Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Novel] A Winter Story [5]

1 Agustus 2020   20:08 Diperbarui: 1 Agustus 2020   20:03 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Berjongkok di pinggir jalan dekat sebuah stasiun, Valene mendapatkan koneksi Wi-Fi yang cukup bagus. Dengan setengah memeluk kakinya, dia berkonsentrasi pada ponselnya. Meski saat itu salju sedang turun dengan lumayan lebat, rupanya Valene malah berkeringat dingin. 

Beberapa kali dia mengecek alamat yang dia catat di Note ponselnya, map GPS dan nama stasiun yang tertera tidak begitu jauh dari papan petunjuk di dekat tempatnya berjongkok sekarang. Pasti ada yang salah. Dan memang ada yang salah. Rupanya dia turun di stasiun yang salah. Hanya karena dia salah membaca huruf "yeo" dan "yo" yang merupakan nama stasiun, dia sudah turun jauh sekali dari stasiun tujuannya, malah seharusnya dia naik di jalur yang berbeda.

"Aku harus bagaimana?"

Untuk pertama kalinya, rasanya perjalanan di Korea tidak semenyenangkan yang dia kira. Dia sudah menghabiskan setengah hari dengan sia-sia untuk mencari alamat penginapan dan harus menghadapi Andrew dan Nancy sekali lagi. Dia tidak akan sanggup memandang wajah marah Andrew lagi, itu terlalu mengerikan baginya.

Matanya mulai panas, dan dia merasa kebingungan berada di tempat asing ini. Andaikan ada seseorang yang bisa menolongnya... tapi siapa? Dia tidak punya teman di Negeri Ginseng ini. Valene mengencangkan syal hitam yang melingkar di lehernya dan menghela nafas panjang, berusaha untuk tidak menangis, karena toh menangis tidak akan menolongnya mengatasi masalahnya sekarang. 

Ketika dia berdiri, suatu kesialan kembali menghampiri dirinya. Sepertinya puncak kepalanya yang memakai topi menabrak sesuatu yang sangat keras dan lumayan tajam, dan sesuatu itu sepertinya bersuara, sama seperti dirinya, hanya saja suara itu suara seorang pria yang rasanya dia kenal.

"ARGH!"

Menggosok puncak kepalanya, Valene merasa matanya berair saking kerasnya dia menabrak sesuatu itu. Matanya perlahan mulai bisa menyesuaikan diri saat dia sudah bisa mendongakkan kepalanya, dan dia melihat malaikat itu lagi, yang melihatnya terjatuh dan berdarah di salju beberapa hari yang lalu, yang rasanya seperti setahun yang lalu. Malaikat itu sedang menggosok dagunya yang tajam sebelum melihat Valene.

"Apa kamu tidak apa-apa?"

Si pria membantunya berdiri tegak. Seketika dia ingat nama pria itu: Kyungju.

"Aku tidak apa-apa," jawab Valene berbohong, padahal kepalanya masih sangat pusing.

"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Kyungju sambil membersihkan topi Valene dari butiran salju yang berjatuhan disana.

Perlu beberapa menit bagi Valene untuk mengartikan bahasa Korea si pria yang kedengarannya begitu cepat dan sarat dengan logat Korea yang kental itu. Suara pria itu sangat berat dan kedengarannya sedikit mendengkur ketika berbicara.

"A...ku memakai koneksi Wi-Fi-nya."

"Walaupun begitu kamu tidak perlu berjongkok disini, ada jaringan koneksi Wi-Fi dimana-mana di Seoul."

Mendadak Valene teringat. Mungkin dia bisa bertanya pada Kyungju bagaimana cara mencapai penginapannya dengan ringkas, toh Kyungju adalah orang Korea asli.

"Ah, apakah kamu tau bagaimana aku bisa mencapai alamat ini?"

Valene menunjukkan alamat penginapan yang dia catat di ponselnya kepada Kyungju. Kyungju mengambil ponselnya dan memperhatikannya dengan seksama.

"Kamu mencari penginapan? Kenapa, kamu tidak punya tempat tinggal?" tanya Kyungju heran.

"Sebenarnya ceritanya sangat panjang," jawab Valene.

"Kalau begitu ceritakan padaku."

Sebenarnya Valene ragu. Untuk apa dia bercerita panjang lebar pada pria yang baru dia kenal ini? Lagipula akan sulit menceritakannya dalam bahasa Korea. Dan lagipula, disini udaranya sangat dingin. Sebentar lagi dia pasti akan mempermalukan dirinya sendiri dengan mimisan lagi.

"Aku tidak bisa menceritakannya padamu dalam bahasa Korea, bahasa Korea-ku sangat terbatas. Kamu mengerti bahasa Inggris?"

Kyungju menggelengkan kepalanya, "aku hanya mengerti sedikit. Tapi siapa tau aku bisa membantu kesulitanmu?"

Benar juga, bagaimanapun perlu dicoba, putus Valene. Siapa tau Kyungju benar-benar bisa menolongnya, kan dia boleh mencoba. Tapi sebelum Valene bisa membalas kata-kata Kyungju, badannya bergetar sedikit. Sungguh, udara dingin di musim dingin sangat berbeda dengan udara 18 derajat celcius yang keluar dari pendingin ruangan.

"Ayo kita kesana dan menghangatkan diri sambil berbicara," ajak Kyungju sambil menunjuk sebuah caf yang terlihat hangat tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Sebelum Valene sempat menjawab di tengah giginya yang bergemeletuk, Kyungju sudah menarik lengannya menuju caf itu. Valene baru menyadari, betapa kerdilnya dia berdiri di dekat Kyungju, rasanya seperti tinggi badan antara seorang ayah dan anaknya yang masih sekolah dasar. 

anpa Valene sadari, sepuluh menit kemudian mereka berdua sudah duduk di sebuah meja bundar untuk berdua di pojokan sebuah caf dengan tubuh yang sudah hangat oleh pemanas ruangan dan juga dua gelas cappuccino yang mereka pesan. 

Merasa sudah cukup hangat, Valene melepaskan ikatan syal hitam yang melingkar di lehernya dan meletakkannya di pangkuannya. Berbicara dengan Kyungju dalam campuran bahasa Korea, bahasa Inggris dan bahasa tubuh benar-benar sangat melelahkan Valene, tapi rupanya Kyungju sangat cerdas dan masih bisa mencerna segala cerita Valene dengan tenang.

"Apakah kamu mengerti?" tanya Valene sambil mengakhiri ceritanya dengan mendesahkan nafas panjang lelah.

"Aku mengerti. Jadi kalian dalam keadaan terdesak membutuhkan tempat tinggal baru?"

"Ya. Dan kami hanya punya waktu tepat tiga hari untuk check-out dari hotel itu."

"Sepertinya aku bisa membantu. Seingatku masih ada beberapa apartemen kosong di apartemen yang ditempati Yoonsung. Aku akan tanya padanya."

"Yoon...sung?"

"Ah, dia sepupuku yang waktu itu kamu lihat. Masih ingat?"

Valene mengingat satu lagi sosok malaikat di samping Kyungju dan menganggukkan kepalanya.

"Lagipula apartemennya berada di tempat yang cukup strategis dan tidak jauh dari tempat kalian sekarang tinggal," ujar Kyungju sambil menyerahkan ponselnya ke tangan Valene, "tulis nomor ponselmu disini dan aku akan menghubungimu nanti."

Ponsel itu sangat tipis, dengan layar cukup lebar dan sangat ringan, merupakan seri terbaru dari ponsel bermerk sama dari milik Valene, Sinone. Valene sangat mengagumi ponsel ini sampai dia memperhatikannya cukup lama untuk mengagumi keindahannya. Kyungju pastilah sangat kaya, karena ponsel ini baru saja rilis seminggu yang lalu, ini bahkan adalah seri Edge dari ponsel itu, warnanya emas.

"Ada yang salah? Aku belum membuka kuncinya?"

"Ah, tidak, bukan begitu. Aku suka dengan ponselmu."

Kyungju tertawa ringan dan wajahnya terlihat dua kali jauh lebih tampan saat itu, membuat Valene terkesiap dan tersipu, lalu cepat-cepat menekan tombol di ponsel mahal itu untuk menuliskan nomor ponselnya dan menyerahkan ponsel itu kembali kepada pemiliknya.

"Dan namamu? Aigo! Aku baru sadar kita sama sekali belum berkenalan meskipun sudah mengobrol disini cukup lama. Aku Song Kyungju."

Kyungju mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dan Valene menyalaminya, dan tangan Valene terlihat begitu mungil ketika mereka berjabat tangan.

"Jeoneun Valene-imnida."

"Palen?"

"Valene," ulang Valene.

"Palen. Mannaseo bangapseumnida."

"Aku bilang namaku Valene!"

Kyungju mengedikkan bahunya, menuliskan nama Valene sebagai Palen di ponselnya. Valene menyerah, tidak ada huruf V dalam bahasa Korea, tapi setidaknya dia mau Kyungju memanggilnya Valene, bukan Palen.

"Oh ya, mungkin aku juga butuh paspor kalian. Aku akan menghubungimu secepatnya."

Dengan patuh, Valene menyerahkan tiga paspor ke tangan Kyungju.

"Tunggu kabar baik dariku ya. Dan ngomong-ngomong, ayo kuantar dengan mobilku kembali ke hotelmu, itu akan mempercepat perjalanan daripada kamu naik MRT lagi."

Valene mengangguk saja dan Kyungju memanggil pelayan untuk membayar pesanan mereka.

"Ah jangan, biar aku  saja!"

"Tidak, anggap saja ini hadiah perkenalan. Kamu boleh traktir aku di lain kesempatan," tolak Kyungju sambil meletakkan beberapa lembar Won ke nampan kecil yang disodorkan si pelayan lalu menolehkan kepalanya ke si pelayan sambil tersenyum manis, "sisanya untukmu."

"Gomapseumnida."

Valene masih setengah termenung ketika sekali lagi, Kyungju menarik lengannya membimbingnya menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari stasiun MRT. Sekarang jelaslah bahwa Kyungju ini pastilah anak dari CEO perusahaan apalah di Korea, karena mobilnya merupakan mobil bermerk terkenal, sekali lagi dengan model yang sepertinya terbaru, berwarna biru laut. Valene pastilah bermimpi menaiki mobil ini. Menganggap ini adalah untuk pertama dan terakhir kalinya Valene naik kendaraan yang begini mahal, dia menghargai setiap detik yang dilaluinya dan berharap perjalanannya tidak pernah berakhir. Tapi rupanya Valene salah, tentu ini bukan saat terakhirnya naik mobil itu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun