Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] You Are (Not) My Destiny [13]

27 Desember 2020   21:08 Diperbarui: 27 Desember 2020   21:15 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

  • Yoo Seonho -- One Blue Star
  • Junggigo -- Only U
  • Seulgi & Wendy -- Only You
  • PRODUCE X 101 CRAYON -- Pretty Girl
  • Elaine -- Rain or Shine
  • SEVENTEEN -- Say Yes
  • RED VELVET -- See The Stars
  • ASTRO -- Should've Held On
  • Soyou & Junggigo - Some
  • Kim Jaehwan -- Some Days

MIN DONGSUN'S POV

Ini adalah hari ketigaku berkuliah. Beda sekali memang rasanya kembali ke lingkungan belajar setelah wajib militer. Namun mau tak mau aku merasa kenangan bersekolah di Hwachin kembali lagi. Bagaimana tidak? Sesekali aku berpapasan dengan teman-temanku di waktu dan tempat yang kadang tak kusangka-sangka. Namun memang kami bertemu tidak seperti dulu ketika kami punya waktu istirahat, makan siang dan belajar yang sama. Dan sekarang kami semua sudah tidak memakai seragam lagi. Lingkungan kampus juga sangat besar, jadi sebenarnya merupakan suatu kebetulan kalau aku bisa berpapasan dengan siapapun itu. Sudah tak ada Choeun noona di lingkungan sekitarku, tapi aku cukup terbiasa dengan itu, karena ketika aku bersekolah di tahun terakhirku, Choeun noona sudah mengundurkan diri dari sekolah. Namun seharusnya aku akan cukup sering bertemu dengan Eunyul noona, tapi aku malahan tidak pernah berpapasan dengannya sekalipun dalam tiga hari ini. Aku memang sempat berangkat bersamanya tadi pagi, tapi kami tak pernah pulang bersama. Noona-ku menjadi sangat sibuk dan aku merindukannya.

"Dongsun!"

Aku mengenali suara itu dan sesaat kemudian, Bojin hyong duduk di sampingku sambil meletakkan tasnya di bangku kosong di sebelahnya. Oh ya, aku nyaris lupa kalau kami berkuliah di jurusan yang sama dan betapa Donghyun terkadang masih sulit menerima keberadaannya yang mendadak menyatu di rombongan kami. Donghyun hanya cemburu, kurasa.

"Hyong juga ikut mata kuliah yang ini?" tanyaku.

"Aku malu mengatakannya, tapi nilaiku tidak cukup bagus, jadi aku mengulang saja," jawabnya sambil tertawa, "aku dapat B di Pengantar Arsitektur, tapi aku ingin dapat A."

"Kukira hyong dapat nilai C," candaku sambil tertawa juga.

"Tidak akan kubiarkan ada nilai B dan C dalam semua mata kuliahku."

Aku tertawa lagi dan menyimpan pembicaraan ini dengan baik dalam memoriku, karena kurasa Donghyun akan... senang? Atau tidak? Menerima informasi ini. Kegilaan Bojin hyong pada dunia akademik jelas berbeda dengan Donghyun.

"Selamat pagi semuanya. Mungkin ini pertama kalinya kita bertemu, tapi untuk beberapa mahasiswa, mungkin kalian sudah bosan bertemu denganku."

"Oh! Dia..."

"Lho, Dongsun mengenalnya?"

"Ah, tidak juga sih... hanya pernah melihatnya, hyong."

Memang benar aku tidak mengenal dosen ini, tapi aku pernah melihatnya di malam Natal ketika aku menolong Eunyul noona. Dosen ini adalah pria yang bersama dengan Eunyul noona malam itu. Sebenarnya mereka terlihat kenal dengan cukup baik, tapi karena Eunyul noona tidak mengatakan apapun padaku tentangnya, akupun tidak menanyakannya. Mungkin aku perlu menanyakannya nanti? Karena ternyata pria itu adalah dosenku. Kulihat dosen itu menyalakan Power Point Presentation yang sudah disiapkannya dan namanya muncul di halaman pertama: Park Hyunbin.

"Park Gyosunim ini lulusan University of London lho. Aku yakin dia pasti jenius sekali. Dia juga mengajar mata kuliah mengenai Bahan Bangunan dalam Arsitektur di semester lima, jadi nanti kau akan bertemu dengannya lagi."

"Dia terlihat sangat muda."

"Jelas, usianya masih 35 tahun. Menurut informasi, dia langsung bekerja disini begitu lulus kuliah. Dan kuliahnya itu juga berupa beasiswa penuh dari pemerintah."

Dan apa hubungannya dengan Eunyul noona? Akan kutanyakan saja padanya langsung, karena Eunyul noona akan beristirahat selama satu jam, dan kebetulan aku juga kosong pada jam yang sama. Aku menunggunya di kafetaria dengan tumpukan roti yang aku yakin dia suka.

"Dongsun-ah!"

Aku membalas lambaian dari Eunyul noona-ku. Dia terlihat agak berkeringat ketika dia berlarian untuk duduk di sampingku. Aku mengambil tisu dan membersihkan keringat dari wajahnya.

"Oh terima kasih Dongsun."

Aku tersenyum ketika melihatnya cepat-cepat meraih roti. Mungkin dia kelaparan karena dia sangat sibuk.

"Bagaimana dengan hari ini? Apakah semuanya berjalan dengan lancar?"

"Lancar, tapi aku capek sekali," keluhnya dengan mulut penuh dengan roti, "bagaimana denganmu?"

"Barusan aku belajar mata kuliah bersamaan dengan Bojin hyong."

"Wah sudah kuduga kalian suatu hari akan bertemu. Tapi ada satu hal yang kusyukuri," ujar Eunyul noona lalu menelan cepat-cepat, "bahwa dia satu jurusan denganmu, bukan dengan Donghyun atau Chungdae. Bisa bayangkan mereka duduk bersama dalam damai selama beberapa menit tanpa ada salah satu dari kita yang mengawasi mereka?"

Aku tertawa membayangkan itu, "kurasa Donghyun bisa mengendalikan diri, tapi dia pasti akan mengamuk di rumah. Kalau Chungdae... aku tak yakin."

Aku ikut meraih roti yang lain, lalu sesaat kami diam karena sibuk makan.

"Noona?"

"Ya?"

Eunyul noona baru saja meletakkan cup kopi yang diminumnya.

"Dosen yang baru saja mengajarku adalah pria yang bersama dengan noona di malam Natal itu."

Sesaat Eunyul noona diam dan tampak berpikir.

"O... oh. Hyunbin-ssi? Park Gyosunim?"

"Ya benar. Park Hyunbin Gyosunim. Apakah noona mengenalnya?"

"Oh dia... ah ya, aku mengenalnya. Dia... teman lama."

"Oh begitu. Apakah kalian akrab?"

"Ya... hmm... tidak juga. Ya, bisa dibilang cukup."

Aku bisa mendengar nada "cukup" dari suara Eunyul noona. Sebenarnya aku tau ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman ketika berbicara tentang Park Gyosunim. Aku ingin tau lebih banyak, tapi jika itu membuatnya tak nyaman, lebih baik aku kubur saja keingintauanku ini. Aku mengusap kepala Eunyul noona perlahan.

"Jangan cepat-cepat begitu makannya, nanti tersedak."

"Aku tidak sempat sarapan tadi, jadinya aku lapar sekali sekarang."

Eunyul noona tertawa dan nada suaranya sudah terdengar normal lagi.

"Haruskah aku beli lagi?"

"Ini cukup kok," jawabnya lalu menyodorkan roti ke mulutku, "aaa..."

Aku tertawa sebelum menggigit rotinya. Tak ada yang perlu kukhawatirkan. Aku penasaran sih, tapi aku bisa menunda perasaan ini. Lebih baik kunikmati saja saat-saat berharga ini, bersama gadis yang kucintai.

Only you

It's only you

I can only see you

Only you

I'll shout to the sky

It's you

I love you

So my heart can beat

Always stay in the same spot

Right by my side

Only you

It's only you

I can only see you

Only you

I'll shout to the sky

It's you

I love you

(Junggigo -- Only U)

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun