Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] No Other, The Story [49/55]

17 Mei 2020   14:57 Diperbarui: 17 Mei 2020   14:54 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

YIFANG'S DIARY

CHAPTER 49

CONFESSION

Aku uring-uringan. Bukan Cuma masalah pekerjaanku yang belakangan ini membuat stress, tapi juga masalah Yingmin itu diterima bekerja di les menari Ndong oppa dan Hyuk oppa. jujur saja itu membuat Yesungie oppa menghindari tempat les, seolah tempat itu menyimpan monster. Selain itu, WOOKIE BELUM MENYENTUHKU SAMA SEKALI! Aku sudah putus asa, tidak tau harus berbuat apa. Masa sih harus selalu aku yang memancingnya? Setelah kejadian yang pertama itu, aku tidak mau melakukannya duluan lagi.

"Wookie," sapaku sambil tersenyum padanya.

"Annyeong, Yifang. Mau sarapan?"

Wookie tengah mempersiapkan sarapan di dapur apartemen KRYSD. Aku sekarang sudah bebas keluar masuk apartemen mereka, Iteuk oppa sudah memintakan satu kunci dari si ahjussi bawah. Ini juga mempermudah mereka daripada harus membuka pintu atau apa, soalnya kami sering sekali mampir ke apartemen mereka. Pagi ini, aku terbangun dan menyadari hanya ada aku sendirian di apartemen, yang lain sudah menghilang entah kemana. Daripada menyantap sarapan tidak bergizi sementara aku tau Wookie ada di apartemen, aku kesini saja. Melihatnya yang tengah mempersiapkan makanan memang salah satu adegan favoritku.

"Iya, Wookie, aku laparrrrrrrr..."

"Hahaha. Duduk dulu sebentar yah."

"Ada siapa saja di apartemen?"

"Ada Yesungie hyung, Donghae hyung dan Mimi hyung," jawab Wookie.

"Kenapa mencari kami, Yifang?" Tanya Hae yang muncul tiba-tiba di dapur.

Aku menoleh dan melihat dia muncul bersama Yesungie oppa dan Mimi oppa. yesungie oppa malah kelihatannya baru bangun tidur.

"Mengajak kalian sarapan bareng," jawabku iseng.

"Dasar kau aneh," ujar Mimi sambil menepuk kepalaku.

Kami berlima akhirnya duduk di meja makan untuk menikmati sarapan omelet bergizi buatan Wookie.

"Lihatlah Yesungie oppa yang makin lama makin kurus, makanlah yang banyak."

Aku menumpuk empat omelet sekaligus di piringnya, membuatnya melotot. Yang lain hanya mendengus. Wookie bertambah 2 kg berat badannya selama setengah tahun terakhir dan sudah tidak terlihat sekurus dulu lagi, tapi Yesungie oppa kelihatan seperti orang yang kurang bersemangat belakangan ini. Akhirnya Hae dan Mimi oppa mengungkapkan kalau mereka mau pergi aktivitas dan Yesungie oppa pergi mandi.

"Wookie, apa jadwalmu kosong hari ini? Bagaimana kalau kita melakukan sesuatu?"

"Hmm... Yifang mau kemana memangnya? Aku baru ada kegiatan dengan KRYSD jam enam sore nanti," ucap Wookie.

"Ke arena ice skating yuk... aku mau dong diajari Wookie main ice skating..."

"Aku tidak terlalu bisa lho, tapi tidak apa-apalah. Mau makan siang di luar atau kita bawa bekal? Nanti kita cari taman dan kita makan disana?"

"Usul bagus! Aku mau bekal!!! Wookie buatkan sushi dong..."

"Boleh saja."

"Asyik, Wookie memang baik..."

Aku memeluk Wookie dan Wookie balas memelukku sejenak. Kan... hubungan kami Cuma seperti ini. Aigo... tolonglah, kami sudah pacaran setahun lamanya tapi tahap kami hanya begini! Padahal aku benar-benar mencintainya...

"Yifang, ikut aku," ucap Yesungie oppa sambil menarik tanganku tiba-tiba.

"Hah? Apa? Kenapa oppa?"

"Wookie, aku pinjam Yifang hari ini ya, aku memerlukannya."

Wookie yang lagi asyik memasukkan sushi-sushi yang baunya menggoda ke dalam kotak-kotak makanan, mendongakkan kepalanya dan tersenyum.

"Boleh saja, hyung. Mau sekalian bawa bekal tidak?" Tanya Wookie sambil menunjuk kotak makanan.

"Ah, mau. Aku kepingin makan sushi nih."

Lho... lho...?

"Oke, aku akan di apartemen saja sampai kegiatan kita nanti sore. yesungie hyung, Yifang, hati-hati ya..."

"Apa...?" tanyaku heran.

Tapi Yesungie oppa tidak membiarkanku berkata-kata, dan Wookie juga hanya melambai sambil tersenyum, jadi Yesungie oppa langsung saja menarikku pergi. Aku yang masih bingung menurut saja ditarik Yesungie oppa sampai keluar dari apartemen dan berjalan ke subway.

"Oppa... kita mau kemana?"

"Kemana saja tempat yang bisa membuat kita duduk tenang... ahh, kau mau main ice skating? Aku akan mengajarimu," jawab Yesungie oppa.

"Ta... tapi..."

Yesungie oppa tidak menghiraukanku, dia terus menggandengku.

"YA! KIM JONGWOON!"

Aku menyentak lepas tangan kami. Dia menoleh dan memandangku dengan tenang.

"Aku baru saja mau kencan dengan Wookie, tapi tiba-tiba oppa menarikku begini, apa maksudnya?"

"Tapi Wookie tidak keberatan. Lagian kau tidak ngomong kalau kau tadi keberatan."

"Tentu saja aku keberatan, karena aku dan Wookie jarang bisa pergi kencan!"

"Aku juga jarang kencan denganmu."

"Ken... ken... kencan?" tanyaku sambil melotot.

"Hahaha... jangan tegang begitulah. Apa kau tidak mau keluar denganku?"

Yesungie oppa mendekatiku, mendesakku mundur ke tembok di belakangku. Aku memandangi matanya yang memandang lurus ke wajahku, dengan pandangan yang jelas bisa membuatku meleleh. Aku tidak bisa mengingkari bahwa aku masih sangat menyayanginya, apalagi setelah semua yang terjadi di antara kami dulu... tangannya kini di bahuku, dan wajahnya sengaja dia sejajarkan dengan wajahku...

"Oppa... kalau kita dilihat orang..."

"Kau tidak mau lagi denganku, Yifang?"

"Bukannya begitu, oppa..."

"Hahaha... maaf. Ayo kita pergi. Nanti kau tau juga apa alasanku mengajakmu keluar. Ada yang mau kuceritakan."

Hatiku melembut. Kalau memang Yesungie oppa menginginkanku sebagai tempat curhat, aku tidak mungkin tidak memenuhinya, kan? Kebahagiaannya adalah tanggung jawabku juga sebenarnya. Sekitar dua puluh menit kemudian kami sampai di arena ice skating. Berhubung hari ini adalah pagi hari di hari Kamis, arena ice skating tidak begitu ramai dan resiko identitas kami diketahui massa bisa lebih tipis.

"Apa ada yang menceritakanmu tentang kisah gadis masa kecilku?" Tanya Yesungie oppa tiba-tiba.

Aku mendongak dari kesibukanku memakai sepatu ice skating. Otakku berputar. Gadis masa kecil? Ne, Wookie pernah menceritakannya padaku, sudah cukup lama, tapi dari sebab itu aku tau kenapa Yesungie oppa benci sekali kalau ada yang membohonginya. Tapi apakah tidak apa-apa kalau aku bilang aku tau? Bukannya itu rahasia di antara mereka?

"Ng... ada sih... Wookie..."

"Jangan takut begitu. Gwaenchana, Yifang. Kurasa kau sudah pantas kok untuk tau rahasiaku."

"Memangnya kenapa dengan gadis itu, oppa? apa oppa belakangan kepikiran tentang dia lagi?"

"Bukan kepikiran, tapi aku bertemu dengannya lagi."

Waktu serasa berhenti, otakku macet. Hah? Bagaimana mungkin mereka bertemu lagi?

"Dimana? Dia siapa, oppa? darimana oppa tau itu dia? Maksudku, kejadian itu nyaris sudah belasan tahun yang lalu, oppa juga mungkin sudah tidak ingat wajahnya!"

"Kau benar, aku memang sudah sedikit melupakan wajahnya, dan tentu saja gadis itu akan tumbuh menjadi dewasa dan semakin tidak mirip dengan sosok yang kuingat," ucap Yesungie oppa.

"Jadi... dimana?"

"Dia Julie, Yifang."

"MANA MUNGKIN?"

Otakku kembali sibuk berspekulasi. Mana mungkin!!! Apakah dunia ini segitu kecinya sampai Julie ternyata adalah gadis masa kecil Yesungie oppa?

"Mungkin saja. Aku baru menyadari ketika aku melihat dia menjatuhkan gantungan kuncinya. Gantungan kunci itu berbentuk boneka kura-kura warna hijau. Asal kau tau, Yifang, itu adalah gantungan kunci yang kuberikan padanya dulu."

"Tapi oppa, mungkin saja dia bisa membelinya entah dimana..."

"Tidak bisa, karena gantungan itu dibuat omma. Dia hanya membuat dua pada saat itu, dan aku berikan satu lagi untuk Julie. Aku bahkan punya pasangannya, yang warna merah."

Aku bingung menerima kenyataan ini, "tapi... tapi... kenapa dunia ini begitu kecil? Dan oppa yakin orang itu dia?"

"Sangat yakin. Aku tadinya juga tidak percaya, Yifang, tapi begitulah kenyataannya. Aku bahkan ingin bertanya padanya apakah dia ingat padaku."

"Apakah ada pengaruhnya kalau dia ingat atau tidak pada oppa?"

Pikiranku dipenuhi bayangan Julie yang bercerita padaku tentang Hae. Aku tau Julie benar-benar menyukai Hae, sama seperti aku dulu yang menyukai YeWook couple bahkan sebelum bertemu langsung dengan mereka. Kalau Yesungie oppa sekali lagi menyukai orang yang mencintai orang lain...

"Aku tidak yakin."

"Julie, dia... err..."

"Menyukai Hae, kan?"

Mataku terbelalak. Yesungie oppa...

"Jangan kaget, tentu saja aku tau. Aku bisa melihat itu di mata Julie, meskipun dia pintar sekali menutupinya," ujar Yesungie oppa, "dia pintar berakting seperti kau dan yang lainnya dulu."

"Jadi... jadi apa oppa ingin mengingatkan Julie, atau apalah... toh jarang sekali ada kejadian seperti ini kan? Jarang sekali orang yang sudah berpisah belasan tahun bisa bertemu lagi kan?"

"Hmm... aku tidak tau. Lihat nanti sajalah. Itulah yang mau aku ceritakan padamu."

"Maaf, oppa, tadi aku teriak-teriak ke oppa, soalnya aku tidak tau apa maunya oppa..."

"Gwaenchana, Yifang. Aku tidak akan pernah marah padamu. Ayo kita mulai main."

Aku menurut saja ketika Yesungie oppa membawaku turun ke arena skating, tapi jantungku mulai berdebar tidak karuan.

"Oppa... oppa aku takut! Jangan lepaskan tanganku!"

"Nanti juga harus dilepaskan... kalau tidak, darimana aku tau Yifang sudah bisa atau belum?"

"Gyaaaaah... jangan, oppa!!!"

Tapi Yesungie oppa mengajariku dengan sabar sekali. Meskipun dia bilang dia akan melepasku, tapi setelah rasanya lama sekali, dia tidak melepasku. Aku mulai menikmati bermain ice skating, meski keseimbanganku masih bermasalah. Yesungie oppa, dia memang sangat baik...

Aku menumpuk tanganku yang satu lagi di genggaman tangan kami, "oppa..."

"Apa?"

"Aku... heran sekali. Maksudku... Wookie... dia rela sekali membiarkan aku pergi dengan Henry atau oppa. aku takut dia benar-benar tidak mencintaiku lagi."

Yesungie oppa memperlambat perjalanan kami yang tengah mengitari arena ice skating.

"Dia masih belum menyentuhmu?"

"Ng... tapi oppa jangan marah padanya."

"Aku kan sudah pernah menasehatinya. Si bodoh itu, apa sih yang dipikirkannya? Aku benar-benar perlu mengajarinya bagaimana memperlakukanmu dengan baik!"

"Aigo, oppa... jangan marahi dia ya. Aku Cuma... mungkin juga ini salahku karena kurang menarik atau apalah..."

Yesungie oppa mendecak tak sabar, "hentikan omongan itu. Kita semua cukup tau kalau kau menarik, kalau tidak bagaimana mungkin aku dan Henry masih sering mengajakmu keluar. Atau bagaimana mungkin karirmu makin meningkat dan fansmu bertambah setiap hari?"

"Mungkin aku bukan tipenya Wookie..."

"Tidak, Yifang. Dia Cuma bingung. Jangan khawatir, oke? Aku akan menasehatinya lagi."

Sambil berkata begitu, dia menarik bahuku untuk merapat padanya. Aku berbalas senyum padanya. Susah untuk mengingkari bahwa aku masih terus mengingatnya sampai detik ini. Aku selalu tertarik padanya dengan cara-cara yang tidak bisa kucegah.

"Whoa... ada pasangan artis yang bermesraan disini."

Aku tidak perlu memandang wajah itu untuk memastikan siapa yang baru saja bicara, karena aku tau suara siapa itu. Si Yingmin. Bagaimana dia bisa muncul di arena ice skating di jam-jam segini? Kenapa kami harus bertemu dengannya?

"Tutup mulut," hardikku galak.

"Ya~~ kau tidak bisa main ice skating ya, Mugung? Aigo... kasihan sekali sih. Perhatikan aku nih, kau pasti tidak bisa melakukan ini," kata Yingmin.

Sekarang mata kami terpancang pada gerakan Yingmin yang mulus di atas arena. Aku heran sekali. Kenapa rasanya dia bisa segalanya? Bisa menari lebih dari dua belas tarian (menurut rekor yang dicatat Hyuk oppa), bermain piano, biola (dia pernah pamer saat Aqian ikut les menari, kebetulan Yingmin mengajar di ruangan yang lain, dan Aqian lagi ikut di kelasnya Ndong oppa), dan sekarang dia bisa ice skating! Dia selalu bisa di bidang apapun yang aku tidak bisa! Alangkah tidak adilnya dunia ini... kenapa bukan dia saja yang jadi artis, menggantikan aku? Mana ada artis tidak berbakat dan serba tidak bisa apa-apa seperti aku ini?

Yesungie oppa mencengkeram bahuku, "jangan pamer. Yifang memang baru belajar hari ini, tapi suatu hari dia pasti bisa lebih hebat darimu."

"Oh ya? Aku akan menantikan hari itu."

Yingmin masih berputar-putar di arena ice skating dengan kecepatan yang bisa membuat orang pusing melihatnya.

"Oppa, ayo kita pergi saja. Lain kali oppa baru mengajariku lagi," pintaku.

"Mau kemana kalian? Atau kusebarkan hubungan gelap kalian, eh? Bukannya seharusnya kau pacaran dengan Kim Ryeowook?"

Aku dan Yesungie oppa yang berada di tepian arena, menoleh padanya. Dia sekarang berputar di tempat dengan santainya.

"Apa maumu sebenarnya?" Tanya Yesungie oppa, nadanya tenang tapi membahayakan.

"Aku Cuma ingin kalian disini menemaniku."

"Jangan harap! Lagipula, Wookie tau kok hubungan kami seperti ini, malahan dia rela kok," kataku menang.

"Dia rela? Mana ada pacar waras yang merelakan pacarnya berhubungan begini dekat dengan sahabatnya? Kecuali dia memang gila atau tidak mencintaimu."

Darahku naik ke ubun-ubun. Apa sih maunya cewek ini?

"Yingmin, tolong jaga ucapanmu," pinta Yesungie oppa dengan nada yang masih membahayakan.

"Uups..."

Yesungie oppa membimbingku keluar arena dan duduk di kursi terdekat. Tapi ucapan Yingmin ada benarnya. Maksudku, apa Wookie gila... atau bahkan memang tidak mencintaiku? Dia harusnya waspada, harusnya takut aku bisa direbut Yesungie oppa...

"Yifang, jangan pikirkan ucapannya tentang Wookie. Aku berani mempertaruhkan segalanya bahwa dia hanya mencintaimu."

Aku menggelengkan kepalaku, "oppa... aku... entahlah..."

"Dia baru saja menulis lagu untukmu, apa dia tidak bilang? Bukan hanya satu, tapi lima lagu. Yang sudah jadi ada dua, sisa tiga masih jadi draft. Dia sudah memperdengarkan padaku yang sudah jadi, sedangkan yang belum, dia baru memperlihatkan lirik lagu di laptopnya."

Mataku terbelalak. Wookie... menuliskan lagu untukku?

"Sebenarnya ini rahasia. Aku tadinya sudah janji padanya aku tidak akan memberitaumu, tapi karena kau ragu padanya, kurasa ini waktu yang tepat bagimu untuk tau. Aku tidak pernah melihatnya jatuh cinta seperti ini sebelumnya."

"Oppa, jadi aku..."

"Kau harus menunggu Wookie. Setelah melepaskanku, sekarang kau juga ingin melepaskan Wookie begitu saja? Aku tau kau bukan orang yang bisa bertahan setelah melepaskan Wookie, Yifang."

Jantungku berdebar. Wookie bisa menuliskan lagu untukku... bukankah itu impianku sejak lama? Bukankah itu artinya dia memang mencintaiku? Seperti aku yang menulis puisi, kalau aku memang tidak mencintai seseorang, aku tidak akan bisa menulis puisi cinta...

"Ahhhhhhhh..."

Aku tau lagi bahwa yang baru saja berteriak itu pasti Yingmin. Yesungie oppa langsung berdiri untuk melihat apa yang terjadi di arena sana. Aku tadinya ingin cuek saja, tapi akhirnya aku ikut berdiri. Aku melihat Yingmin terjatuh di tengah lapangan, posisinya berlutut. Aku menoleh kesana kemari, tapi sepasang orang yang ada di arena sepertinya tidak peduli padanya. Tanpa kuduga, ternyata Yesungie oppa sudah maju memasuki lapangan dengan kaki telanjang, menghampiri Yingmin untuk membantunya berdiri.

"Kau bisa berdiri? Kenapa kau bisa jatuh sih?" Tanya Yesungie oppa.

Tapi aku melihat Yingmin memang kesulitan berdiri, Yesungie oppa sampai harus memegangi kedua lengannya. Ketika dia berdiri, aku terkesiap. Kakinya berdarah dan lecet di beberapa tempat. Ekspresinya juga terlihat kesakitan.

"Aigo, bagaimana kau bisa membuat dirimu terluka begitu? Kau lupa kalau kau ini penari?"

"Aku... aku juga bukan sengaja."

Yesungie oppa membawanya keluar lapangan, dan aku merasa sedikit kasihan melihat keadaannya yang sekarang. Tanpa banyak bicara, aku ke meja penjaga di depan untuk meminta kotak P3K dan kembali sesudahnya. Aku sudah berlutut di depan Yingmin dan membuka kotak peralatan ketika dia tiba-tiba bersuara.

"Aku ingin Yesung yang merawatku."

"Kau ini! Masih juga mau pilih-pilih! Dasar tidak tau terima kasih!"

"Sudah, Yifang, gwaenchana. Biar aku saja," ujar Yesungie oppa menengahi.

"Tapi... apa kaki oppa tidak apa-apa?"

"Gwaenchana, Yifang ah~"

Sambil mengambil kotak P3K dari tanganku, Yesungie oppa mengelus kepalaku sejenak. Kalau bukan lukanya si Yingmin ini parah, aku sudah menendangnya sampai ke bulan pasti. Ketika aku sedang dalam puncak rasa cemburu memandangi Yingmin yang matanya terpancang pada sosok Yesungie oppa yang berlutut di depannya, ponselku bernyanyi. Aku melihat layarnya: Julie. Aku langsung saja menjawabnya.

"Yoboseyo, Julie... aku? Sedang santai kok... bertemu sekarang? Dimana?"

Aku dan Yesungie oppa kini bertukar pandang. Sepertinya karena Yesungie oppa mendengar nama Julie disebut.

"Oke, boleh. Aku akan kesana dalam setengah jam."

"Kau mau pergi dengan Julie?" Tanya Yesungie oppa.

"Iya. ayo oppa, ikut. Sekalian kita tanyakan tentang masalah yang tadi."

"Tapi..."

Dia memandangi Yingmin, dan Yingmin bingung dengan obrolan kami berdua. Ah dasar, bikin repot saja!

"Ya sudah, ajak dia sekalian saja. Yuk, oppa..."

Yesungie oppa memapah Yingmin.

"Kita mau kemana?" Tanya Yingmin bingung.

"Jangan banyak Tanya. Ikut saja."

Kami memilih taxi sebagai transportasi paling cepat dan praktis, soalnya dengan keadaan kaki Yingmin yang begitu, pergi ke stasiun MRT akan sangat merepotkan. Aku tau tempat Julie mengajar les bahasa Inggris di salah satu gedung di pusat kota Seoul, aku sudah beberapa kali kesana, dan kami sering sekali makan di restoran Italia di depannya. Jadi ke resto itulah tujuan kami sekarang. Aku langsung menangkap sosok Julie yang duduk di meja pojokan, melambai ceria. Tapi ekspresinya berubah kaget melihatku muncul bersama Yesungie oppa dan Yingmin yang pasti tidak dikenalnya. Kami menghampirinya.

"Julie, aku datang dengan Yesungie oppa, tak apa-apa kan?"

"Ng... err... gwaenchana," jawab Julie sambil tersenyum.

"Miss Julie, sedang tidak kerja?" Tanya Yesungie oppa, membantu Yingmin duduk.

Aku duduk di samping Julie, sementara Yesungie oppa bersebelahan dengan Yingmin. Aku tidak terlalu suka dengan posisi ini.

"Diberi waktu makan siang dan kebetulan mulai siang ini aku kosong. Ini... teman kalian?"

"Ne, ini rekan guru Shindongie dan Hyuk, Zheng Yingmin. Yingmin, ini guru les Inggris kami, Julie."

Julie dan Yingmin bertukar salam.

"Apa yang terjadi dengan kakimu?"

"Oh, tadi terjatuh. Tidak apa-apa kok," jawab Yingmin.

Cih, kalau tidak apa-apa kau tidak perlu bermanja-manja begitu dengan Yesungie oppa dong!

"Ayo makan. Aku traktir. Sekalian kita makan sushi buatannya Wookie," ajak Yesungie oppa.

Dia membukakan kotak makanan yang berisi sushi-sushi, dan rasa marah-marahku berkurang mencium aroma yang sangat enak itu.

"Oh ya, Julie, aku sebenarnya sekalian mengajak Yesungie oppa kesini karena ada sesuatu yang mau kami tanyakan," kataku.

Yesungie oppa bertukar pandang tegang denganku. Aku menganggukkan kepalaku, menguatkannya.

"Miss Julie, aku ingin Tanya soal gantungan kunci yang kau jatuhkan malam itu."

"Oh, maksudmu yang ini?" Tanya Julie.

Julie mengambil gantungan kunci yang dimaksud dari dalam tas kecilnya. Ternyata itu memang boneka kura-kura berwarna hijau.

"Aih lucunya... Julie, dari mana kau dapat ini? Beli dimana?" tanyaku.

"Beli? Tentu saja yang seperti ini tidak dijual dimanapun. Aku diberi ini oleh seorang namja dulu sekali waktu aku masih kecil. Aku waktu itu main ke desa di dekat Ulsan ketika liburan, dan berkenalan dengan namja yang manis. Kami sering bermain bersama dan yang lainnya, dan bahkan dia berjanji merayakan ultahku. Sayangnya... di hari itu, penyakitku kambuh, dan aku dibawa pulang begitu saja ke Taiwan, tidak pernah lagi kembali ke desa itu ataupun ke Seoul."

"Kok kau bisa ke desa di Ulsan? Kau kan orang Taiwan."

"Ah~ aku lupa bilang ommaku orang Korea? Itu desa tempat ommaku menghabiskan masa kecil. Kalian tau, aku sudah sangat suka Taiwan dan aku menolak dibawa ke Seoul. Makanya itu, waktu di desa itu aku bercerita pada si namja kecil bahwa aku lebih memilih di desa itu selamanya daripada harus ke Seoul dan menghadapi entah ketakutan baru macam apa. Sayangnya... aku tidak menanyakan namanya dan juga tidak pernah bertemu dengannya lagi."

"Jadi... waktu itu kau pergi karena kau sakit, Julie? Dan kau tidak pernah kembali lagi..." ucap Yesungie oppa.

"Ne, itu barusan yang kukatakan. Gara-gara menceritakan ini pada kalian, aku jadi mengingat si namja lagi. Harusnya dia juga sudah dewasa sekarang. Mungkin dia membenciku karena aku pergi tanpa pamit. Aku ingin bertemu dengannya dan minta maaf, jika aku diberi kesempatan itu."

Yesungie oppa mengeluarkan sesuatu dari saku celana jeans-nya, dan aku baru ingat pernah melihat gantungan kunci itu. Yesungie oppa selalu membawa kunci rumah appa dan ommanya kemanapun, sudah kebiasaan katanya, dan disitu dia gantungkan kembaran gantungan kunci seperti punya Julie tadi, Cuma bedanya yang ini kura-kura berwarna merah. Yesungie oppa mengangkat kunci itu ke hadapan Julie.

"Kau sudah bertemu dengannya."

Julie ternganga, matanya memancarkan sorot kebingungan.

"Julie, namja itu memang sudah dewasa, dan dia memang sempat membencimu. Kalau kau ingin tau apakah dia sekarang masih membencimu atau tidak, kau bisa tanyakan padanya sekarang," ucapku, "dia di depanmu, Julie. Dia adalah Yesungie oppa."

Terjadi keheningan cukup lama sebelum Yesungie oppa buka suara.

"Ketika malam itu aku melihat gantungan kunci ini jatuh, aku sudah ingin menanyakannya padamu, Julie, tapi aku tidak yakin bisa bertemu lagi denganmu. Aku sempat sakit hati karena kau tidak pamitan denganku, tapi sekarang setelah aku tau alasannya, aku bisa mengerti."

"Yesung... Yesung... oppa? ini... kenyataankah? Kita bisa bertemu lagi?" Tanya Julie tergagap.

"Tentu saja! Julie, aku senang kita bisa bertemu lagi. Rasanya berjodoh sekali ya."

Aku tersenyum menanggapi suatu akhir yang menyenangkan. Sekarang aku makin yakin Yesungie oppa adalah orang yang sangat baik. Setelah menyimpan sakit hati yang begitu lama, dia bisa memaafkan Julie, dan spontanitasnya menolong Yingmin membuatku terharu. Syukurlah!

"Aih, sudah jam empat sore. aku akan pulang sekarang, aku tidak mau terlambat untuk jadwal kami. Yifang, bagaimana, kau mau pulang juga?"

"Ng... Yifang, kalau kau punya waktu luang, aku ingin mengobrol denganmu berdua."

"Oh, aku punya. Kalau begitu oppa pulang duluan saja, aku akan pulang sendiri nanti," kataku.

"Yingmin, ayo, aku akan panggilkan taxi untukmu," ajak Yesungie oppa.

"Oke. Julie, sampai ketemu lagi," pamit Yingmin.

"Sampai ketemu lagi," balas Julie.

Aku terus memandangi kedua sosok yang keluar dari resto itu sampai mereka tidak terlihat lagi. Aku mendenguskan nafasku keras. Julie tersenyum. Meski kami baru kenal tidak lama, tapi Julie sudah berhasil menjadi salah satu sahabat favoritku.

"Kau tidak suka dengan Yingmin."

Ini dia yang membuatnya menjadi favoritku, soalnya Julie sering tau isi otakku tanpa perlu aku susah-susah mengungkapkannya.

"Ngapain kau menyapanya dengan begitu ramah?" tanyaku galak.

"Kau Cuma lagi cemburu."

"Siapa bilang? Yesungie oppa bukan pacarku kok."

"Aku tau. Tapi kau masih cemburu padanya. Kau masih mencintai Yesung oppa, dalam atau tidaknya perasaanmu hanya kau yang tau."

Aku mencibir, tapi Julie benar. Tiba-tiba aku merasa bersalah pada Wookie.

"Julie, mungkin kau akan menganggapku yeoja yang bagaimana kalau aku masih mencintai Yesungie oppa sementara aku sudah bersama Wookie?"

"Jangan khawatir, aku tidak akan begitu. Itu normal kok sebagai seorang yeoja."

"Ngomong-ngomong kau sendiri bagaimana? Sekarang setelah kau tau Yesungie oppa adalah namja masa kecilmu... apakah kau akan berpaling dari Hae dan memilih Yesungie oppa?"

"Aku tidak berani bersaing denganmu," jawab Julie.

"Julie! Aku serius nih."

"Ne, mian, aku Cuma bercanda. Memangnya kenapa kalau Yesung oppa adalah namja itu? Aku dari dulu hanya menganggapnya temanku kok, sekalipun kini aku tau si namja itu sudah jadi sempurna seperti Yesung oppa. yang ada di hatiku Cuma Donghae oppa."

"Hahaha... kurasa Hae akan tertawa... tidak sih, akan senang kalau mendengar kau memanggilnya oppa. selama kau mengajar kan kau hanya memanggil nama mereka."

"Senang? Darimana kau yakin tentang itu?"

"Karena dia meminta nomor ponselmu padaku, jadi sudah kuberikan. Chukae, mungkin dia akan mengajakmu kencan suatu hari nanti."

Julie yang lagi minum jus jeruk jadi tersedak dan batuk-batuk hebat. Aku menyodorkan tissue padanya.

"Kau kenapa sih?" tanyaku.

"Kau... kenapa kau memberikannya?"

"Kenapa tidak? Kalau salah satu dari kalian tidak bergerak, kapan aku akan membaca kisah happy ending? Lagipula, kurasa dia menyukaimu lho."

"Jangan bercanda kau, Yifang!"

"Aku serius lho..."

Aku menghabiskan sore yang menyenangkan bersama Julie, kami menggosipkan banyak hal. Tentunya aku banyak menceritakan apa saja yang kuketahui tentang Hae, sahabat namja-ku yang paling baik hati, dan bahkan aku sudah bilang kalau Hae adalah mantan Xili. Aku hanya berharap, jika memang Hae ingin mendapatkan yeoja yang baik untuknya, Julie adalah pilihan yang tepat. Sekarang yang perlu kulakukan hanyalah meyakinkan Julie kalau mereka sah-sah saja berhubungan, dan juga agar si Julie menurunkan sedikit martabatnya yang terlalu tinggi itu. Tidak terasa aku berpisah dengan Julie jam 7 malam itu, dan aku kembali merasa kesepian ketika pulang ke apartemen, apartemenku gelap gulita.

"Hmm... bosan deh. Apartemen sepi, Wookie juga pasti sibuk dengan KRYSD. Sial sekali aku mengambil liburan hari ini, kalau tau aku tunda sampai lusa saja. Ya sudah, malam ini aku online atau apalah..."

Aku sebenarnya kepingin sekali ke rumahku yang satu lagi, tapi Ichul oppa masih sibuk dan tidak bisa menemaniku pulang. Ya sudah, aku benar-benar di depan laptop saja... dan ketika aku membuka lampu kamarku, betapa kagetnya aku melihat sosok Wookie duduk di meja belajarku yang panjang, dia menoleh dan tersenyum padaku.

"Hai Yifang, akhirnya pulang juga," sapanya.

Jantungku berdebar tidak karuan, bukannya karena terkejut dia bisa masuk ke apartemen kami (kami juga memberi satu kunci untuk mereka), tapi tepatnya penasaran apa yang membuatnya berada disini.

"Kenapa kau ada disini? Bukannya ada kegiatan KRYSD?"

"Kami syuting terpisah, dan aku sudah pergi dari jam lima tadi, jadi sudah selesai sekitar setengah jam yang lalu. Aku menunggumu."

"Menungguku... kenapa?"

Dia maju, senyum polos masih tergambar di wajahnya, dan dia menggandengku mendekati meja panjang itu.

"Whoa~ besar sekali kue tarnya!!! Siapa yang ulang tahun?"

"Tidak ada yang ulang tahun, tapi hari ini adalah hari jadi kita yang ke-tujuhbelas bulan."

Aku mengerutkan dahiku. Satu tahun lima bulan! Bagaimana mungkin aku bisa melupakan hari ini?

"Whoa... Wookie, mianhae... aku benar-benar lupa kalau ini hari yang penting," sesalku.

"Gwaenchana... yang penting kau melalui hari ini dengan menyenangkan bersama Yesungie hyung, Yingmin dan Miss Julie, iya, kan?"

"Ng... yah... aku lebih ingin melalui hari ini denganmu."

"Sekarang kita akan menghabiskan waktu bersama-sama sambil makan kue tar."

Wookie membantuku duduk, dia sendiri menarik kursi satu lagi untuk duduk di sampingku. Sekarang kami menghadap kue tar raksasa itu.

"Ini buatan Wookie?"

Wookie mengangguk, lalu menyodorkan garpu padaku.

"Kalau begitu aku tidak ragu lagi!"

Aku langsung saja menyerbu kue tar itu tanpa ampun, maklum, aku memang selalu tidak bisa menahan diri kalau melihat kue tar, apalagi yang baunya wangi seperti ini. Wookie memberi banyak hiasan berbentuk kelinci karena shio kami sama-sama kelinci, lalu ada banyak batangan cokelat dan chery, rasanya luar biasa enak, meleleh dalam mulut, tidak membuat muak.

"Lho~ kenapa jadi aku yang makan sendirian? Wookie, ayo makan juga," bujukku.

"Aku lebih senang melihat Yifang yang makan sambil tersenyum begitu."

"Gyaaaaah~ aku jadi malu, Wookie. Jangan begitu ah. Aku tidak tau akan jadi segendut apa kalau semua ini aku habiskan sendirian. Yuk, temani aku makan."

Aku menyuapkan sepotong besar kue pada Wookie, yang langsung dikunyahnya. Aku tersenyum padanya. Menit berikutnya, kami mulai makan dengan bahagia, juga terkadang saling suap menyuap.

"Wookie, gomawo~ kau selalu tau apa yang kumau. Aku paling suka kue tar, dan kau membuatkannya ketika aku lagi benar-benar ingin makan."

"Itu sudah harus kan, Yifang, karena aku mengenalmu selama kira-kira dua tahun?"

"Mungkin karena di wajahku tertulis cokelat, kue tar, es krim..."

Wookie tertawa, lalu meletakkan tangannya di kedua pipiku. Aku tidak bergerak. Pandangan matanya membuatku berdebar-debar.

"Yifang, saranghae..." ucapnya dengan sangat jelas.

Aku tidak percaya wajahnya kini semakin mendekat... dan kini Wookie menciumku. Ciuman yang kurindukan selama lebih dari setahun lamanya. Bibirnya masih sama lembutnya seperti dulu, juga masih menciumku dengan sangat perlahan. Aku membalas ciumannya, merasa bahagia sekali diperlakukan seperti ini. Aku tidak ingin ciuman ini berhenti, dan aku bersyukur dia memang tidak menghentikan ciumannya begitu saja. Aku perlahan-lahan maju dan duduk di kedua pahanya, lalu memindahkan tangannya ke pinggangku, sedangkan tanganku kini merangkul erat lehernya. Tidak akan kubiarkan ini berakhir begitu saja... karena aku terlalu mencintainya, Wookie-ku...


It's not that I like spacing out, but when my heartbeat race as soon as I see you

So please quick, quick, quick, quickly understand my love

Just let me accompany you everywhere to look at the sea, then confess romantically
~yeahSaySaySay
Quickly say yeah say say say

Say "I love you too"

 

Setelah memastikan Wookie masuk lift, aku langsung kembali ke kamarku dan meraih ponselku yang kulempar ke ranjang tadi. Speed dial nomor 5 langsung mengarah ke nomor Yesungie oppa.

 

"Yoboseyo, oppa! jangan bicara di depan Wookie, oke? Mungkin dia akan sampai sebentar lagi. Apa oppa memarahi Wookie atau apa sehingga dia menungguku disini? Tidak? Jadi bagaimana... aish, jangan berpikir yang tidak-tidak!"

 

Aku membanting diriku ke ranjang dan kini memandang langit-langit kamarku yang sama seperti seluruh isi kamarku, berwarna hijau.

 

Aku mendengarkan suara merdu Yesungie oppa dengan sesksama sebelum membalas, "aku kira oppa memarahinya jadi dia menungguku dan... yah begitulah... ya sudah kalau tidak... aku sudah bilang, jangan berpikir yang tidak-tidak!!!"

 

 

AUTHOR'S SPECIAL POV

 

Yesung yang baru saja pulang ke apartemen bersama Zhoumi merasa ponselnya bergetar. Dia mengambil ponsel dari saku celananya dan langsung menjawabnya begitu tau itu Yifang.

 

"Yoboseyo, Yifang, waeyo? Oh... ah, baik, dia tidak disini. Memarahinya? Tadi aku hanya bertemu dengannya tidak sampai dua puluh menit dan kami sibuk syuting, aku bahkan tidak sempat bicara apapun padanya. Memangnya kenapa? Oooh... jadi dia baru dari sana?" Tanya Yeusng, "ternyata aku tau alasan kenapa Wookie begitu buru-buru pulang tadi, rupanya dia mau bertemu denganmu."

 

Yesung baru saja mau masuk kamar ketika pintu depan terbuka.

 

"Halo Mimi hyung, Yesungie hyung!" sapa Ryeowook ceria.

 

Yesung balas melambai padanya, sambil matanya memandang menyelidik.

 

"Aku sih tadinya tidak berpikir yang tidak-tidak, tapi kau memberiku sugesti begitu. Sampai tahap mana kalian Cuma berdua begitu?"

 

Melihat Ryeowook pulang, Yesung berputar arah ke dapur.

 

"Hahaha... iya, jangan marah. Julie? Kenapa? Aku? Ooh... hmm... aku... tidak akan begitu lagi. Aku tau kok Yifang, kau tenang saja. Jangan khawatirkan aku, oke?"

 

Yesung mengambil minuman dingin dari lemari es dan tersenyum ketika menuangkan isi minuman itu ke gelasnya.

 

"Aku tau. Aku juga menyayangimu. Baguslah kalau begitu. Datanglah kesini kalau kau bosan. Eh, Meifen sudah pulang? Oke deh... bye..."

 

Yesung mematikan ponselnya dan masih tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tau, dia tidak ingin jatuh di lubang yang sama dua kali. Dia tidak akan membiarkan dirinya kembali mencintai yeoja yang sama dengan yang sahabatnya cintai. Bagaimanapun, dia tidak akan jatuh cinta pada Julie, karena dia tau Donghae mencintai yeoja yang satu itu. Cinta yang tepat pasti akan datang padanya suatu saat nanti.

 

"Hyung, yang barusan di telepon Yifang, ya?" Tanya Ryeowook yang tiba-tiba muncul di dapur.

 

"Ng... kau dengar sesuatu, Wookie?"

 

"Tidak... aku Cuma dengar nama Meifen dan... hyung bilang hyung menyayanginya."

 

Yesung mengitari bar panjang dan menghampiri Ryeowook.

 

"Wookie, aku tidak bermaksud..."

 

"Tenang, hyung, aku mengerti. Aku ingin berterimakasih karena hyung begitu menyayanginya. Aku tidak akan mengecewakan hyung, aku akan menjaga dan mencintainya dengan sepenuh hati."

 

"Ya~ sekarang kau sudah jadi namja yang dewasa, Kim Ryeowook! Kenapa tiba-tiba berkata begitu? Apa yang kau lakukan dengan Yifang tadi hah?"

 

"A... kami tidak melakukan apa-apa kok!"

 

Semburat merah menggemaskan muncul di pipi Ryeowook dan Yesung jadi makin menikmati menggodanya.

 

"Tapi kenapa itu merah? Hahaha..." ujar Yesung sambil menggelitiki Ryeowook.

 

"Yaaaa~ hyung, hentikan!"

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun