo mampir ke tempat kami."

"Ya ayolah..."

Hatiku luluh oleh dua mahasiswi cantik ini jadi aku akhirnya masuk ke kedai mereka dan duduk di meja Hyunbin oppa.

"Kau belum makan siang kan?"

"Ya, aku memang sedang mencari makan," jawabku sambil melihat kedai yang ternyata cukup ramai ini.

"Makan saja disini. Kau harus coba makan chicken wings mereka, enak sekali. Aku tak bohong padamu."

Di meja memang sudah ada dua bucket yang tinggal berisi tulang ayam. Dia sudah makan sebanyak itu?

"Aku akan traktir."

"Lho kenapa aku ditraktir lagi?"

"Karena ini hari ulang tahunku. Kami pesan dua bucket ya. Yang pedas dan saos teriyaki!"

"Akan segera datang, Park Gyosunim!"

"Tunggu, ini ulang tahun oppa?" tanyaku tak percaya.

"Ah kejamnya, kau melupakannya ya?"

"Bagaimana aku bisa mengingatnya?"

"Aku hanya bercanda."

Akhirnya kami berdua mengobrol sambil aku makan dengan lahap. Hyunbin oppa benar: ayamnya enak sekali. Choeun harus coba makan disini juga, aku harus membujuknya keluar. Kuambil foto ayam-ayam ini dan mengirimkan padanya.

"Sudah kenyang? Mau tambah?"

"Tidak, ini sudah cukup."

"Ngomong-ngomong apa kau santai?"

"Sekarang? Yah... aku harus kembali ke caf dua jam lagi."

"Kalau begitu ayo temani aku berkeliling," ajak Hyunbin oppa.

"Eh? Tapi aku..."

"Ayolah, aku berulang tahun Cuma sekali dalam setahun dan aku hanya minta kado sederhana darimu: temani aku berkeliling."

Ya tidak enak juga sih menolaknya begini, lagipula kami berkeliling di tempat yang ramai kan? Aku akan menjelaskannya pada Dongsun lewat chat. Ah tapi kurasa Dongsun juga tidak akan berprasangka apa-apa. Dia tau hubunganku dengan Hyunbin oppa sekarang. Sebenarnya Hyunbin oppa ini lucu juga. Dia cukup lincah dalam bermain dan dia menang banyak hadiah. Tapi hadiah-hadiah itu diberikannya kepada sembarang mahasiswi yang berpapasan dengan kami. Memang dia masih berjiwa muda.

"Nih."

Hyunbin oppa mendorong sebuah boneka monyet kecil ke perutku.

"Apa?"

"Untukmu."

"Tidak usah, aku bukan anak kecil lagi."

"Ambillah."

Ya sudahlah, aku ambil saja, lagipula bonekanya lucu. Kami lalu melanjutkan perjalanan kami.

"Semua ini mengingatkanku pada kencan pertama kita di pasar malam."

"Ah... yang itu."

"Ya, yang itu."

Mau tak mau pikiranku melayang mengenang kencan pertamaku dulu dengannya, pacar pertamaku.

Musim dingin baru dimulai. Tapi ini musim dingin pertamaku yang tak akan kulewati sendirian. Setelah dua hari aku menjadi pacar resmi Park Hyunbin, dia akhirnya mengajakku keluar ke pasar malam. Aku senang sekali dan langsung setuju begitu dia mengajakku keluar. Sekitar jam lima sore, dia menjemputku. Dia memakai topi wol berwarna hitam dan begitu aku keluar, dia memakaikan topi yang sama pada kepalaku.

?

What are you thinking of?

I'm thinking of you

My world is filled with you
? Babe

Can you remember? How we were so excited this time of year, babe

In the white season that seemed to shine brighter that year

It blew in the past that shut window

Could you understand how I feel as I stay in place

Imagining you all day as I wait

It looks like it could snow

You can't be too late

So I don't accidentally miss you on my way
Now all I do
All I do is wait

(EXO -- Wait)

"Ah, oppa, ini..."

"Hadiah," ujarnya singkat.

Lalu dia menggandeng tanganku dan kami berjalan bersama menuju area pasar malam tak jauh dari rumahku. Pasar malamnya ramai sekali, dan wangi makanan memenuhi udara di sekitarku, membuatku sangat lapar.

"Apa yang harus kita lakukan dulu? Makan? Main?"

"Oppa, aku... sebenarnya aku lapar sekali."

"Ayo kita makan dulu."

Entah apa yang merasukiku, aku benar-benar tergoda ingin makan semua makanan yang dijual di pasar malam ini. Padahal makanannya tidak terlalu istimewa, seperti odeng, eomuk, bibimbap, kimbap, ramyeon, naengmyeon...

"Kau lucu sekali, Eunyul."

"Ah apa? Kenapa?" tanyaku setelah menggigit sepotong besar odeng.

"Kau makan banyak sekali."

"Apakah aku gendut?"

"Tidak, tidak sama sekali. Aku suka melihatmu makan banyak begini."

"Aku ingat kau makan banyak sekali saat itu."

Aku tersadar dari lamunanku dan aku tertawa.

"Yah, nafsu makanku masih bagus saat itu... tapi ketika aku masuk kuliah, aku sudah mulai sering lupa makan."

"Kau menjadi pekerja keras sejak masuk kuliah."

"Karena aku ingin mendapat nilai lebih bagus," ujarku sambil tertawa.

Aku tidak mau mengingat masa-masa setelahnya, karena bagaimanapun rasanya sakit ketika aku ingat dia ini mantanku yang berpisah denganku secara tidak baik-baik. Dan aku bersyukur saat itu kami sampai ke tenda tempat voting fashion show hari kedua dilakukan, sehingga aku tidak perlu memikirkan masa lalu lagi.

"Oh oppa, aku akan memberi voting dulu."

"Oh, aku juga, kalau begitu."

Aku sengaja memberi voting lambat-lambat sambil menikmati memandangi foto-foto Dongsun yang hari ini berbeda lagi dengan foto yang kemarin. Kulihat Chungdae dan Joonki sudah memberikan talenta terbaik mereka untuk foto-foto ini. Ah, kurasa itu juga karena pacarku tampan, iya kan?

"Tolong berikan votingmu untuk Dongsun juga."

Hyunbin oppa tertawa tapi dia memberikan votingnya untuk Dongsun. Bar milik Dongsun pada total voting menempati posisi ketiga. Wah, itu tidak buruk, tapi aku tetap berharap dia bisa mendapat posisi pertama.

"Sudah berapa lama kalian berpacaran?"

Kami duduk di kursi taman sambil menikmati minuman dingin.

"Hmm kira-kira dua tahun sembilan bulan..."

"Oh, itu cukup lama juga."

"Ya, tapi dua tahunnya kami habiskan dengan aku menungguinya keluar wajib militer."

"Dia sudah menjalankan wajib militer? Wah, dia hebat juga."

"Eunyul eonni."

Mendadak Choeun mendekati kami dan dia terlihat agak murung. Tapi dia menundukkan kepalanya sedikit kepada Hyunbin oppa. Aku baru ingat kalau aku belum menceritakan apapun tentang Hyunbin oppa padanya.

"Oh! Choeun, kenalkan, ini rekan dosenku dan temanku, Park Hyunbin. Hyunbin oppa, ini sahabatku, Baek Choeun."

"Senang bertemu denganmu, aku Choeun."

Uluran tangan Choeun disambut Hyunbin oppa yang tampak memandang wajah Choeun dengan lekat.

"Senang bertemu denganmu. Rasanya wajahmu sangat tidak asing."

"Oh, Park Gyosunim mengenalku?"

"Panggil saja aku dengan panggilan lebih santai, Choeun-ssi bukan mahasiswiku. Sebentar, rasanya aku benar-benar telah melihatmu... AH! Apa kau pacarnya Min Donghyun?"

Shopping bag yang dipegang Choeun jatuh dari tangannya dan aku terbatuk parah ketika gagal menelan minumanku.

"Oh maaf! Apakah aku salah? Maaf, aku hanya melihat video yang ramai beredar."

"Vi... video? Video apa, oppa?"

"Oh, ini videonya, kalau kalian mau lihat. Makanya kukira Choeun-ssi pacarnya Donghyun."

Hyunbin oppa mengeluarkan ponselnya dan kami menonton video dimana Choeun dan Donghyun ada disana dan Donghyun (berkostum hantu raja) sedang menggendong Choeun. Wajah mereka terlihat sangat jelas disana.

"Video ini sangat viral di kalangan mahasiswa dan aku juga dikirimi. Jadi apakah kami salah paham?"

"Oppa, oppa tau Heo Chungdae kan?"

"Chungdae... Heo... oh, apakah dia kapten tim sepakbola yang baru?"

"Dialah pacar Choeun, bukan Donghyun."

"Ah soalnya disini... kukira... ah, maafkan aku."

"Tak apa, Hyunbin-ssi, tak perlu minta maaf."

"Ngomong-ngomong aku akan pergi duluan kalau begitu, aku tak ingin mengganggu kalian. Sampai ketemu!"

Kami melambai pada sosok Hyunbin oppa yang menjauh dan Choeun duduk di sampingku dengan gelisah.

"Apa yang terjadi?" tanya kami bersamaan.

Lalu kami saling pandang dan terdiam.

"Kau duluan."

Kami tertawa ketika kami kompak bersuara lagi. Akhirnya aku menepuk lengannya dan benar-benar menyuruh Choeun bicara duluan.

"Aku tidak tau bagaimana video itu bisa direkam dan aku tadinya kesini untuk ngobrol dengan Chungdae. Tapi aku sekarang makin tak yakin karena... masalah baru muncul kan? Video itu."

"Kau memang perlu ngobrol dengan Chungdae. Daripada masalah kalian semakin runyam. Kalau kau ingin menyelamatkan hubungan kalian, pokoknya bicarakan itu," nasehatku, "ngomong-ngomong yang baru kau temui itu mantanku."

"SIAPA? PARK HYUNBIN ITU?"

"Jangan teriak!"

Akhirnya Choeun menemaniku nyaris seharian di caf. Kami sudah berjanji akan pulang bersama nantinya. Choeun, seperti biasa, heboh sekali ketika menerima informasi yang menurutnya seru. Rupanya hubunganku dan Hyunbin oppa cukup seru baginya. Aku capek sekali menjawab semua pertanyaannya dan menceritakan segala yang sudah terjadi termasuk insiden yang melibatkan Dongsun, dan ketika aku selesai bercerita dan dia tak lagi bertanya, sudah jam delapan malam saat itu. Sejam lagi caf akan tutup. Saat itu juga, Dongsun masuk caf, dan secara tak terduga, Chungdae bersamanya juga.

"Hai Choeun noona! Noona disini juga rupanya," sapa Dongsun ceria.

"Ah ya... maaf aku melewatkan pertandingan kalian. Aku baru datang tadi siang. Kudengar permainanmu bagus sekali, Dongsun."

"Tapi aku tetap dikalahkan Chungdae."

Chungdae dan Choeun hanya saling menatap dan aku menyenggol lengan Choeun. Aku juga berusaha membuat kontak mata dengan Chungdae. Chungdae tampaknya memahamiku dan perlahan mendekati Choeun. Dia menggandeng tangan Choeun dan mereka keluar. Choeun yang tampaknya tidak menolak Chungdae membuatku sedikit lega.

"Apa itu?"

Aku heran apa yang ditanyakan Dongsun, tapi rupanya dia memandangi boneka monyet yang kuletakkan di dalam backpack-ku, tapi karena tasku terlalu penuh, kepalanya menyembul keluar.

"Oh, dari Hyunbin oppa."

"Dia memberimu itu?"

"Tadi aku menemaninya sebentar... ini hari ulang tahunnya."

"Tapi dia malah memberikan hadiah untuk noona," tawa Dongsun.

"Ngomong-ngomong apa kau tau Chungdae dan Choeun sedang ada masalah?"

"Yang kutau ada video viral beredar tentang Donghyun dan Choeun noona."

"Nah. Itu juga salah satu masalahnya."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun